Poligami Jangan jadi Kedok untuk Bersenang-senang

Senin, 04 Maret 2019 – 12:21 WIB
Tak selamanya berpoligami menyenangkan. Foto: PAKSI SANDANG PRABOWO/KALTIM POST

jpnn.com - Dalam aturan secara agama dan undang-undang, poligami tidak dilarang. Namun, masyarakat harus mampu memisahkan mana yang ingin menikah lagi karena syariat atau hanya nafsu.

TIM PELIPUT: DINA ANGELINA, MUHAMMAD RIZKI, RADEN RORO MIRA

BACA JUGA: Banyak Kasus Poligami jadi Pemicu Perceraian

Sehingga tidak bisa langsung menyimpulkan bahwa poligami sumber masalah. Walau memang fakta di lapangan, sering kali ditemukan poligami merupakan faktor penyebab perceraian.

Psikolog Ayunda Ramadhani mengatakan, sebenarnya bukan poligami yang bermasalah. Namun, justru pribadi yang melakukan tindakan tersebut. Sebab, mereka tidak paham sepenuhnya soal syariat dan ketentuan dalam berpoligami.

BACA JUGA: Kasus Poligami: Istri Jaga Buah Hati, Suami ke Luar Kota dengan Perempuan Lain

Poligami diperbolehkan asal dapat berlaku adil. Masalahnya pelaku poligami sering tidak bisa berlaku adil, menimbulkan gap antara istri pertama dan kedua. “Hal yang paling penting, apa pelaku sudah meminta izin kepada istri pertama. Jangan hanya poligami berkedok agama,” katanya.

BACA JUGA: Banyak Kasus Poligami jadi Pemicu Perceraian

BACA JUGA: Ribuan Janda akan Bertebaran Sebentar Lagi

Seperti yang diketahui dalam agama sudah jelas poligami bisa dilakukan asal sudah mendapatkan restu dari istri. Dengan begitu bisa meminimalisasi dampak pada masa mendatang.

Dia mengakui, faktanya sekarang yang memanfaatkan poligami sebagai kedok. Padahal, pernikahan kedua dan selanjutnya, belum tentu bisa dikatakan sudah sesuai dengan syariat poligami. Banyak yang menikah lagi bukan untuk membantu kaum hawa seperti janda atau orang yang berkekurangan.

Kemudian, poligami karena tidak bisa memberikan keturunan. Justru menikah lagi dengan yang lebih muda dan cantik dari istri pertama. “Poligami tidak masalah, tapi ketika menimbulkan dampak masif bisa mengganggu tatanan kehidupan sosial,” ucapnya.

Sayangnya kini banyak yang salah paham soal poligami yang terkesan negatif. Poligami selama ini dilihat sebagai sesuatu yang negatif.

Padahal, dari sudut pandang agama, poligami secara resmi dan legal tidak seperti itu. Sehingga tidak menimbulkan masalah. "Karena poligami memang sebenarnya salah satu solusi, tapi sekarang bergeser poligami jadi kedok untuk bersenang-senang," tuturnya.

Salah satu syarat saat poligami, ada kewajiban meminta izin kepada istri pertama. Ketika alasan suami masuk akal untuk poligami, perempuan juga tidak akan egois melarang. Jadi, bukan serta-merta langsung suami minta menikah lagi. “Kalau tidak dapat izin, sama saja selingkuh atau zina. Banyak masyarakat yang salah paham persepsi soal poligami ini,” ucapnya.

Ayu mengatakan, hal yang manusiawi jika perempuan yang dibagi dua cintanya akan tertekan. Secara psikologi, perempuan akan merasa tidak nyaman dan cenderung merasakan kasih sayang yang berat sebelah. Artinya susah suami berbuat adil.

“Ada yang bisa poligami seperti ulama yang memang pemahaman agama tinggi. Dia mencoba poligami sebaik mungkin sesuai agama,” ujarnya.

Dia menuturkan, kebanyakan kasus suami selingkuh dan menikah lagi tanpa izin alias di luar pengetahuan istri. Berbeda dengan poligami yang prosesnya secara agama. Ayu menyebutkan, poligami murni justru menimbulkan dampak yang minimal. Sebab, istri dari awal tahu dan memberi izin. Sementara dampak poligami yang ilegal atau memaksa, istri akan merasa tekanan psikologis.

BACA JUGA: Kasus Poligami: Istri Jaga Buah Hati, Suami ke Luar Kota dengan Perempuan Lain

"Rasa cemburu, terabaikan, dampak jangka panjang bisa sampai ke gangguan jiwa," sebutnya. Kemudian sering kali anak terasa dampak seperti tidak efektif di sekolah. Akibat melihat orangtua bukan sosok yang baik.

"Jadi ada dampak besar yang dirasakan jika mereka tidak memahami poligami dengan baik," ucapnya. Bentuk penanganan gangguan psikis bisa dengan terapi. Apabila gangguan masih ringan, terapi bisa dengan komunikasi. Tujuan konsultasi fokus memperbaiki hubungan dan kepercayaan.

"Caranya bisa dengan konseling keluarga dan rumah tangga. Kalau gangguan sudah lebih berat butuh psikoterapi dan sebagainya," pungkasnya. (tim kp)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ustaz Palsu Aktif di Pengajian Penganjur Poligami, Ternyata Tukang Tipu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler