jpnn.com, PONTIANAK - Polres Pontianak sudah mengumumkan hasil rekam medis terhadap Audrey, siswi salah satu SMP di Pontianak yang menjadi korban kasus penganiayaan.
Namun, pihak keluarga korban meminta dilakukan visum ulang yang lebih detail. Hal ini diungkapkan Ketua Tim Pengacara korban, Daniel Edward Tangkau.
BACA JUGA: Arie Untung: Gak Usah lah Pacaran-pacaran
Menurut Daniel, pihaknya sudah mendengar hasil rekam medis (visum) terhadap korban yang diutarakan pihak kepolisian, Rabu (10/4). "Itu kan Kapolres yang berbicara, kami nanti akan minta (hasil) visum itu secara prosedur, per surat ke Polres untuk meminta, kami akan minta per surat," ungkapnya kepada awak media, seperti diberitakan Pontianak Post (Jawa Pos Group).
Menurutnya, sampai Kamis (11/4) pihak keluarga korban sama sekali belum menerima hasil visum tersebut. Tapi selama korban dirawat di rumah sakit, pihak keluarga sudah selalu meminta data rekam medis per hari. Ia memperkirakan dalam waktu dekat, hasil rekam medis bakal diserahkan oleh dokter ke pihak keluarga.
BACA JUGA: Pernyataan Kapolda Kalbar Usai Lihat Kondisi Audrey di RS
"Keluarga ini bingung kenapa bisa keluar seperti ini (rekam medis yang diumumkan Kapolres), karena korban mengatakan dia dipukul, dibenturkan kepalanya dan segala macam. Nah, ini kan harus dibuktikan, bukan katanya," ujarnya.
BACA JUGA: Kasus Audrey: Utang Sudah Dibayar tapi Masih Diungkit - ungkit
BACA JUGA: Kasus Audrey: Utang Sudah Dibayar tapi Masih Diungkit - ungkit
Maka untuk pembuktian itu, sebagai kuasa hukum ia menyerahkan seutuhnya kepada kepolisian yang menangani kasus ini. Ia meminta para penyidik benar-benar profesional.
"Karena kami pun sebagai advokat tidak bisa intervensi polisi selaku penyidik, ada UU yang melarang itu, tapi kami bisa memberikan saran dan pendapat," ucapnya.
Menurutnya, pihak keluarga juga meminta dilakukan visum ulang yang lebih detail. "Keluarga minta dilakukan visum ulang. Tidak ada kata menerima atau menolak pada visum yang pertama, tapi minta visum ulang," paparnya. Kapan waktu visum ulang bisa dilakukan? Daniel menyerahkan sepenuhnya ke pihak rumah sakit.
Visum ulang dinilai bisa menjadi pembanding atau sebagai alat bukti baru untuk disampaikan ke pihak kepolisian melalui rumah sakit. Sebab, kata Daniel, pihak yang boleh meminta hasilnya hanya kepolisian.
Terkait dengan informasi yang beredar sebelumnya bahwa ada kekerasan pada organ vital (kelamin) korban, ia memastikan memang pengakuan itu muncul dari korban sendiri. Sebab, korban yang berusia 15 tahun sudah bisa berbicara mengenai hal-hal yang terjadi pada dirinya.
"Nah, tinggal saksinya dan bukti badannya, dari kepala, dada, perut, vagina, kaki semua lengkap. Ada tidak unsur-unsur mengandung kekerasan di situ," jelasnya.
Dari sisi kuasa hukum sendiri, sementara ini pihaknya belum bisa menilai apakah ada kejanggalan atau tidak dari hasil visum. Daniel menyatakan masih percaya dengan proses yang dilakukan penyidik.
"Lihat dulu hasil penyidikan (nanti) seperti apa, ini kan masih proses. Kami hadapi sampai tingkat peradilan," imbuhnya.
Jika memang hasil visum ulang tetap menyatakan secara fisik korban baik-baik saja, Daniel menyatakan, kasus ini tetap akan dilanjutkan ke proses berikutnya, sampai ke kejaksaan hingga pengadilan.
"Di sidanglah kami pertanyakan itu, ada hak dari pada pelapor yang sudah menyerahkan kasus ini kepada negara, supaya pelapor ini betul-betul dilindungi hak hukumnya, jangan dipermainkan, tidak boleh," pungkasnya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhajir Effendy sempat membesuk korban dan juga pelaku yang terlibat dalam kasus ini, Kamis (11/4). Usai kunjungan, ia menyampaikan agar semua pihak tetap menahan diri untuk tidak ikut membuat persoalan ini semakin melebar.
"Jangan menjadi hiperbolik, serahkanlah urusannya ke pihak yang berwajib dari kepolisian. Saya sudah berbicara dengan Kapolresta. Menurut saya semuanya sudah dilakukan sesuai (prosedur)," ungkapnya.
Belajar dari kasus ini, ia berpesan agar masyarakat bisa memanfaatkan media sosial dengan baik. Media sosial hendaknya digunakan dengan cara yang arif dan cerdas. Muhajir juga menyoroti tentang kelompok usia sebaya (peer group). Kelompok usia sebaya diharapkan dapat diarahkan pada tujuan positif.
Muhajir meminta kepada para orang tua dan guru untuk selalu memantau kelompok usia sebaya di antara pelajar. Jangan sampai kelompok tersebut digunakan untuk maksud-maksud menyimpang.
"Mohon kepada orang tua yang memberikan kebebasan anaknya menggunakan gadget untuk sering memeriksa apa isi yang ada di dalamnya. Termasuk siapa teman berkomunikasinya, apa konten dan apa saja topik yang dibicarakan, sehingga bisa dicegah kejadian seperti ini," tutupnya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto juga datang menjenguk korban. Kedatangannya dimaksudkan untuk memberikan dukungan moral mengingat saat ini korban sedang dalam proses rehab medis.
"Tentunya kami harapkan semua pihak dapat memberikan doa, dukungan moral kepada yang bersangkutan dan semoga sesegera mungkin sehat dan bisa sekolah sebagaimana sebelumnya," ujar dia.
Hal tersebut dinilai penting karena saat ini korban membutuhkan dukungan, baik psikis maupun sosial agar bisa segera pulih. Ia berharap ke depan korban tidak lagi merasakan dampak, baik secara psikis maupun yang lainnya.
Menurutnya, KPAI melalui KPPAD Kalbar akan terus melakukan pendampingan dan pengawasan secara umum, termasuk terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Pendampingan tersebut juga dimaksudkan untuk memastikan korban mendapatkan rehab secara tuntas.
Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi yang juga hadir di Pontianak mengingatkan semua pihak untuk berpikir jernih menanggapi kasus ini. Ia menekankan agar korban dan pelaku untuk sementara dijauhkan dari pengaruh media online. Masyarakat para pengguna media sosial pun diharapkan tidak mudah berkomentar, apalagi menghujat dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Pernyataan Kapolda Kalbar Usai Lihat Kondisi Audrey di RS
"Karena dampaknya adalah justru membuat korban semakin menderita. Tekanan yang paling dahsyat dirasakan korban justru tekanan psikologis. Tiba-tiba korban menjadi suatu yang sangat terkenal tetapi ada sesuatu hal yang membuat dia belum siap menghadapi itu semua," papar pria yang akrab disapa Kak Seto ini.
Menanggapi munculnya dukungan dari beberapa publik figur yang datang langsung menemui korban, menurutnya, ada kemungkinan hal itu dapat membuat korban merasa senang. Namun, jangan sampai dukungan tersebut justru menjadi senjata makan tuan. Maksud awalnya baik tetapi justru malah menyudutkan korban.
"Mohon dengan hormat tidak menyebarkan wajah korban. Meski keluarga korban mengizinkan, mohon kepada keluarga korban, kita semua para pihak yang sayang kepada korban, yuk lindungi korban untuk tidak mengekspos identitas dan sebagainya," imbau Kak Seto.
Seperti diketahui, memang beberapa hari terakhir kasus yang menyita perhatian banyak pihak ini mengundang simpati sejumlah publik figur. Para selebgram dan YouTuber tak ketinggalan memberikan dukungan, misalnya Atta Halilintar dan Ria Ricis. Keduanya rela datang ke Kota Pontianak untuk menemui korban.(bar)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Kasus Audrey, Arie Untung: Sekeren apa sih Cowok itu?
Redaktur & Reporter : Soetomo