Pohan: Menteri Dikurangi, Punishment Untuk PKS

Kamis, 20 Oktober 2011 – 08:54 WIB

JAKARTA--Wakil Sekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengatakan berkurangnya kursi menteri PKS lantaran sikap politik politisi PKS sendiri yang tidak jelas sehingga berdampak pada pengurangan kursi menteriHal itu  merupakan bentuk punishment dari SBY terhadap PKS yang telah melanggar salah satu isi kontrak koalisi untuk mendukung pemerintahan baik di kabinet maupun di parlemen

BACA JUGA: Pencalonan PDIP di Pemilukada Mesuji Digugat ke MK



”Yang melanggar kontrak koalisi bukan Partai Demokrat, tapi PKS sendiri karena seringkali sikapnya di parlemen berlawanan dengan keinginan pimpinan koalisi
Kalau mau koalisi, koalisilah yang baik

BACA JUGA: PAN Berharap Patrialis Dapat Jabatan Bidang Hukum

Kalau mau jadi oposisi, oposisilah
Tapi, jangan dua kaki,” urai Pohan Rabu siang (19/10) di Jakarta.

Dia menambahkan, PKS tidak konsisten dalam menjalankan peran sebagai partai koalisi

BACA JUGA: Ical Setujui Fadel Direshuffle

PKS sering menyerang motor koalisi yakni Presiden SBY sendiri”Jadi PKS harus tahu kewajibannya jangan cuma tahu haknya di koalisiHal seperti ini buat partai Islam justru sangat tidak Islami,” kata Pohan dalam menanggapi pernyataan Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq yang akan mempertimbangkan PKS keluar dari koalisi karena SBY dianggap melanggar kontrak koalisi terkait power sharing.

Pohan berdalih, koalisi itu harus ada take and give dan kontrak politik itu bukan harga mati, tapi bisa diperbaruhi”Kontrak politik 2009 SBY untuk parpol-parpol koalisi dan bukan hanya untuk PKS saja, sudah diperbaruhi Maret 2011Itu pasca penggembosan PKS saat mafia pajakAngka 4 menteri yang ditagih PKS dari zaman lampau sampai detik ini, jelas tidak lagi relevan,” tegasnya.

Menurutnya, tidak ada yang tidak dapat diubah dan diperbaiki di dunia ini kecuali kitab suci”UUD 45 pun bisa diamandemen, apalagi kontrak koalisiKalau kita mengubah atau mengamandemen UUD apa UUD jadi melemah" Konstitusi menjadi lebih kuat setelah perubahan-perubahan  yang dilakukan,” katanya.

Politik, menurutnya, tidak bisa hanya ditaati oleh satu pihak saja, apalagi dalam koalisi yang istilahnya ’bertepuk sebelah tangan’ namun harus ada hak dan kewajiban”Kami di PD ingin bersama PKS sampai 2014 atau bahkan sampai akhir hayatTapi itu tetap menuntut komitmen bersama, dan silakan diperbaruhi terus supaya hubungan awet,” pungkasnya

Sedangkan pengamat politik dari Universitas Indonesia Iberamsjah mengatakan, PKS harus bisa membuktikan gertakannya untuk keluar dari kabinet jika SBY dinilainya melanggar kontrak koalisi yang ditandatangai pada 2009.

”Paling gede omong itu yah PKSSBY sudah mengambil tindakan, tapi PKS sampai detik ini tidak berani juga merealisasikan ancamannyaTentunya PKS berhitung lagi dengan gertakannya itu, dan SBY juga sangat sadar bahwa PKS tidak mungkin berani keluar dari koalisiSBY tentunya berpikir PKS gak mungkin senekad itu bercerai dari koalisi karena dari hitung-hitungan logistik dan sumber dana partai bisa hilang semua kalau tidak ada lagi menterinya di kabinet,” tegasnya.

Iberamsjah menilai PKS menghadapi buah simalakama, keluar dari koalisi hancur karena tidak ada logistikTidak keluar pun hancur karena tidak ada martabat lagi di mata publik”PKS jelas telah hilang martabatnya karena tidak berani keluarTampaknya PKS terlalu melecehkan SBY dalam berpolitik.  Tapi terbukti kalau SBY bisa dua kali jadi presiden dan berhasil memecah belah partai koalisi dan dia bisa memposisikan PKS dalam kondisi sulitSBY pun sadar kalau PKS akan dilecehkan publik karena cuma menang bacot saja,” tandasnya.

Menanggapi hal itu Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq mengatakan sesuai hasil Rapimnas PKS,  PKS akan mengacu pada kontrak politik yang terdiri dari tigs 3 poin yaitu mendukung pasangan SBY–Boediono dalam pilpres, mendukung pemerintahan baik di kabinet maupun parlemen dan pembagian kekuasaan (power sharing)”Nah, semua ini akan dibahas Majelis Syuro,” pungkasnya.(ind)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 14 Parpol Terdata Ikut Verifikasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler