Polemik Pemanfaatan Pengelolaan Dana Abadi Kebudayaan

Oleh: Odemus Bei Witono - Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara

Sabtu, 09 Maret 2024 – 15:46 WIB
Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara Odemus Bei Witono. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Polemik terkait pemanfaatan dana abadi kebudayaan mencuat sebagai sorotan utama di kalangan seniman Indonesia.

Meskipun dana ini disediakan dengan tujuan mendukung perkembangan kebudayaan, kekurangan informasi terkait keberadaan dan tujuannya menjadi tantangan serius.

BACA JUGA: Menko PMK Sebut Dana Abadi Kebudayaan jadi Upaya Konkret Memajukan Kebudayaan

Sebagian besar seniman masih belum memahami secara mendalam mekanisme akses dan pemanfaatan dana tersebut guna mendukung karya seni dan kegiatan budaya mereka.

Polemik tersebut dapat menciptakan ketidakjelasan yang menghambat potensi positif dana abadi kebudayaan, memperjauh kesenjangan antara sumber daya yang ada dan kebutuhan seniman untuk mendorong inovasi dan kreativitas dalam ekosistem seni dan budaya Indonesia.

BACA JUGA: Bamsoet Sarankan Revitalisasi Keraton & Kerajaan Bisa Gunakan Dana Abadi Kebudayaan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengelola Dana Abadi Kebudayaan atau dikenal “Dana Indonesiana” sebagai wujud komitmen dalam mendukung kegiatan pemajuan budaya bangsa.

Dengan akumulasi dana abadi yang makin meningkat, tahun 2022 mencapai Rp 3 triliun, tahun 2023 sebesar Rp 5 triliun, dan proyeksi akhir 2024 mencapai angka yang signifikan, yakni sebesar Rp 7 triliun.

BACA JUGA: Pendidikan Inovatif: Lima Langkah Bersama UNESCO

Bunga atau hasil pengelolaan dana abadi diperkirakan juga akan meningkat hingga mencapai ratusan miliar rupiah, menciptakan potensi pendanaan yang substansial untuk proyek-proyek kebudayaan.

Pentingnya mengalokasikan dana dengan bijak dan tepat sasaran menjadi aspek krusial dalam keberhasilan program ini.

Oleh karena itu, perlu adanya persiapan yang matang dengan membentuk tim yang berkualitas, adil, dan memiliki visi kuat dalam menilai ribuan proposal yang masuk.

Tim penilai tersebut perlu memperoleh kemampuan yang mendalam dalam mengevaluasi beragam proyek yang diajukan, baik yang berasal dari individu maupun lembaga, termasuk asosiasi profesi budaya.

Keberagaman ini mencakup berbagai bentuk kegiatan kebudayaan, seperti pementasan seni, pertunjukan budaya, pameran seni rupa, penulisan karya sastra, dan banyak lagi.

Dengan memiliki pengetahuan yang luas, tim dapat memberikan penilaian yang holistik terhadap berbagai proyek yang mungkin memiliki dampak positif terhadap perkembangan kebudayaan.

Ketelitian dalam menilai proyek-proyek tersebut menjadi kunci untuk memastikan bahwa alokasi dana dilakukan secara objektif.

Tim harus mampu mengidentifikasi proyek-proyek yang memiliki visi dan tujuan yang sejalan dengan upaya pemajuan kebudayaan nasional.

Proses penilaian ini tidak hanya melibatkan aspek kualitas artistik, tetapi juga dampak sosial, edukatif, dan keberlanjutan proyek terkait.

Selain itu, lebih jauh, dalam menghadapi tantangan yang kompleks, transparansi dalam pengelolaan Dana Abadi Kebudayaan menjadi kunci.

Pemerintah perlu memberikan akses informasi seluas mungkin kepada masyarakat terkait penggunaan dana, proyek-proyek yang didukung, dan dampak yang dihasilkan.

Hal ini tidak hanya akan membangun kepercayaan publik terhadap keberlanjutan program ini, tetapi juga menjaga akuntabilitas pemerintah dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola dana kebudayaan.

Potensi masalah akan muncul terkait bantuan yang diterima oleh para praktisi kebudayaan sekarang, mengingat jumlah penduduk yang terlibat dalam ranah ini mencapai tingkat yang sangat tinggi.

Kendala utama yang dihadapi oleh sebagian besar dari mereka adalah kesulitan dalam memperoleh akses terhadap dana penyokong kebudayaan yang telah disediakan.

Pemerintah, yang berwenang memberikan bantuan dana kebudayaan melalui program Dana Indonesiana yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, perlu meningkatkan upaya sosialisasi untuk program-program bantuan tersebut kepada masyarakat.

Tidak hanya melalui media online, tetapi juga melalui penyelenggaraan seminar-seminar nasional yang dapat diakses secara luas.

Hal ini perlu melibatkan dinas pendidikan di berbagai daerah untuk memastikan bahwa informasi mengenai ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk memajukan kebudayaan tersebar dengan efektif.

Dengan melakukan sosialisasi secara komprehensif, pemerintah dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat tentang syarat dan kriteria yang harus dipenuhi dalam mengajukan proposal untuk mendapatkan dukungan kebudayaan.

Dengan demikian, diharapkan bahwa proses pengajuan proposal dapat menjadi lebih mudah bagi masyarakat luas, dan keberlanjutan keberagaman kebudayaan dapat diupayakan secara lebih merata di seluruh wilayah Indonesia.

Sebagai catatan akhir, diharapkan bahwa dengan penelusuran lebih lanjut terhadap Dana Indonesiana, manfaatnya dapat semakin ditingkatkan.

Bunga dari hasil investasi dana abadi diharapkan dapat dioptimalkan sepenuhnya oleh para pengembang kebudayaan, terlepas dari lokasi mereka, baik itu di kota-kota besar maupun di daerah-daerah terpencil di seluruh wilayah Indonesia.

Melalui perbaikan dan pemantauan yang berkelanjutan terhadap pengelolaan dana abadi, diharapkan dampak positifnya dapat dirasakan secara merata, memberikan kontribusi signifikan terhadap kemajuan dan keberlanjutan kebudayaan di seluruh negeri.(***)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler