JAKARTA - Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) menepis anggapan jika usulan Pemilihan Gubernur (Pilgub) oleh DPRD dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada karena Partai Demokrat menguasai kursi di DPRD ProvinsiIde pemilihan Gubernur oleh DPRD yang tertuang dalam RUU Pilkada itu semata-mata demi perbaikan sistem dan efisiensi.
Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Pada Direktorat Jendral Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Kemendagri, Dodi Riatmaji, menyatakan bahwa usulan Pemilihan Gubernur oleh DPRD itu sudah melalui kajian yang panjang dan menampung masukan dari banyak kalangan
BACA JUGA: Demokrat Bantah Intervensi ke KPK
"Jadi kami tidak melihat profil DPRD-nya tentang siapa yang punya kursi terbanyak," ujar Dodi dalam diskusi bertema "Gubernur, Siapa yang Pilih?" di Kantor DPP PKB di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (30/1).Dalam diskusi yang dihadiri pengamat politik dari Universitas Airlangga Kacung Marijan, anggota Komisi II dari PKB Malik Haramain dan dipandu mantan asisten pribadi Gus Dur, Bambang Susanto itu, Dodi juga menyinggung tentang syarat minimal 15 persen kursi DPRD untuk dapat mengusung calon
"Angka 15 persen itu masih debatable
BACA JUGA: Demokrat Tak Mau Recoki SBY soal Freddy Numberi
Ada juga kemungkinan usulan calon diusung oleh fraksiDitambahkan pula, salah satu pertimbangan Pemilihan Gubernur oleh DPRD karena kewenangan provinsi sangat terbatas
BACA JUGA: Gubernur Dipilih DPRD, Kekuasaan Rakyat Bakal Dibajak
Selain itu, posisi Gubernur juga tidak berhubungan langsung dengan masalah layanan publik. "Kewenangan provinsi itu terbatasJadi apa manfaatnya orang yang tak bersentuhan langsung dengan layanan publik tapi dipilih dengan biaya mahal?" ucapnya.Dodi lantas mengutip diskusi antara Mendagri Gamawan Fauzi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MDDituturkannya, Ketua MK Mahfud MD setuju dengan pemilihan oleh DPRD karena alasan moral dan untuk meminimalkan politik uang"Pak Mahfud bilang, kalau pemilihan oleh DPRD dan ada moral hazard, maka yang rusak DPRD-nya sajaMasyarakatnya tak ikut-ikutan rusak moral karena money politic," tandasnya.
Namun pengamat politik Kacung Marijan tak sependapat dengan alasan yang disodorkan DodiKacung menyatakan bahwa masalah politik uang bisa ditekan asalkan aturan dan hukum ditegakkan secara konsisten
Meski sependapat dengan prinsip efisiensi, namun Kacung menegaskan bahwa hal itu jangan sampai melanggar esensi demokrasiSebab, efisiensi lebih pada persoalan pasar politik"Sedangkan demokrasi itu menyangkut keadilanIni beda, demokrasi itu masalah keadilan, termasuk dalam hal distribusi dan alokasi," ucapnya.
Kacung yang juga salah satu ketua di PBNU justru mengkhawatirkan munculnya pembajakan kekuasaan dari rakyat ke segelintir elit di DPRD jika pemilihan gubernur sampai dilakukan oleh DPRD. "Ada hijacking kekuasaan dari rakyat oleh DPRDBanyak kasus saat pilkada oleh DPRD, keinginan rakyat berbeda dengan keinginan elit politik ataupun politisi di DPRDKarena yang memilih DPRD, akhirnya yang jadi juga pilihan DPRD, bukan pilihan rakyatLegitimasinya pun beda," ucapnya.
Sedangkan Malik Haramain mengatakan, persoalan inefisiensi sebenarnya bisa disiasati dengan menggelar Pemilukada secara serentakIa mencontohkan Pemilukada di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang digelar serentak termasuk pemilihan gubernurnya
Menurut Haramain, ada lebih dari 20 kabupaten/kota di NAD yang menggelar Pemilukada bersamaan dengan Pemilihan Gubernur"Biaya yang dikeluarkan hanya sekitar Rp 38 miliarItu jauh sangat efisien," ucapnya seraya mengatakan, PKB lebih memilih Pemilihan Gubernur tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat, namun digelar secara serentak secara nasional.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat Takut Angket Dibelokkan ke Jalur Politik
Redaktur : Tim Redaksi