jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus merespons langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyematkan Tanda Kehormatan Bintang Empat dengan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto pada Rabu (28/2/2028).
Penyematan bintang kepada Menteri Pertahanan yang juga Capres 2024 dengan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan, sesuai Kepres No. 13/TNI/2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang penganugerahan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan.
BACA JUGA: Mantan Sesmilpres Anggap Penyematan Jenderal Buat Prabowo Melanggar Aturan
Menurut Petrus, banyak pihak terkaget-kaget karena ujug-ujug Presiden Jokowi memberikan Tanda Kehormatan berupa Bintang Empat dengan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo.
Sebab, kata Petrus, persoalan masa lalu Prabowo Subianto terkait peristiwa kekerasan yang memilukan hati rakyat Indonesia karena berkategori melanggar HAM berat sejak tahun 1997 dan kerusuhan Mei 1998, baru berproses pada masalah pelanggaran Etik oleh DKP, yaitu Pemberhentian Prabowo Subianto dari Dinas Keprajuritan TNI, sedangkan proses pidananya jalan di tempat.
BACA JUGA: SETARA Institute Nilai Prabowo Diberi Pangkat Kehormatan Ilegal
“DKP dibentuk dengan SK. Pangab No. SKEP/533/P/ VII/1998, tanggal 24 Juli 1998, kemudian DKP melaksanakan tugas pemeriksaan terhadap Prabowo Subianto dan Saksi-saksi lalu mengeluarkan Keputusan DKP No. KEP/03/ VIII/1998/DKP, tanggal 21 Agustus 1998, yang dalam konsiderans bagian kesimpulan, mengungkap berbagai perilaku buruk Prabowo Subianto,” ujar Petrus.
Petrus menyebutkan sejumlah perilaku Prabowo Subianto dimaksud, yaitu cenderung memiliki kebiasaan mengabaikan sistem operasi, hierarki, displin dan hukum yang berlaku.
BACA JUGA: Soal Pro Kontra Kenaikan Pangkat Prabowo, Jokowi Sebut Nama Luhut & Susilo Bambang Yudhoyono
Selain itu, tidak mencerminkan etika profesionalisme dalam pengambilan keputusan.
“Dengan demikian, pemberian Tanda Kehormatan berupa Bintang Empat dengan pangkat Jenderal Kebormatan kepada Prabowo Subianto merupakan kebijakan yang kontraproduktif, error in persona dan sewenang-wenang dengan mengabaikan standar Tanda Kehormatan itu,” tegas Petrus.
Patut Disesalkan
Petrus menatakan sikap Presiden Jokowi patut disesalkan karena sama sekali tidak mempertimbangkan rasa keadilan para korban kerusuhan Mei 1998 yang pada setiap Kamisan berdemonstrasi di depan Istana Presiden dan rasa keadilan publik yang setiap tahun menuntut hak-hak mereka.
Menurut Petrus, Presiden juga mengabaikan, tidak mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti asas-asas, tujuan dan syarat-syarat pemberian Tanda Kehormatan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Pemberian Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Lebih lanjut, Petrus mengatakan Presiden Jokowi hanya melihat pemberian Tanda Kehormatan, semata-mata sebagai hak prerogatif Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUD 1945.
Namun, Presiden tidak sadar bahwa hak prerogatif dalam pemberian Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan itu bukanlah cek kosong yang kapan saja bisa diisi seolah-olah berlaku absolut tanpa asas, tujuan dan syarat tertentu.
“Padahal UU No. 20 Tahun 2009 Tentang Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan telah mengatur syarat-syaratnya secara limitative,” ujar Petrus.
Harus Dibatalkan
Petrus mengatakan sikap Presiden Jokowi terlalu banyak memberikan privilage kepada Prabowo Subianto, termasuk mendukung Pencapresan pada Pilpres 2024 dengan tangan terbuka tanpa syarat menerima Gibran Rakabuming Raka (putra Presiden Jokowi) sebagai Cawapresnya.
“Sekarang justru memberikan Tanda Kehormatan, yang patut dinilai sebagai ajang balas jasa atau gratifikasi dari Jokowi kepada Prabowo Subianto,” ujar Petrus.
Lebih lanjut, Petrus mengatakan Presiden Jokowi juga membuat Prabowo Subianto menjadi berkepribadian ganda. Sebab, di satu sisi pangkat dan jabatan Pangkostrad dicopot Presiden Habibie pada 22 Mei 1998.
Kemudian Dinas Keprajuritan Prabowo telah diberhentikan dengan Keputusan Presiden B.J Habibie pada tanggal 20 November 1998, dan hingga kini tidak pernah dicabut.
Pada sisi lain dengan Keputusan Presiden Jokowi pula Prabowo Subianto diberi Tanda Kehormatan Bintang Empat, pangkat Jenderal Kehormatan.
“Ini kan aneh dan buruk sekali administrasi Kepresidenan masa Presiden Jokowi, terjadi tumpang tindih,” ujar Petrus yang juga Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara ini.
Oleh karena itu, Petrus mengatakan TPDI dan Perekat Nusantara pada Rabu, 28 Februari 2024, menyampaikan protes keras dan somasi kepada Presiden Jokowi agar membatalkan Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Empat dengan pangkat Jenderal kepada Prabowo Subianto.
Sebab, kata dia, Prabowo Subianto tidak memenuhi syarat umum dan khusus Pemberian Tanda Kehormatan menurut UU No.20 Tahun 2009.
Selain itu, menurut Petrus, bertentangan dengan rasa keadilan publik dan para korban peristiwa penculikan Aktivis 1997 dan Kerusuhan Mei 1998.
“Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan harus ikut bertanggung jawab, karena secara gegabah mengusulkan pemberian Tanda Kehormatan secara kontraproduktif, error in persona dan sewenang-wenang kepada Presiden Jokowi untuk diberikan kepada Prabowo Subianto,” ujar Petrus Selestinus.(fri/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari