Perdana Menteri Australia Anthony Albanese membawa seluruh anggota kabinet utama dan pengusaha dalam kunjungan bilateral pertama setelah menjabat dengan mengunjungi Indonesia.

Dengan memilih Jakarta sebagai tujuan kunjungan bilateral pertama, PM Albanese mengikuti jejak yang sudah dibuat oleh pemerintah sebelumnya mengenai pentingnya hubungan dengan Indonesia bagi Australia.

BACA JUGA: Pemilik Bisnis di Kawasan Regional Australia Sangat Berharap Backpacker Segera Kembali

Namun kunjungan ini selain  memperkuat hubungan yang sudah erat dan solid selama beberapa tahun terakhir juga terjadi di saat kecemasan di kawasan meningkat karena Tiongkok.

Minggu lalu sehari setelah menjadi PM, Albanese terbang ke Tokyo untuk hadir dalam pertemuan Quad dengan pemimpin Amerika Serikat, Jepang dan India.

BACA JUGA: Pagi-pagi, Jokowi Sambut Kedatangan Orang Penting, Sepeda Khusus pun Dikeluarkan

Di Jakarta PM Albanese ditemani oleh Menteri Luar Negeri Penny Wong, Menteri Perdagangan Don Farrell dan Menteri Industri Ed Husic  dan belasan pemimpin bisnis termasuk dari perusahaan besar di Australia seperti Wesfarmers, Telstra dan Commonwealth Bank.

"Pemerintahan saya bertekad untuk membina hubungan yang lebih baik di kawasan Indo-Pasifik," kata PM Albanese sebelum keberangkatannya ke Jakarta hari Minggu.

BACA JUGA: PM Australia Mau Bertemu Jokowi, di Rombongannya Ada Petinggi Monash University

"Kunjungan awal dengan delegasi tingkat tinggi dari Australia menunjukkan kepada mitra kami di Indonesia pentingnya kami melihat hubungan ini.'

Pemerintahan Albanese mewarisi hubungan yang sudah solid dengan Indonesia yang sudah dibina oleh pemerintahan koalisi sebelumnya di bawah pimpinan PM Malcolm Turnbull dan Scott Morrison selama beberapa tahun terakhir.

Dua tahun lalu sudah tercapai persetujuan perdagangan bebas antar kedua negara namun pandemi selama dua tahun membuat kemitraan ekonomi kedua negara belum mencapai taraf maksimal.

Perjanjian perdagangan yang menghilangkan tarif dan meningkatkan perdagangan dan investasi di berbagai sektor ditandatangani di tahun 2019 namun baru diratifikasi oleh Indonesia ketika pandemi mulai terjadi di tahun 2020.

Indonesia yang menjadi tuan rumah G-20 tahun ini sekarang belum masuk dalam daftar 10 besar mitra dagang terbesar dengan Australia.

Ketika menjadi oposisi, Partai Buruh menuduh pemerintahan yang berkuasa, Partai Koalisi menelantarkan Indonesia dan sekarang berjanji memberikan bantuan senilai A$470 jua ke kawasan, dan juga bekerja sama dengan Jakarta guna membangun kemitraan di bidang infrastruktur dan cuaca senilai $200 juta. "Sekarang tergantung pada bisnis dan investasi Australia"

Professor Dewi Fortuna Anwar dari lembaga Research Centre for Politics di Jakarta mengatakan 'jalan untuk masuk ke hati Presiden Joko Widodo adalah melalui bisnis dan investasi".

Dan menurutnya, sekarang 'semua tergantung pada Australia untuk melakukannya".

Yang paling penting menurut Professor Dewi Fortuna sekarang adalah bagaimana hubungan pribadi yang dibina antara PM Albanese dengan Presiden Jokowi.

"Hubungan dan kebijakan selalu diwarnai dengan kepribadian," katanya.

 

"Kita sudah melihat hubungan pribadi yang hangat antara PM Malcolm Turnbull dan President Widodo dengan kunjungan mereka ke Pasar Tanah Abang.

"Hubungan pribadi seperti itu tampaknya tidak terjadi antara PM Scott Morrison dengan Presiden Jokowi."

Menurut Dewi Fortuna, Partai Buruhlah yang lebih banyak membina hubungan yang bagus dengan negara-negara di kawasan dibandingkan pemerintahan koalisi ketika mereka berkuasa.

"Selalu tampak bahwa perdana menteri dari Partai Buruh berusaha membuat usaha lebih guna lebih dekat dengan tetangga mereka di Asia," katanya.

 

Dan adalah Paul Keating ketika menjadi perdana menteri mengakui pentingnya untuk bekerja erat degan pemeritahan di Jakarta dengan mengatakan bahwa 'tidak ada negeri yang lebih penting bagi Australia selain Indonesia".

Dan kunjungan PM Albanese ke Indonesia pekan ini tampaknya menggambarkan hal tersebut.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi juga mengakui adanya pertanda bahwa pemerintahan Albanese akan memperkuat kerja sama Australia di kawasan.

Pekan lalu, Menlu Marsudi mengutip janji Menteri Luar Negeri Australia yang baru Penny Wong yang akan mengangkat 'utusan khusus' keliling bagi negara-negara ASEAN.

"Kalau anda melihat sejarah, Partai Buruh Australia sudah membangun hubungan dekat dengan negara-negara Asia, termasuk ASEAN," kata Retno menunjukkan bahwa harapan yang sama juga ditujukan kepada PM Albanese. Berbagai  masalah yang ada

Namun begitu, hubungan Australia dengan Indonesia sudah diwarnai dengan berbagai masalah seperti pelanggaran hak asasi manusia, masalah Papua, pemulangan pencari suaka yang tiba lewat lalu dan eksekusi Bali Nine.

Baru-baru ini Australia menimbulkan kekhawatiran di Jakarta dan Malaysia atas perjanjian AUKUS dengan Inggris dan Amerika Serikat soal pembangunan armada kapal selam nuklir.

Menlu Retno Marsudi pada waktu itu menyampaikan kekhawatiran mendalam soal 'berlanjutnya perlombaan senjata dan pengerahan kekuatan di kawasan".

Pernyataan itu mengacau pada persaingan yang terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok di kawasan Asia Tenggara di mana masih terjadi sengketa mengenai batas wilayah di Laut Tiongkok Selatan.

Indonesia sudah memprotes pengakuan Tiongkok atas wilayah maritim Indonesia dan juga mempermasalahkan pernyataan wilayah milik Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan, walau sejauh ini Indonesia tidak mengambil sikap yang terlalu keras.

Philips J Vermonte peneliti senior di lembaga pemikir CSIS Jakarta mengatakan Tiongkok akan menjadi 'masalah yang besar ' dalam pertemuan pertama antara PM Albanese dengan Presiden Jokowi.

"Kami tidak mau memilih ke pihak tertentu ketika kita berbicara mengenai Tiongkok atau Amerika Serikat," katanya sambil menambahkan bahwa Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Indonesia.

"Saya kira DNA negara-negara ASEAN adalah kami ingin menjadi kawasan terbuka yang bisa menerima siapa saja."

 

Tiongkok bukan satu-satunya masalah sensitif bagi PM Albanese untuk dibicarakan dalam kunjungan resmi pertama ke Indonesia tersebut.

PM Albanese akan kembali ke Indonesia bulan November untuk menghadiri KTT G-20 di Bali, yang sudah menimbulkan kontroversi dengan kemungkinan hadirnya Presiden Rusia Vladimir Putin.

Ketika ditanya apakah dia akan nyaman dengan kehadiran Putin, PM Albanese mengatakan dia 'tidak punya waktu' bagi invasi ilegal Rusia ke Ukraina namun juga mengatakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, juga diundang sebagai peninjau.

"Tentu saja mereka yang prihatin dengan  masalah HAM tidak akan nyaman duduk satu meja dengan Vladimir Putin," katanya.

"Saya mencatat bahwa President Zelenskyy sudah diundang untuk meninjau dalam pertemuan paling tidak lewat video, dan saya kira itu merupakan inisiatif penting yang dilakukan."

 

 

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News 

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Australia Disarankan Tetap Mengenakan Masker Menghadapi Penyebaran Flu di Musim Dingin

Berita Terkait