jpnn.com, JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) melakukan evaluasi 2017 dan proyeksi kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla 2018. Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan evaluasi bukan untuk mencari-cari kesalahan apalagi menjatuhkan.
Ada delapan catatan 2017 dan proyeksi tahun 2018 Fraksi PKS terhadap pemerintaha Presiden Jokowi-Jusuf Kalla. Pertama, ekonomi Indonesia belum menunjukkan perkembangan menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi masih bergerak rata-rata 5,0 persen per tahun. Jauh dari target pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 7,0 persen per tahun.
BACA JUGA: Refleksi 2017: Populisme Kanan dan Politik Identitas
Dengan melihat capaian pemerintah 2017, proyeksi target pertumbuhan 5,4 persen 2018 diprediksi sulit tercapai. “Untuk itu pemerintah harus kerja keras lagi tahun depan,” kata Jazuli, Sabtu (29/12).
Kedua, kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi pada gilirannya memengaruhi kemampuan pemerintah menekan persoalan sosial seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan. Jumlah penduduk miskin melonjak pada periode Maret 2017. “Praktis dalam tiga tahun terakhir ini angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi,” paparnya.
BACA JUGA: PPP Nilai Jokowi Piawai Mengonsolidasi Kekuatan Politik
Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang rendah, diikuti dengan perlambatan peranan sektor-sektor penyerap tenaga kerja seperti sektor pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan. “Peranan sektor tradable terhadap pertumbuhan ekonomi semakin menurun karena minimnya stimulus pemerintah baik segi pembiayaan maupun nonpembiayaan,” ungkapnya.
Keempat, kebijakan belanja pemerintah yang difokuskan untuk pembangunan infrastruktur secara besar-besaran diprediksi belum akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian nasional 2018. Pemerintah harus bisa mengantisipasi belum beroperasinya proyek infrastruktur seperti jalan tol, jalur kereta api, bandara, pelabuhan, dan proyek lainnya. Sehingga hambatan konektivitas yang selama ini menganggu jalur perekonomian yang menjadi kendala pada tahun 2017, bisa segera diatasi.
BACA JUGA: PKS Dukung Benny K Harman di Pilgub NTT
Kelima, kinerja pemerintah dalam mengendalikan inflasi beberapa tahun terakhir belum konsisten. Hal ini menyebabkan peran inflasi dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional masih belum optimal. Target inflasi yang dicanangkan sebesar 3,5 persen akan sangat sulit tercapai dalam tahun 2018.
Keenam, pemerintah masih saja mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat yang kemudian berdampak terhadap perekonomian secara langsung maupun tidak.
Satu yang paling nyata adalah kenaikan harga barang yang diatur pemerintah seperti BBM, listrik, dan biaya administrasi seperti pengurusan STNK, termasuk kebijakan perpajakan yang memberatkan.
Ketujuh, sektor fiskal turut memunculkan kekhawatiran karena tingginya defisit dan beban utang. Padahal, Indonesia baru saja memperoleh investment grade sebagai apresiasi terhadap pengelolaan fiskal sehat. Tantangan sektor fiskal mengarah pada sulitnya menggenjot pendapatan, khususnya sektor perpajakan di tengah-tengah kebijakan belanja infrastruktur yang terus melonjak.
“Hal ini menyebabkan kenaikan utang yang cukup tinggi, sehingga membebani kondisi fiskal pemerintah ke depan,” ungkap Jazuli.
Kedelapan, tidak bisa dilupakan bahwa 2018 dan 2019 adalah tahun politik. Risiko politik yang terdapat dalam Pilkada Serentak di 171 daerah akan berdampak terhadap stabilitas keamanan dan ketertiban. “Pemerintah harus bisa menjamin pelaksanaan Pilkada tersebut berjalan dengan lancar dan tertib," kata anggota Komisi I DPR ini.
Dengan seluruh catatan evaluasi di atas, Fraksi PKS berharap di sisa pemerintahan Jokowi-JK yang tinggal dua tahun akan ada perbaikan signifikan. "Pemerintah harus bekerja keras untuk itu," tuntasnya.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tolak Usung Deddy Mizwar, PKS Beri Ruang Bagi Demokrat
Redaktur & Reporter : Friederich