JAKARTA–Tak bayar tagihan, ya diputus! Itulah jawaban singkat dan tegas dari PLN atas ancaman sebagian pengusaha yang menuntut pemberlakuan kebijakan capping (batas atas)”Mekanismenya sudah paten
BACA JUGA: IHSG Tak Terpancing Data Inflasi
Jika tidak membayar sanksinya jelas, PLN berhak mencabutBACA JUGA: Pelanggan Melonjak, Laba XL Terdongkrak
Statemen itu dimaksudkan untuk merespons gertakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), melalui Ketuanya, Sofjan Wanandi, sebelumnya
BACA JUGA: Perusahaan Boros Energi Bakal Kena Sanksi
Para pengusaha tidak mau membayar tagihan listrik jika capping tetap dicabutMereka tetap menginginkan adanya batas atas dan batas bawah tarif listrik, sehingga penurunan dan kenaikan tarif bisa dibatasiNamun, suara keras Apindo itu tak menggoyahkan pendirian PLNMenurut Benny, penerapan capping telah memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 7/2010, tentang Tarif Tenaga ListrikLalu, keputusan pencabutan capping --yang hanya dinikmati oleh 9.771 industri itu--, juga menghindarkan PLN dari potensi melanggar UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
”Dari peraturan itu, jika PLN tetap memberlakukan capping, bisa dipersoalkan, karena tidak memiliki dasar hukumCapping juga juga akan menciptakan kecemburuan di kalangan pengusaha sendiriYang satu diproteksi dengan capping, yang lain kok tidak" PLN bisa dituding tidak adil, tidak fair, ada disparitas tarif, dan menjadi tidak sehatLagi pula, yang menikmati juga segelintir pengusaha saja,” jelasnya
Dia membeberkan, rata-rata harga listrik untuk pelanggan industri yang menikmati capping hanya Rp 674 per kWhCoba bandingkan dengan tarif murni tanpa capping, yang Rp 758 per kWh" Bila dirata-ratakan secara nasional untuk semua pelanggan, harga listrik dengan menggunakan capping sebesar Rp 715 per kWh, lebih rendah dibandingkan dengan tanpa capping Rp 729 per kWh.
Benny Marbun juga menyebut, capping 18 persen itu hanya akan menambah pemasukan PLN Rp 155 M per bulanJika dibandingkan dengan pendapatan total per bulan Rp 10 Triliun, maka angka 155 M itu tidak signifikanAtau dalam setahun Rp 120 Triliun, dibanding dengan 1,8 Trilian, tidak sampai 2 persenBukan angka yang spektakuler”Tetapi masalahnya lebih serius jika tidak dicabut, karena hanya dinikmati segelintir orangKarena itu negara ikut dirugikan, dan kebijakan itu tidak ada dasar hukumnya,” papar Benny
Anggota Komisi VII DPR Achmad Riyaldi juga menyayangkan sikap eksekutif yang terkesan saling lempar tanggung jawab, bahkan cenderung memojokkan PLNIa juga heran seribu heran, seolah Kementerian ESDM tidak mengetahui rencana penghapusan capping TDL industriApalagi secara hirarki, PLN berada adalam wilayah koordinasi Kementerian ESDM
Hal serupa juga dituturkan, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PAN Muhammad SyafrudinDia menangkap kesan Kementerian ESDM menyalahkan PLN, tetapi tidak berbuat banyak untuk menuntaskan masalah iniSeolah mendiamkan perdebatan capping ini bergulir sendiri, dan selesai sendiri”Harusnya ini menjadi tanggung jawab bersama!” tandasnya
Seperti diketahui, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh beberapa waktu lalu mengatakan, tidak mengetahui atau menyetujui pelepasan capping“Sejauh ini belum ada pembicaraan dengan Komisi VIIMenteri ESDM belum dapat laporanCapping itu belum berubah, menteri ESDM belum menyetujui,” katanyaSikap kementerian yang bertanggung jawab atas energi dan sumber daya mineral itu pun belum bisa dibaca dengan tegas dan pasti
Karena itu, Dirut PLN Dahlan Iskan pun merasa terjepit terkait kebijakan capping TDL tersebutKarena, PLN harus mentaati dan melaksanakan UU APBN tahun 2011, serta UU Persaingan UsahaJika capping tidak dicabut, maka sejumlah industri akan mendapat tarif lebih murah dari harga umum industri sejenisDan ini berarti telah melanggar UU Persaingan Usaha yang dikontrol oleh KPPU.(lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Credit Line 150 Juta untuk BNI
Redaktur : Tim Redaksi