jpnn.com, WASHINGTON - Dalam hearing pertama setelah menyerahkan diri ke FBI, Paul Manafort dan Rick Gates membantah semua dakwaan Robert Mueller. Dua mantan petinggi tim kampanye Presiden Donald Trump dalam masa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2016 itu tidak masuk penjara. Mereka hanya menjadi tahanan rumah.
Setelah membantah semua dakwaan, Manafort maupun Gates diperkenankan pulang ke rumah. FBI tidak memerintahkan penahanan atau mematok tebusan.
BACA JUGA: Ada Trump dan Netanyahu Berciuman di Tembok Tepi Barat
’’Mereka dilepaskan dengan syarat tertentu,’’ kata sumber CNN di FBI.
Jika tidak kooperatif atau mangkir dari sidang, Manafort harus membayar denda USD 10 juta (sekitar Rp 135,6 miliar). Sedangkan denda Gates USD 5 juta (sekitar Rp 67,8 miliar).
BACA JUGA: Donald Trump Harus Minta Maaf ke Indonesia
Penyerahan diri Manafort dan Gates pada Senin pagi waktu setempat (30/10) itu membuat Trump waspada. Dia pun lantas menjauhkan diri dari dua mantan orang dekatnya tersebut.
Setelah Manafort dan Gates mengaku tak bersalah dan membantah semua dakwaan, taipan 71 tahun itu buru-buru menegaskan bahwa penyelidikan FBI terhadap Manafort dan Gates tidak berkaitan dengan Pilpres 2016.
BACA JUGA: Begini Penampakan Tembok Anti-Imigran Donald Trump
Lewat akun Twitter-nya, @realDonaldTrump, penguasa Gedung Putih itu menyebutkan bahwa FBI menjatuhkan dakwaan kepada Manafort dan Gates terkait dengan kasus lama.
Dari 12 dakwaan yang masing-masing dikenakan kepada Manafort dan Gates, menurut Trump, tidak ada satu pun yang baru. Semuanya lawas. Kejadiannya sudah bertahun-tahun lalu.
’’Tidak ada kolusi yang melibatkan tim kampanye saya dan Rusia,’’ cuit Trump.
Dia sengaja menulis kata ’’tidak ada kolusi’’ dengan huruf kapital. Kali ini, memang tidak ada dakwaan yang khusus berkaitan dengan Pilpres 2016.
Tapi, Mueller tidak akan berhenti pada 12 dakwaan yang sudah dipublikasikan Senin itu. Dalam investigasi lanjutan, bisa saja muncul dakwaan lain tentang persekongkolan dengan Rusia.
Trump boleh lega saat membaca 12 dakwaan terhadap Manafort dan Gates yang tak satu pun mengarah secara khusus pada Pilpres 2016.
Tapi, itu sudah diprediksi Mueller yang berperan sebagai jaksa khusus dalam kasus dugaan intervensi Rusia dalam pilpres Amerika Serikat (AS) tersebut. Sebab, memang bukan Manafort dan Gates yang menjadi berita utama Senin lalu. Melainkan George Papadopolous.
Kendati namanya tidak sepopuler Manafort atau Michael Flynn dan Jared Kushner, peran Papadopolous ternyata sangat penting. Pria 30 tahun itu merupakan penasihat kebijakan tim kampanye Trump pada 2016.
Dia pula yang pernah berusaha mempertemukan Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Pada masa kampanye pilpres AS, sedikitnya tujuh kali dia mengupayakan pertemuan itu lewat surat elektronik.
Namun, ketika itu, Manafort yang menjadi ketua tim sukses Trump mencegah Papadopolous mewujudkan pertemuan tersebut. Trump, menurut Manafort, tidak perlu terbang ke Rusia untuk bertemu dengan Putin.
’’Agar tidak mencolok, kita kirim utusan yang tidak terlalu dikenal publik saja ke sana (Rusia),’’ saran Manafort waktu itu sebagaimana dipaparkan Papadopolous dalam interogasi FBI.
Pada April lalu, sebelum publik mengetahui bahwa data Komite Nasional Demokratik dan John Podesta diretas, Papadopolous mendapatkan informasi soal ’’rahasia’’ Hillary Clinton.
Rusia, lewat seseorang yang disebut profesor, menawarkan rahasia tersebut kepada tim kampanye Trump. Si profesor yakin rahasia yang berisi informasi negatif Hillary tersebut membuat Trump menang dalam pilpres.
Rahasia itu, menurut Papadopolous, berbentuk surat elektronik. Jumlahnya ribuan. Sebagai salah seorang arsitek yang sedang merancang kemenangan Trump, Papadopolous jelas tertarik.
Maka, dia pun lantas berinteraksi dengan Rusia. Pengakuan itu baru disampaikan di hadapan tim FBI pada 5 Oktober. Sebelumnya, tokoh yang diamankan di Bandara Dulles pada 27 Juli itu selalu membantah terlibat.
Sampai Manafort menyerahkan diri kepada FBI Senin, informasi tentang Papadopolous juga tidak pernah mencuat ke publik. Itu terjadi karena selama ini dia menjadi informan bagi Mueller.
Maka, fakta tentang Papadopoulos-lah yang menjadi ancaman bagi Trump. Sebab, selain Mueller dan FBI, tidak ada yang tahu sejauh mana Papadopolous membagikan informasinya.
Dari Gedung Putih, Sarah Huckabee Sanders menegaskan bahwa Papadopolous bukanlah orang penting dalam tim kampanye Trump.
’’Perannya dalam tim sangatlah kecil. Maka, apa pun yang dia putuskan saat itu menjadi tanggung jawabnya secara pribadi. Tidak ada kaitannya dengan tim,’’ terang jubir perempuan yang menggantikan tugas Sean Spicer tersebut.
Sementara itu, manuver Mueller menuai kecaman kubu Trump. Khususnya Kepala Staf Gedung Putih John Kelly. Senin dia mendesak Departemen Kehakiman juga menunjuk jaksa khusus seperti Mueller untuk menyelidiki permainan uranium dalam pemerintahan Barack Obama.
’’Sepertinya, kita juga perlu menunjuk seseorang yang objektif untuk menyelidiki skandal uranium Obama,’’ tandasnya.
Pekan lalu kubu Republik di kongres mengusulkan investigasi skandal uranium pada era Obama yang melibatkan perusahaan Rusia. Perusahaan Rusia itu membeli firma Kanada yang memasok 20 persen kebutuhan uranium AS. Maka, pada akhirnya, Rusia dan AS bekerja sama.
Oleh sebagian tokoh Republik, ada keterlibatan Bill Clinton dalam skandal tersebut. Konon, Clinton menerima sumbangan dari perusahaan Rusia tersebut dan meminta Hillary yang saat itu menjabat menteri luar negeri mengamankan kesepakatan tersebut.
Belum ada keputusan resmi kongres tentang usul Republik tersebut. (AP/Reuters/BBC/CNN/hep/c19/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ucapkan Salam Duka ke Janda Tentara, Trump Tidak Peka
Redaktur & Reporter : Adil