Pimpinan MPR Terima Pandangan dan Sikap Resmi MUI Terkait Amendemen UUD 1945

Selasa, 03 Desember 2019 – 20:36 WIB
Pimpinan MPR Hidayat Nur Wahid, Jazilul Fawaid dan Fadel Muhammad menyambangi Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Selasa (3/12). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Pimpinan MPR Hidayat Nur Wahid, Jazilul Fawaid dan Fadel Muhammad dengan didampingi Sekretaris Jenderal MPR RI Ma'ruf Cahyono menyambangi Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Selasa (3/12).

Kegiatan ini melanjutkan Silaturahmi Kebangsaan yang digelar Pimpinan MPR RI ke berbagai elemen bangsa antara lain, pimpinan parpol, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan tokoh bangsa dalam rangka serap aspirasi terkait rekomendasi MPR periode lalu tentang amendemen terbatas UUD 1945.

BACA JUGA: Bersilaturahmi ke MUI, MPR Serap Aspirasi Soal Amendemen UUD 1945

Pertemuan silaturahmi yang digelar di Aula Gedung MUI, Jakarta Pusat tersebut dihadiri para Dewan Pimpinan MUI antara lain Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi KH. Abdullah Jaidi, Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan H. Basri Bermanda, Sekretaris Jenderal H. Anwar Abbas, Wasekjen Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat KH. Tengku Zulkarnain.

Kepada para Pimpinan MUI, HNW menyampaikan bahwa kegiatan tersebut, sudah dimulai sejak sebelum pelantikan Presiden RI hingga saat ini.

BACA JUGA: Fadli Zon: Diskursus Amendemen Konstitusi Muncul Karena Pemerintah Gagal

“Sesungguhnya hal tersebut, bertujuan juga untuk melanjutkan tradisi MPR sebagai lembaga permusyawaratan rakyat. Jadi, kami ingin bermusyawarah dalam segala hal terkait kenegaraan kita itu tidak hanya di dalam atau secara internal, tetapi kami juga ingin melibatkan elemen-elemen bangsa dengan mendatangi langsung masyarakat, melakukan serap aspirasi,” katanya.

Bagi HNW, Silaturahmi Kebangsaan sekaligus serap aspirasi kepada elemen-elemen bangsa terutama seputar amandemen terbatas UUD 1945, kini menjadi begitu sangat penting. Sebab, saat ini wacana amandemen tersebut telah menjadi pembicaraan hangat di tengah-tengah masyarakat, dan ternyata memunculkan banyak persepsi serta pemikiran-pemikiran baru yang mesti disikapi secara bijak.

BACA JUGA: Kabar Baik Bagi Penderita Penyakit Jantung Koroner, Tidak Perlu Pasang Stent

Hal tersebut diamini Jazilul Fawaid.  Jazilul mengungkapkan, pembahasan tentang amandemen di tengah masyarakat telah melebar kemana-mana dan harus difokuskan kembali sesuai rekomendasi awal yakni tentang amandemen terbatas UUD 1945 juga tentang GBHN atau haluan negara.

“Tetapi itulah demokrasi. Aspirasi setiap warga negara Indonesia harus dihargai, walaupun satu sama lain saling berbeda. Itulah mengapa MPR berkeliling menemui elemen-elemen bangsa, untuk bermusyawarah perihal tersebut, meminta masukan dan pemikiran.  Lalu, masukan-masukan tersebut akan disimpan serta menjadi bahan kajian yang dalam di MPR, yang kemudian melalui proses ketatanegaraan yang sudah ditetapkan akan keluar berbentuk suatu keputusan dan kebijakan,” terangnya.

Merespons hal tersebut, H. Basri Bermanda mewakili MUI mengatakan bahwa Dewan Pimpinan MUI sangat mengapresiasi lembaga MPR yang secara terbuka datang bersilaturahmi serta bermusyawarah dengan MUI tentang wacana kenegaraan yang sangat penting tersebut. 

Adapun pandangan dan dan sikap resmi MUI terkait amandemen terbatas UUD 1945, diutarakan Basri ada beberapa 6 poin yakni, Pertama, MUI mengharapkan wacana amandemen konstitusi hendaknya oleh MPR, dipertimbangkan terlebih dahulu dengan matang, mendalam, penuh kehati-hatian dan memperhatikan berbagai aspirasi kelompok masyarakat dan parpol.

Kedua, Apabila MPR tetap akan melaksanakan perubahan, maka MUI dapat memahami hal tersebut, sepanjang agendanya terbatas hanya terkait masuknya GBHN menjadi kewenangan MPR. Namun, dengan tetap mempertahankan sistem pemerintahan Presidensial dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat.

Ketiga, MUI menilai perubahan UUD NRI Tahun 1945 yang telah dilakukan pada awal era reformasi (1999-2002) telah menghasilkan berbagai keputusan yang sangat fundamental dan telah sesuai dengan semangat serta merupakan wujud tuntutan reformasi. Berbagai perubahan konstitusi tersebut telah memberikan dasar hukum yang sangat kuat bagi terwujudnya penyelenggaraan negara yang demokratis, nomokratis dan modern pada masa datang.

Keempat, MUI menegaskan, hasil-hasil perubahan konstitusi tetap dipertahankan.  Dalam konteks itu, MUI menghendaki agar tetap dipertahankan ketentuan konstitusi antara lain: Masa jabatan Presiden dan Wapres maksimal dua periode, Pemilihan Presiden dan Wapres secara langsung oleh rakyat, dan Kedudukan lembaga negara yang sejajar serta setara.

Kelima, Menjadi tugas dan tanggung jawab semua lembaga negara dna penyelenggara negara serta semua komponen bangsa untuk melaksanakan konstitusi secara istiqamah dan optimal agar terwujud kehidupan kebangsaan dan kenegaraan sesuai cita-cita konstitusi.

Keenam, MUI mendorong kiranya MPR terus meberikan sumbangsih terbaik dan peran optimalnya untuk mengawal Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika menuju terwujudnya cita-cita berdirinya negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD.

Di sesi akhir, Dewan Pimpinan MUI menyerahkan naskah tertulis resmi Pandangan dan Sikap MUI tersebut kepada Pimpinan MPR RI.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler