jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyebut pemerintah punya alasan kuat ketika membatasi akses internet di Pulau Papua.
Hingga kini, pemerintah pusat masih mendeteksi banyaknya hoaks bertebaran di Papua. Itu terjadi setelah kejadian rasial yang menimpa mahasiswa Papua dan Papua Barat di Surabaya
BACA JUGA: Keheranan Pak Wiranto soal Demonstrasi Warga Papua di Abepura
"Apa kami biarkan itu provokasi, membakar-bakar masyarakat, menyebarkan berita bohong lewat media sosial?" ucap Wiranto di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (29/8).
BACA JUGA : Wiranto: Hati-hati Kalau tidak bisa Mengatasi ini Akan Dicopot
BACA JUGA: Kecurigaan Menkopolhukam Wiranto soal Demonstrasi di Deiyai
Menurut Wiranto, pemerintah tidak akan membiarkan hoaks dikonsumsi oleh publik, khususnya di Papua. Sebab, hoaks berpotensi merusak bangunan persatuan bangsa.
"Saya tidak ragu-ragu untuk setiap saat me-lemot-kan media sosial, enggak ada masalah. Kalau (hoaks itu) memang sudah membahayakan kepentingan nasional," ungkap dia.
BACA JUGA: Menkopolhukam Menyayangkan Kerusuhan Brutal di Deiyai Papua
Ketika disinggung akhir dari pembatasan internet di Papua, Wiranto belum bisa menjawab. Sebelum situasi di Bumi Cendrawasih aman dan terkendali, pembatasan internet tetap diberlakukan.
"Ya, sampai aman," ucap dia singkat.
BACA JUGA : Wiranto: Malam Ini Saya Berangkat ke Papua, Jangan Dikompori Lagi
Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebut sekitar 230 ribu hoaks bertebaran sejak kejadian rusuh di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8).
Hingga kini, hoaks berpotensi terus dibuat sehingga Kemenkominfo melakukan pembatasan internet di area Papua dan Papua Barat.
"Di dunia maya ada 230.000 URL yang memviralkan hoaks. Saya ada catatannya," ucap Rudiantara saat ditemui di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (26/8).
Rudiantara membeberkan, hoaks paling banyak tersebar di media sosial seperti Twitter dengan konten berisi adu domba sesama anak bangsa.
"Jadi, yang paling banyak Twitter. Itu, kan, masif. Artinya kalau kontennya yang sifatnya hoaks itu macam-macam, ada berita bohong, menghasut, yang paling parah mengadu domba," ungkap dia. (mg10/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ferdinand Demokrat Ingatkan Jokowi Berhati-hati ke Papua
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan