"Terungkap, penyerapan anggaran belanja tahun 2010 ini hanya berkisar 68,2 persen, dari 100 persen pagu anggaran
BACA JUGA: Rizal: Perekonomian Saat Ini Berpihak pada Neolib
Pencapaian tersebut jelas lebih rendah dibandingkan tahun lalu yakni 70,7 persen," kata Ketua F-PKB di MPR, Lukman Edy, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/12).Pagu APBN 2010 ini, kata Lukman Edy, antara lain sekitar Rp 46 triliun berasal dari utang luar negeri, serta sekitar Rp 66 triliun bersumber dari surat utang negara (SUN)
"Data Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan menunjukkan, selama semester pertama 2010, masih terdapat USD 12 miliar atau setara dengan Rp 108 triliun, utang luar negeri (yang) belum dicairkan
BACA JUGA: Gaji PNS Naik, Bantuan Sosial Turun
Tahun 2010, utang jatuh tempo mencapai Rp 34 triliunKegagalan pemerintah dalam menyerap utang luar negeri itu, menurut Lukman lagi, sangat merugikan keuangan negara, karena akan membuat jumlah utang terus meningkat, sekaligus juga kerugian membayar commitment fee meskipun utang luar negeri tersebut tak jadi ditarik oleh pemerintah
BACA JUGA: Tahun Depan Bayar Utang Rp 115 T
"Hingga akhir November 2010, tercatat dari total pinjaman luar negeri (sebesar) Rp 54,07 triliun atau USD 5,88 miliar, yang ditarik baru Rp 28,88 triliun (USD 3,14 miliar), atau hanya 53,4 persennya", imbuhnya.Melihat beban ekonomi pada tahun 2011 mendatang, lanjut Lukman, salah satu tindakan internal yang harus segera dilakukan pemerintah adalah memperbaiki manajemen pengelolaan APBN/APBD, hingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin kuat, berkesinambungan dan menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tahun 2011 nantinyaSementara, terhadap derasnya arus modal asing yang masuk ke Indonesia, F-PKB meminta pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mewaspadai kemungkinan terjadinya perang kurs (currency war), akibat kebijakan pelonggaran moneter oleh Amerika Serikat (AS) serta tekanan inflasi yang akan terus berlanjut di tahun 2011.
"Dalam konteks investasi, sebaiknya pemerintah mengarahkan arus modal asing (capital inflow) lebih banyak masuk ke investasi portofolio, yang bisa diserap ke sektor riilSehingga ancaman hot money dan bubble economic bisa dihindari," saran Lukman Edy pula.
Hal penting lainnya yang juga menjadi sorotan PKB, adalah soal ancaman terhadap deindustrialisasi di Indonesia"Deindustrialisasi menyebabkan penyerapan tenaga kerja semakin rendahUntuk itu, pemerintah harus konsisten dalam penerapan insentif fiskal bagi industri, dan juga melakukan perbaikan kebijakan di bidang energi dan infrastruktur, untuk memenuhi kebutuhan energi industri nasional seperti gas dan batu bara, serta penyediaan infrastruktur yang berkualitas untuk memperlancar arus perdagangan," papar Lukman.
Terakhir, Lukman menuturkan bahwa F-PKB mendesak agar peran negara dalam membangun dan memperkokoh perekonomian nasional harus dipertegas kembali, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 yang bertujuan agar pembangunan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bisa terwujud"Untuk itu, segala praktek privatisasi yang bisa merugikan negara harus bisa dihindariSeperti (misalnya) privatisasi untuk BUMN-BUMN yang sangat strategisHal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 2, yaitu bahwa 'Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara'," ungkapnya pula.
Sementara itu, Ketua F-PKB di DPR, Marwan Ja'far menambahkan, bahwa diharapkan agar pemerintah ke depan jangan hanya fokus mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi semata"Memperhatikan kesejahteraan rakyat, seperti yang diamanatkan (dalam) Preambule UUD 1945, yaitu 'negara bertanggung jawab untuk menyejahterakan rakyatnya' juga harus dapat prioritas," pungkasnya(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaji PNS Naik, Anggaran Belanja Pegawai Membengkak
Redaktur : Tim Redaksi