JAKARTA – Mulai hari ini, Komisi XI DPR mulai melakukan fit and proper test para calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)Namun komisi yang membidangi urusan keuangan itu diminta agar bersikap fair dan berani megambil tindakan tegas jika memang ada calon yang tidak memenuhi persyaratan maupun diragukan kredibilitasnya.
Pengamat hukum tata negara, Refly Harun mengatakan bahwa sejauh ini kesan yang muncul dalam seleksi anggota BPK adalah sebagai tempat bagi tokoh-tokoh yang hendak mencari pekerjaan setelah tidak memiliki jabatan lagi di lembaga politis maupun pemerintahan
BACA JUGA: Pasca Gempa, Pangalengan Krisis Air Bersih
Karena itu, kata Refly, calon-calon anggota BPK banyak juga yang berasal dari kalangan DPR sendiri terutama yang tidak terpilih lagi dalam pemilu legislatif 2009 lalu.“Jadi fenomena yang ada selama ini, memang masih banyak job seeker (pencari kerja) dan posisi itu menjadi bancaan anggota DPR
Disebutkannya pula, dari internal BPK juga saja ada beberapa nama yang mengajukan diri, termasuk nama-nama yang secara aturan sebenarnya bisa gagal karena terbentur aturan dalam dalam UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, yang mengharuskan calon tidak dalam posisi sebagai pejabat pengelola anggaran minimal dua tahun
BACA JUGA: Akibat Gempa, Pabrik Susu Pangalengan Merugi
Menurut Refly, aturan tersebut seharusnya ditegakkan agar seleksi BPK bukan sekedar formalitas belaka karena calon terpilihnya biasanya sudah ditentukan jauh-jauh hari sebelumnya.Namun Refly juga meminta agar aturan yang mengharuskan calon sekurang-kurangnya dia tahun tidak menjadi pejabat pengguna anggaran juga diterapkan bagi anggota DPR yang ikut seleksi
BACA JUGA: Makan Beling untuk Ganyang Malaysia
Bagaimana mau fair kalau mereka melakukan fit and proper tes terhadap teman-teman sendiri,” ucapnya.Calon anggota BPK dari pejabat karier di BPK yang ikut seleksi antara lain Soekoyo (Auditor/Eselon I), Dharma Bhakti (Sekjen BPK/Eselon I), Baharuddin Aritonang (Angota BPK), Syafri Adnan Baharudin (Auditor /eselon I), J widodo Hario Mumpuni (Auditor/eselon I), Zindar Kar Marbun (eselon II), Gunawan Sidahuruk (eselon II), Surachmin (Pejabat Fungsional) EkoSembodo (eselon II), Hasan Bisri (anggota BPK), Fachry Alusi (Eselon I) dan Daeng M NAzier (eselon I)Sedangkan calon yang berasal dari anggota DPR antara lain Ali Masykur Musa (FPKB), T Muhammad Nurlif (FPG), Endin AJ Soefihara (FPPP), Achmad Hafiz Zawawi (FPG), Rizal Djalil (FPAN), M Yunus Yosfiah (FPPP), Lalu Misbach (FPKB), serta Nursanita Nasution (FPKS)
Refly juga mengingatkan agar jangan sampai Komisi XI DPR mengikuti jejak Komisi III DPR yang salah memilih Antasari Azhar sebagai pimpinan KPK“Artinya, kalau memang ada yang kredibilitasnya diragukan, seiapapun itu, harus dicoret,” tandasnya.
Bahkan Refly mengkhawatirkan, BPK yang memiliki posisi strategis karena pemeriksaan keuangan tidak hanya ada di pusat tetapi juga di daerah, bisa saja diselewengkan“BPK itu bisa memilih-milih item yang diauditArtinya, jangan sampai itu dimanfaatkan untuk melakukan audit atas dasar pesanan untuk menakut-nakuti apalagi mejadikan pihak yang diaudit sebagai ATM,” cetusnya.
Sementara salah satu calon anggota BPK, Bahrullah Akbar, mengakui bahwa posisi BPK memang sangat strategis. Menurutnya, ada tiga tugas BPK sesuai UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, yaitu pelaksanaan Audit Keuangan dan Kepatuhan (AKK), Audit Kinerja (AK) dan Audit Tujuan tertentu, “Selama kepemimpinan lima tahun Pak Anwar Nasution, BPK telah memberi pondasi pelaksanaan Audit Keuangan dan Kepatuhan,” ujarnya.
Meski demikian, kata Bahrullah, Audit Kinerja juga perlu ditekankan untuk menghilangkan kesan BPK masih cenderung normatif dalam melakukan pemeriksaan“Kesannya kan selama ini BPK tidak melihat faktor eksternal yang dinamis,” cetus Bachrullag yang bersama Profesor Mardiasmo (kini Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu) mendirikan kompartemen akuntan sektor publik di Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) ini.
Menyinggung soal Audit untuk tujuan tertentu, Bachrullah yang juga pernah menjadi auditor di BPK itu menilai audit tersebut juga perlu dikordinasikan dengan pihak lain seperti KPK dan BPKP“Tujuannya juga untuk pencegaham, penertiban administrasi dan duplikasi audit,” cetusnya
Dia mencontohkan, dalam kasus audit Bank Century misalnya, BPK memang perlu melakukan upaya represif dengan melibatkan KPK“Artinya, audit itu seharusnya atas inisiatif BPK, bukan karena permintaan KPK, agar tidak ada lempar tanggungjawab dikemudian hari,” cetusnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sarjana Turun Desa Dimodali Rp350 Juta
Redaktur : Tim Redaksi