jpnn.com - SURABAYA - Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Airlangga Pribadi Kusman mengomentari keputusan Partai NasDem menempatkan Anies Baswedan berpasangan dengan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di Pemilihan Presiden 2024.
Menurut Airlangga, PKB memang kuat di Jawa Timur, hanya saja Cak Imin menurutnya belum punya daya tarik.
BACA JUGA: SBY Sebut Demokrat Kemungkinan Besar Punya Haluan Baru Setelah Anies Pilih Cak Imin
Meski demikian, masuknya nama Cak Imin dapat mengubah pola pencitraan Anies sebagai kandidat presiden di Pemilu 2024.
"Dengan masuknya Cak Imin yang merupakan ketua umum partai pendukung Presiden Joko Widodo sebagai calon wakil presiden (cawapres) ke koalisi Anies Baswedan, maka akan mengubah pencitraan koalisi tersebut," ujar Airlangga di Surabaya, Jumat (1/9).
BACA JUGA: AHY Ternyata Telah Membalas Surat Anies
Dia menilai masuknya Cak Imin membuat adanya polemik di internal Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP).
Karena selama ini pendukung Anies terlihat militan dalam mengambil posisi berbeda dengan Pak Jokowi.
BACA JUGA: Anies Berduet dengan Cak Imin, Ketua Demokrat Riau: Banyak Masyarakat Kecewa
Dalam hal ini ke depannya tentu akan berhadapan dengan massa pendukung PKB yang dekat dengan pemerintah.
"Artinya, harus ada political effort dari internal partai tersebut untuk mengharmonisasi arah politik yang diusung kandidat tersebut," ucapnya.
Menurut Airlangga, PKB cukup kuat di Jatim.
Kendati demikian, figur Cak Imin belum punya kekuatan yang menjadi daya tarik bagi konstituen terutama warga Nahdiyin di Jatim.
"Kemampuan mendongkrak ditentukan penyesuaian internal dalam pasangan tersebut."
"Pendukung harus menyesuaikan, ketika kekuatan utama dari cawapres partai dan karakter politik dan pendukungnya tidak kontradiktif dengan Jokowi. Kemampuan itu yang menentukan," katanya.
Dia mengatakan masuknya Cak Imin ke KPP yang mengusung Anies Baswedan karena efek dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang dibangun partai-partai pendukung Prabowo Subianto.
Dengan masuknya Partai Golkar dan PAN, kata dia, menunjukkan bahwa Koalisi Indonesia Maju menunjukkan bahwa koalisi tersebut gemuk.
Partai-partai ini saling bersaing untuk menjadikan figur yang ditampilkan jadi cawapres.
Pada awalnya Cak Imin, kemudian Airlangga Hartarto dan PAN yang mengusung Erick Thohir.
"Koalisi ini besar, tetapi memunculkan bibit-bibit pertarungan memperebutkan cawapres."
"Ketika proses ada perubahan berlangsung, Cak Imin kemudian bergeser ke Anies Baswedan," ujarnya.
Di sisi lain, dengan munculnya Cak Imin ada konflik baru yang cukup keras dari Partai Demokrat yang selama ini ingin menduetkan Anies Baswedan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Demokrat bisa jadi keluar menyeberang di Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto."
"Kalau tidak, kerasnya statement hari ini hanya sementara saja. Pada akhirnya harus menyesuaikan realitas politik," ucapnya.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengatur pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI.
Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara. (Antara/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perubahan Nama Koalisi Prabowo Bukan Penyebab Kaburnya PKB, Hmm...
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang