jpnn.com - Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta, menyampaikan kekecewaannya dalam sidang pleidoi terkait kasus dugaan korupsi timah yang menjeratnya.
Pernyataan tersebut Suparta ungkapkan saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya mengikapi tuntutan 14 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/12).
BACA JUGA: Kasus Bayi Tertukar di RSI Cempaka Putih Berawal dari Kejanggalan, Begini Ceritanya
Suparta merasa ironi dengan nasib yang dia alami setelah berniat membantu negara dalam sektor timah.
"Ini sial sekali hidup saya, bantu negara malah masuk penjara," kata Suparta.
BACA JUGA: Penganiayaan Dokter Koas, Ini Alasan Polisi Periksa Lady Aurellia dan Ibunya di Polsek, Oalah
Dia mengungkapkan bahwa keterlibatannya dalam kerja sama dengan PT Timah dimulai atas dorongan nasionalisme dan niat membantu Indonesia menjadi pemain utama dalam industri timah dunia.
Suparta mengaku sudah cukup dengan bisnis yang dimilikinya, tanpa kerja sama dengan PT Timah. Bahkan, secara hitungan matematis, tidak punya dampak apapun baginya jika Indonesia jadi pemain timah dunia atau bukan.
BACA JUGA: Motif Pembunuhan Siswi SMP di Serdang Bedagai Terungkap, Korban Juga Diperkosa
“Bisnis saya sudah tentram dan tidak ada ambisi apapun lagi. Buat saya sebenarnya tidak terlalu berpengaruh apakah Indonesia mau berperan atau tidak di timah dunia, secara hitungan logis tidak berpengaruh langsung untuk hidup saya,” lanjutnya.
Namun, karena kata bela negara, demi martabat Indonesia, jiwa nasionalismenya terpanggil. Meskipun, sebetulnya dia sudah mendapatkan banyak masukan dari sejawat perihal kerja sama dengan BUMN yang tidak menguntungkan.
“Kerjasama dengan BUMN tidak menguntungkan. Saya sudah sering mendengar cerita dari teman kalau berurusan dengan perusahaan BUMN, pada akhirnya kalau dihitung secara ekonomi hasilnya adalah merugikan kami para investor swasta,” ucapnya.
Dia juga mengungkapkan PT Timah tidak profesional dalam menjalankan kerja sama dengan keterlambatan pembayaran sehingga berdampak pada keuangan perusahaan dan jadwal pembayaran utangnya.
"Pembayaran telat berbulan-bulan melebihi janji dalam perjanjian. Alasannya karena cash flow PT Timah terganggu," ungkapnya.
Dia menjelaskan keterlambatan ini berujung pada kerugian besar yang dialami perusahaannya.
"Keuntungan ekspor dari produksi kami sendiri tergerus," tegasnya.
Parahnya lagi, kerja sama dengan PT Timah ini berujung pada masalah hukum yang membelit dirinya.
Padahal, tutur Suparta niat awalnya hanya ingin berkontribusi dalam mendorong industri timah Tanah Air tumbuh lebih besar.
Meski merasa dirugikan, Suparta tetap percaya bahwa Majelis Hakim akan memberikan keadilan dalam kasus ini.
"Saya pasrah bahwa Tuhan pasti memberikan yang terbaik. Hanya kepada Tuhan saya tidak ragu, dan Yang Mulia adalah perwujudan Tuhan di persidangan ini," tutup Suparta.
Dalam pleidoinya, Suparta juga menjelaskan kontribusi signifikan sektor timah bagi perekonomian Indonesia, khususnya Bangka-Belitung.
Menurutnya, kerja sama antara PT Timah dengan pihak swasta termasuk penggunaan CV telah memberi keuntungan besar bagi negara.
"Setiap bijih timah yang dikirim CV-CV ke PT Timah, semua pajak-pajaknya dibayarkan kepada negara, dan hasil pengolahan dikirim ke PT Timah untuk diekspor, yang menjadi keuntungan devisa negara," jelas Suparta.
Dia juga menyebutkan kontribusi sektor timah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi Bangka-Belitung hingga 7 persen, tertinggi secara nasional pada periode 2018-2020.
Selain itu, PT Timah juga dinobatkan sebagai eksportir timah nomor satu di dunia.
"Negara untung memperoleh pajak dan royalti, bahkan Provinsi Bangka-Belitung pernah mendapat penghargaan sebagai pembayar pajak tertinggi pada 2021," ujar Suparta.(mcr8/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Kenny Kurnia Putra