jpnn.com - SULAWESI Tenggara merupakan provinsi yang punya potensi perikanan yang melimpah. Jalha, seorang nelayan di Kabupaten Kolaka, telah merasakan kekayaan laut Bumi Anoa. Sekali melaut, bisa meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah.
Zulfadli Nur - Kolaka
BACA JUGA: Wendi, Pemuda Ganteng yang Disandera Abu Sayyaf Itu...
Sinar mentari cukup terik. Jarum jam baru menunjuk pukul 13.00 Wita, Minggu (27/3). Tiga unit kapal nelayan mulai sandar di Tempat Pelelangan Ikan, Jalan Udang, Kelurahan Kolakaasi Kabupaten Kolaka. Mereka baru saja kembali setelah beberapa malam mencari ikan di laut.
Tanpa komando, puluhan warga berbondong-bondong mendekati kapal nelayan tersebut. Ada yang membawa ember, ada pula yang mendorong gerobak.
BACA JUGA: Keren Abis! Kakek 12 Cucu Ini Keliling Indonesia Pakai Sepeda
Mereka adalah para penjual ikan yang menadah hasil tangkapan para nelayan. Transaksi berlangsung cukup singkat. Tak cukup satu jam, hasil tangkapan para nelayan itu laris manis.
Saat proses transaksi berlangsung, seorang pria muncul dan tampil mengawasi. Belakangan diketahui, pria itu bernama Jalha. Dia-lah pemilik tiga unit kapal yang baru berlabuh itu.
BACA JUGA: Demi Raup Uang, Warga Masih Hidup Dilaporkan Mati
Sedangkan nelayan-nelayan itu merupakan anak buahnya yang menggunakan kapalnya untuk mencari ikan. Setelah menuntaskan transaksi jual beli, tanpa menunggu komando dari Jalha, para nelayan itu langsung membersihkan kapal masing-masing.
Jalha mulai bercerita tentang bisnisnya itu. Pria berusia 44 tahun itu merupakan lulusan perguruan tinggi agama yang bergelar Sarjana Agama (S.Ag).
Meskipun mengantongi ijazah sarjana, Jalha lebih memilih menjadi nelayan ketimbang berburu nomor induk pegawai dan mengabdi sebagai PNS. "Saya lebih tertarik meneruskan usaha orang tua," ujar pria yang akrab disapa Tato itu.
Dengan membuka usaha sendiri, Tato merasa lebih leluasa. Ketimbang harus menjadi PNS dan terikat dengan peraturan-peraturan Pegawai Negeri Sipil, ia merasa lebih bebas jika menjadi nelayan.
Apalagi pendapatannya tak kalah dengan gaji PNS. "Sekali melaut, bisa dapat tujuh ton. Paling sedikit, tiga ton," katanya.
Jenis ikan incaran para ABK yang bekerja di kapal Jalha yakni cakalang. Area pencarian ikan terkadang memasuki laut lepas. Hasil tangkapannya itu dibandrol dengan harga Rp 16 ribu hingga Rp 20 ribu per kilogram (kg). "Kalau dapat tujuh ton, berarti bisa mendapatkan Rp 112 juta," ujarnya.
Jalha lebih santai melakoni usahanya. Anggotanya turun melaut saat cuaca bersahabat. Jika cuaca kurang mendukung, mereka lebih memilih istrahat.
"Selain memikirkan keselamatan anggota saya, ya juga pikir-pikir soal untung ruginya," katanya.
Masra, istri Jalha menambahkan, untuk biaya operasional juga memerlukan modal yang cukup besar. Setiap kapal membutuhkan biaya Rp 20 juta sekali berlayar. "Rp 20 juta itu untuk bahan bakar, konsumsi dan sebagainya. Setiap kapal terdiri dari 14 ABK. Jadi kalau kita dapat hanya satu ton sekali berlayar, kita rugi," ungkapnya.
Usaha awalnya hanya bermodalkan satu kapal warisan dari orang tua Jalha. Usaha mereka berkembang dan berhasil membeli satu unit kapal lagi.
Sedangkan kapal yang ketiga diperolehnya dari bantuan Pemda Kolaka melalui Dinas Kelautan dan Perikanan. Dimana ia mendapatkan bantuan berupa dana untuk pembuatan kapal. Sehingga kini ia memiliki tiga buah kapal.
Saat ini, Pemda Kolaka di bawah kepemimpinan Ahmad Safei-Jayadin memiliki sembilan program prioritas dalam menyejahterakan masyarakat.
Salah satu poin dari sembilan program itu adalah perbaikan struktur ekonomi rakyat melalui pemenuhan kebutuhan nelayan berupa bantuan kapal, alat tangkap, dan bantuan modal produksi kepada petani tambak. Jalha adalah salah satu penerima manfaat program tersebut. (*/b/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Batas, Sepia Pasang Tarif Rp 300 Ribu Short Time
Redaktur : Tim Redaksi