PN Depok Tidak Menerima Gugatan Warga Terhadap Lahan UIII

Kamis, 08 Desember 2022 – 21:22 WIB
Kuasa hukum Kementerian Agama (Kemenag) Mirsad di PN Depok. Dok: source for JPNN.

jpnn.com, DEPOK - Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok menggelar sidang putusan atas perkara gugatan warga Kampung Bojong-Bojong Malaka yang mengeklaim selaku pemegang girik atas beberapa bidang tanah di lahan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).

Dalam sidang yang digelar Kamis (8/12) itu, Majelis Hakim PN Depok menyatakan tidak mererima gugatan yang diajukan warga.

BACA JUGA: Kemenag Pastikan Penertiban Lahan UIII Terase I Sukses Tanpa Hambatan

Selain itu, hakim juga menjatuhkan sanksi terhadap para penggugat untuk mebayar biaya perkara.

“Dengan ini menyatakan, satu, gugatan para penggugat tidak dapat diterima. Dua, menghukum para penggugat untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp 15.295.000,” ujar hakim anggota Fausi.

BACA JUGA: Para Penggarap Diberi Waktu 3 Hari Mengosongkan Lahan UIII Secara Sukarela

Sementara kuasa hukum Kementerian Agama (Kemenag) Misrad menyebut penolakan gugatan itu sudah tepat. Sebab, objek perkara yang menjadi pokok masalah itu tidak jelas letak batas dan kepemilikannya.

“Bahkan di atas objek itu banyak orang lain yang mengeklaim sehingga pihak penggugat itu ketika mau melakukan sidang di lapangan tidak bisa menunjukkan batas-batas objeknya,” ujar Misrad dalam siaran persnya, Kamis.

BACA JUGA: Para Penggarap Diminta Segera Mengosongkan Lahan UIII

Sehingga, proses penertiban terhadap lahan UIII secara keseluruhan yang kini sertifikatnya atas nama Kemenag tersebut akan terus berlanjut sesuai rencana dan waktu yang sudah ditetapkan.

“Tetap berjalan, penertiban, pengosongan kepada mereka-mereka itu tetap akan kami lakukan sesuai dengan rencana dan jadwal yang sudah ditetapkan,” imbuh Misrad.

Gugatan perkara warga Kampung Bojong-Bojong Malaka yang teregestrasi dengan No.259/Pdt.G/2021/PN.Dpk, ini dilayangkan oleh Ibrahim bin Jungkir.

Adapun pihak-pihak yang menjadi tergugat di antaranya Kemenag dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Bantahan Koalisi Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMAT)

Warga Kampung Bojong Malaka bersama Koalisi Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMAT) memberikan hak jawab dan klarifikasi atas pemberitaan di atas.

Ketua LSM Kramat Syamsul Bachri Marasabessy mengakui pihaknya sudah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Depok dengan Nomor Perkara 259/Pdt.G/2021/PN.Dpk.

Dalam gugatan itu, pihaknya menggugat tujuh instansi pemerintah yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia atau dulunya Departemen Penerangan Republik Indonesia serta Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia.

Kemudian, Kementerian Agama Republik Indonesia, UIII, Kantor Pertanahan Kota Depok, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat, dan Kementerian ATR/BPN RI.

"Khusus Kementerian Agama Republik Indonesia dan UIII sehubungan tindakan mereka menguasai dan menggunakan tanah hak milik adat kepunyaan kami untuk membangun Proyek Strategis Nasional (PSN) kampus UIII,” ujar dia dalam siaran pers yang diterima JPNN.

Dia menyebut instansi pemerintah tersebut tidak memberikan uang ganti kerugian kepada pihak yang berhak yaitu warga Kampung Bojong Malaka, Kecamatan Sukmajaya sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum.

Syamsul pun memastikan pernyataan itu bukan mengada-ada. Sebab, mereka memiliki bukti sah dan valid terkait sejarah tanah, bukti surat, dan bukti saksi ditunjukan di hadapan hukum melalui sidang perkara No.259/Pdt.G/2021/PN.Dpk

"Semuanya sudah kami ajukan di hadapan sidang, dan para tergugat tidak bisa membantahnya,” ujar dia.

Selanjutnya perkara perdata No.259/Pdt.G/2021/PN.Dpk tersebut telah diputus Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok dengan amar putusan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard atau no).

"Faktanya perkara itu diputus dengan amar putusan tidak dapat diterima, tidak lantas dapat diartikan gugatan kami dinyatakan ditolak,” ujar Syamsul.

Menurut Syamsul, amar putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima denga ditolak dalam persfektif hukum acara perdata sangatlah berbeda maknanya. Bahkan, berbeda pula akibat hukumnya.

“Kalau amar putusan menyatakan gugatan tidak dapat diterima berarti gugatan tersebut cacat formil sehingga perlu diperbaiki dan boleh diajukan kembali oleh pihak penggugat dalam bentuk gugatan yang baru. Putusan tersebut belum menyentuh pokok perkara tetapi baru sampai kepada persyaratan formil mengajukan gugatan,” beber dia.

Kemudian untuk ongkos perkara sebesar Rp 15.295.000 itu bukanlah sebuah sanksi. Melainkan kewajiban sebagai pihak penggugat.

“Perlu kami sampaikan bahwa kewajiban kami untuk membayar uang Rp 15.295.000 bukanlah merupakan sanksi atas tidak diterimanya gugatan kami karena dianggap cacat formil, tetapi merupakan pembayaran biaya perkara yang harus kami bayarkan karena kami sebagai pihak,” ujar dia.

Dia menambahkan gugatan perdata itu ditolak bukan karena tidak jelas batas-batas dan kepemilikan tanah seperti klaim Mirsad, tetapi gegara kurang pihak tergugat.

"Jadi, penyebab gugatan tidak diterima karena kami tidak melibatkan orang yang ada dan menguasasi fisik tanah," ujar dia. (cuy/jpnn)

Catatan redaksi: naskah berita ini telah diedit ulang untuk koreksi.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menpora Amali Berharap UIII Lahirkan Tokoh Pemuda Berwawasan Global


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler