Pidato Moratorium SBY Bertentangan dengan PP

Jumat, 12 Februari 2010 – 15:44 WIB
JAKARTA- Ketua Komisi II DPR Burhanuddin Napitupulu mengingatkan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi agar tidak menggunakan istilah moratorium (jedah pemekaran) yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai alasan hukum untuk menghentikan proses pemekaran

"Pidato Presiden SBY tentang wacana moratotium itu jelas bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2007 karena itu Kementerian Dalam Negeri keliru jika menjadikannya sebagai dasar hukum moratorium," tegas Burhanuddin, saat berdiskusi di press room DPR, Senayan Jakarta, Jumat (12/2).

Kalau memang moratorium akan diberlakukan lanjutnya, pemerintah dapat mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu)

BACA JUGA: Akui Fee BPD Cenderung Korupsi

Kalau hanya mengandalkan pidato tentang moratorium jelas itu sama sekali tidak ada dasar hukumnya.

Ketua Komisi II itu menegaskan bahwa DPR sama sekali tidak mengakui moratorium dari pidato Presiden SBY
"Kalau memang moratorium yang akan diberlakukan, silakan saja pemerintah ajukan Perppu-nya."

Selain itu, Burhanuddin juga menyarankan agar proses pemekaran itu disempurnakan misalnya dengan memberlakukan kembali status Kota Administratif (Kotif) minimal selama 5 tahun sebagai wadah untuk mempersiapkan suatu daerah untuk dimekarkan.

Dia juga menagih janji-janji pemerintah yang dalam banyak kesempatan selalu mengatakan akan mengevaluasi 205 daerah otonomi baru dan membuat grand disain pemekaran paling tidak hingga tahun 2025

BACA JUGA: Daerah Selewengkan Dana Reboisasi ?



"Hingga kini belum satupun ada hasil evaluasinya dan gran disain yang dijanjikan sementara moratorium yang hanya diwacanakan melalui pidato secara de facto sudah diberlakukan pemerintah," tegas Burhanuddin.

Sementara itu, mantan Ketua Komisi II DPR periode 2004-2009 Sayuti Asyathri menjelaskan, tidak tercapainya tujuan utama dari sebuah pemekaran lebih disebabkan karena gagalnya mekanisme otonomi daerah yang dibuat sehingga mengakibatkan tidak meratanya menyaluran dana ke daerah-daerah


"Fenomena ini jelas mendorong pemekaran yang dimotori oleh elit-elit lokal," kata Sayuti.

Selain itu, Sayuti juga mengkritisi kelancangan presiden dalam mengeluarkan sebuah Amanah Presiden (Ampres) tentang suatu pemekaran

BACA JUGA: Bahas Villa Bodong di Hutan Lindung

"Kalau Ampres-nya sudah turun, DPR tidak bisa berbuat lain kecuali membahasnyaKalau tidak dibahas DPR, bisa-bisa kantor partai politik di daerah dihancurkan massa," tegasnya.

Jadi ke depannya, DPR harus mengawasi Ampres, sebab dalam perjalanannya, Ampres tersebut kadangkala memojokkan DPR(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Buru Sopir Taksi Miliarder


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler