PKS Yakin Masih Dipilih Publik

Minggu, 01 Desember 2013 – 06:16 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Berbagai survei publik tidak pernah menempatkan parpol dengan ideologi agamis untuk bisa bersaing dengan parpol nasionalis.  Meski elektabilitas parpol agamis saat ini masih rendah, nampaknya masih ada optimisme dari mereka untuk bisa bersaing meraih target yang mereka pasang.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini menyatakan, momentum pemilu 2014 sudah bukan jamannya memisahkan parpol agamis dengan nasionalis. Ideologi agamis dengan nasionalis diciptakan di era sebelumnya, yang bertujuan untuk melanggengkan kekuatan politik.

BACA JUGA: Bank Indonesia Warning Kemenag

"Pemilih tidak akan melihat parpol agamis atau nasionalis," ujar Jazuli dalam diskusi bertajuk 'Nasib Parpol Nasionalis dan Parpol Agamis di Pemilu 2014' di Jakarta, Sabtu (30/11)

Menurut Jazuli, publik lebih cenderung ingin melihat apakah parpol mampu menawarkan solusi bagi permasalahan bangsa. Apalagi, posisi pemilih saat ini tidak didominasi oleh pemilih di era orde baru, karena sudah menghadirkan sejumlah kaum muda sebagai pemilih pemula.
   
"Empat persen pemilih adalah anak muda," ujar Jazuli. Dalam hal ini, Jazuli berharap akan ada fakta yang berbeda dibandingkan hasil survei. "Karena mindsetnya anak muda tidak pernah terpolarisasi sebelumnya," ujarnya menambahkan.

BACA JUGA: Masuk Nominasi Capres PKS, Gatot Jagokan Tokoh Lain

Posisi PKS saat ini berbeda dengan persiapan di pemilu sebelumnya, akibat kasus hukum yang menjerat mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Jazuli menilai, musibah yang dialami PKS itu juga dialami oleh partai lain.

"Saya kira semua partai sedang mengalami musibah. Bagi PKS, musibah ini ibarat kena cuaca buruk saat naik pesawat. Namun pesawatnya tidak boleh turun, karena pasti nanti akan ada cuaca cerah menanti di depan," ujarnya.

BACA JUGA: Ibas Kunjungi Batam Pos

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy menilai, ideologi masing-masing partai tidak akan menjadi faktor penentu pilihan publik. Dengan fakta bahwa 68 persen pendidikan masyarakat Indonesia adalah menengah kebawah, maka tidak relevan untuk membahas ideologi.

"Yang terpenting adalah bagaimana membuat kenyang dan senang," ujar Romi -sapaan akrab Romahurmuziy.

Namun, Romi menilai masih ada tantangan atas posisi parpol agamis. Ini karena, parpol agamis yang tidak memiliki modal politik tinggi, akan sulit bersaing dengan sejumlah parpol nasionalis yang memiliki hubungan dengan media tv.

"83 persen masyarakat tidak melihat iklan, tapi melihat berita politik dari tv," ujarnya.

Namun, Romi dalam hal ini juga tidak terlalu khawatir. Karena meski gencar beriklan, ada juga fakta bahwa parpol tidak mampu meraih suara yang signifikan.

"Merujuk pada cara Obama, untuk maju sbg capres Demokrat, butuh 8 triliun. Yang dibutuhkan adalah PR company hebat berpadu figur hebat, ujarnya mengingatkan.

Media, lanjut Romi, memiliki pengaruh kuat dalam merubah persepsi publik. Dirinya menilai harus ada mekanisme yang tegas untuk mengatur netralitas media dalam kampanye politik parpol. "Karena itu, media jangan dijadikan politisasi," tandasnya.

Pengamat politik Heri Budianto menilai, fenomena parpol nasionalis yang mampu menguasai tiga besar survei, bukan hal yang mengagetkan. Menurut Heri, sudah saatnya semua parpol memanfaatkan semua potensi untuk bisa berkomunikasi dengan pemilih.
   
"Pemahaman politik anak muda saat ini berdasarkan media," ujarnya memberi contoh.

Heri menilai, kondisi saat ini memaksa parpol agamis melakukan upaya yang lebih kuat, untuk bisa meraih simpati publik. Salah satunya, sebaiknya parpol agamis bersatu. Karena jika bertarung sendiri-sendiri, hal itu akan memberatkan parpol agamis.

"Sistem politik menunjukkan ada pergeseran sikap pemilih. Muncul pragmatisme, instanisme, ini yang harus dicermati," tandasnya. (bay)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Umat Hindu Harapkan Diwali Jadi Libur Nasional


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler