Polemik 5 Hari Sekolah, Pengamat: Sepertinya Menteri Baru Kebijakan Baru

Kamis, 15 Juni 2017 – 04:11 WIB
CORAT CORET: Siswa Menegah Pertama (SMP) saat merayakan hari terakhir Ujian Nasional di Lapangan Merdeka Medan, Senin (8/5). Aksi coret-coret seregam sekolah kini menjadi rutinitas bagi sebagian pelajar di sekolah-sekolah, termasuk di tingkat atas maupun menengah. Fenomena tersebut sering terlihat di beberapa kota besar di Indonesia. Ilustrasi : Sutan Siregar/Sumut Pos

jpnn.com, JAKARTA - Kontroversi kebijakan sekolah lima hari menambah panjang polemik yang muncul ketika seorang Mendikbud baru menjabat.

Anies Baswedan dan Mohammad Nuh, dua Mendikbud terakhir sebelum Muhadjir Effendy, juga memunculkan polemik dengan kebijakan baru yang mereka usung.

BACA JUGA: 10 Alasan Menolak Kebijakan Lima Hari Sekolah

’’Sepertinya sudah sunnatullah menteri baru membawa kebijakan baru,’’ kata pengamat pendidikan Jejen Musfah di Jakarta, Rabu (14/6).

Perilaku ganti menteri ganti kebijakan itu didasari banyak faktor.

BACA JUGA: Lima Hari Sekolah, Dewan: Kebijakan tak Masuk Akal

Di antaranya, seorang menteri merasa dituntut menghadirkan program yang inovatif, baru, serta kreatif.

Seolah-olah tidak bekerja seorang menteri yang hanya meneruskan program menteri sebelumnya tanpa program baru.

BACA JUGA: Ulama pun Ikut Menolak Lima Hari Sekolah

’’Menteri yang tidak membawa kebaruan, baik itu program atau kebijakan, dianggap tidak ada prestasinya,’’ katanya.

Padahal, menurut Jejen, untuk dunia pendidikan, kebijakan tidak bisa serta-merta seperti itu. Sebab, urusan pendidikan menyangkut sekitar 50 juta murid dan 3 juta guru.

(wan/byu/mia/c5/c/9/c10/ang)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Full Day School, Kemenag: 99 Persen Tidak Setuju


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler