JAKARTA - Sengketa pajak yang dibawa ke ranah hukum pidana akan memukul dunia usaha karena akan menimbulkan sentimen negatifPremis tersebut diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi
BACA JUGA: PT KA Tambah 170 Kereta Barang
Sofyan dimintai komentarnya soal kasus pajak Asian Agri yang dibawa ke ranah pengadilan umum"Sengketa pajak itu masuk hukum perdata
BACA JUGA: Pemerintah Jadi Beli Saham Newmont
UU-nya lex spesialisBACA JUGA: Devisa Tinggi Terancam Hot Money
Pengusaha jadi takut jika salah menghitung pajak karena bisa dipidanakanIni jelas merugikan iklim investasi kita," tutur Sofyan pada wartawan di Jakarta, Kamis (24/3).Menurut Sofyan, sebenarnya tak perlu terjadi jika hakim-hakim mengerti masalah perpajakanSayangnya di Mahkamah Agung sendiri yang melayani banding, hakim yang mengerti masalah pajak hanya satu orang"Padahal masalah pajak itu banyak sekaliJadi, bagaimana mau selesai,"tukasnya.
Menurutnya, saat ini pengadilan pajak memang sudah mendesak untuk dibenahi agar kejadian seperti mafia pajak Gayus Tambunan tak lagi terjadidikemukakan, sebaiknya hakim pajak memang berasal dari Mahkamah Agung asalkan mendapatkan pembekalan pajak yang lebih mendalam"Ini tugas kementerian keuangan untuk memberikan sertifikasi buat hakim-hakim pajak," tandasnya.
Selama ini, kata Sofyan, sengketa pajak lebih sering berasal dari permasalahan restitusi atau penetapan pajak yang tak fairCelah-celah semacam ini yang menjadi kekuatan tawar buat Gayus-Gayus Pajak untuk menekan wajib pajak"Wajib pajak bisa dibawa ke pidana jika memang melakukan tindak pidanaJika tidak harus perdataKasus Soekanto Tanoto itu seharusnya dibawa ke perdata," kata Sofyan.
Premis Sofyan ini menguatkan pandangan ahli hukum pidana Yahya Harahap dalam sidang lanjutan kasus Asian Agri di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa laluDalam keterangannya yang disampaikan kepada majelis hakim, Yahya menilai bahwa sengketa pajak tidak masuk dalam ranah hukum pidanaIa menilai perkara ini seharusnya diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)"Kalau pembayaran pajak ini masih bisa diselesaikan pembayaran, tidak perlu ditempuh jalur pidana," tuturnya.
Yahya juga mengatakan, jika terjadi kesalahan dalam mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), maka yang harus dilakukan wajib pajak itu adalah memperbaiki sendiri kekeliruan tersebutNamun menurut dia, jika SPT tersebut ternyata masih dianggap salah, maka Dirjen pajak wajib melakukan pemeriksaan berlandaskan fakta-fakta yang ada dan mengeluarkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar).
Jika wajib pajak tetap keberatan karena merasa tidak ada kekeliruan, dan Dirjen Pajak masih keberatan juga maka Dirjen pajak mengeluarkan SKPKB TambahanJika, dalam kondisi itu wajib pajak menerima hal itu dan bersedia membayar maka persoalannya akan selesaiNamun, jika tidak maka terjadi sengketa pajak antara wajib pajak dengan Dirjen pajak"Hal ini bukan kompetensi peradilan pidana umum," serunya lagi.
Sementara, Pakar hukum dari Universitas Airlangga Surabaya Philipus M Hadjon mengungkapkan, negara akan rugi jika wajib pajak dipidanakan, karena tujuan undang-undang tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan adalah pendapatan negara sebesar-besarnya.
Seharusnya, kata Philipus, penegakan hukum pajak harus mendahulukan sanksi administrasi, sedangkan sanksi pidana bersifat "ultimatum remedium""Sanksi pidana dapat dikenakan jika sanksi administrasi sudah maksimal," jelasnya.
Seperti yang diketahui, Jaksa Penuntut Umun (JPU) mendakwa Suwir Laut, Tax Manager Asian Agri membuat laporan yang keliru mengenai (SPT) Pajak perusahaan sejak 2002-2005 dan merugikan negara sebesar Rp1,259 milliarJaksa mendakwa Suwir Laut dengan pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-undang no16 tahun 2000 tentang pajakAncaman dari jerat pasal itu berupa kurungan penjara 6 tahun dan empat kali dari nilai kerugian yang diderita negara(dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 27 Daerah Kena Sanksi Tunda Pencairan DAU
Redaktur : Tim Redaksi