jpnn.com - MAKASSAR -- Bentrokan antara demonstran dan petugas kepolisian di Universitas Negeri Makassar, Kampus Gunung Sari, Sulawesi Selatan, seharusnya tak perlu terjadi andaikan semua pihak mampu menahan diri. Akibat bentrokan itu, semua pihak yang terkait sepakat introspeksi diri.
Menyikapi bentrokan kemarin, Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto, mengaku turut prihatin. “Saya sangat prihatin dengan insiden ini. Apalagi jatuhnya korban dari kedua pihak, termasuk wartawan peliput,” tambahnya.
BACA JUGA: Lukman Hakim Ditemukan Meninggal Tanpa Memakai Baju
Kepada semua korban, baik dari kepolisian, mahasiswa, dan wartawan, Wali Kota menyampaikan rasa keprihatannya. “Semoga tidak terulang lagi,” katanya.
Unjuk rasa mahasiswa di depan kampus UNM, Kamis, 13 November, berakhir ricuh. Dalam insiden itu, Wakapolrestabes Makassar, AKBP Toto Lisdiarto dilarikan ke rumah sakit akibat terkena anak panah (busur, red).
Sesuai pemantauan FAJAR, unjuk rasa yang dimulai pukul 15.00, awalnya berlangsung seperti biasa. Mahasiswa yang bersiap orasi sambil menutup jalan dicegah oleh petugas kepolisian. Wakapolres yang turut mengamankan aksi tiba-tiba terkena anak panah. Toto terkena busur di bawah ketiak sebelah kanan.
Mengetahui Wakapolrestabes terluka, ratusan polisi kemudian memburu demonstran hingga ke dalam kampus. Bahkan beberapa mahasiswa yang diduga “provokator” dan pelaku pembusuran ditangkap.
BACA JUGA: Dua Pelaku Curanmor Dibekuk, Dua Orang Lagi Kabur
Pembantu Dekan III FIK UNM, Dr Kasman juga mengaku sempat dikejar hingga ke basement gedung Pinisi. “Saya sempat larang mereka tapi mereka terus masuk sambil mengucapkan kata-kata kasar. Kaca gedung sempat dipecahkan juga. Padahal saya sudah sampaikan aksi mahasiswa tidak akan sampai menutup jalan,” jelasnya.
Kasman menyayangkan aksi unjuk rasa berakhir anarki. Pasalnya ia sendiri menjamin mahasiswanya tidak akan bertindak lebih jauh selain orasi di pinggir jalan. Ia juga mengaku tidak tahu aksi pembusuran itu.
"Saya sempat datangi kerumunan polisi di Jalan Raya Pendidikan, saya katakan ke mereka, anak-anak ini tidak akan berbuat senekat itu," katanya.
Sementara itu, Dirintelkam Polda Sulsel Kombes Pol Baharuddin Djafar yang meninjau kampus UNM beberapa saat setelah penyerangan turut menyayangkan aksi anarki kedua pihak. Namun ia menolak berkomentar lebih jauh. Dia hanya meninjau bagian-bagian kampus UNM yang rusak. "Pihak yang satu bisa keberatan (mahasiswa, red), pihak yang lain juga bisa (polisi, red). Yang pasti kepolisian pasti olah TKP dulu," jelasnya.
Salah seorang demonstran, Taufik menyangkal rekan-rekannya melakukan pembusuran. Yang ia tahu tiba-tiba kerumunan mahasiswa dikejar oleh polisi dan beberapa orang berpakaian preman. Taufik yang juga wartawan kampus ini mengaku dirampas memory card-nya saat tengah merekam aksi unjuk rasa tersebut.
Belasan fasilitas kampus UNM yang rusak diantaranya kaca jendela dan pintu Fakultas Ilmu Sosial, jurusan Psikologi dan PKn, kaca depan satu unit mobil bernomor polisi DD 815 AK, belasan sepeda motor di basement Pinisi.
Sementara itu, aksi penyerangan yang dilakukan kepolisian ditanggapi santai pihak UNM. UNM hanya meminta pihak kepolisian mengganti kerusakan ruang perkuliahan.
Pembantu Rektor III UNM, Prof. Dr. Heri Tahir, SH.MH, yang dihubungi malam tadi, mengaku telah bertemu dengan pihak Polda Sulselbar. Hasilnya, Polda siap mengganti kerusakan di kampusnya.
"Kami sudah ketemu orang di Polda, dan mereka berjanji akan mengganti kaca-kaca yang pecah. Kami juga sepakat sama-sama intropeksi diri," ujarnya.
Mengenai mahasiswa yang ditahan, Heri mengatakan, hanya akan membantu membebaskan yang tidak bersalah saja. Bagi yang merasa menjadi korban, menurut Heri bisa menuntut secara individu.
"Yang merasa dirugikan bisa mengajukan tuntutan," katanya.
Terkait kondisi perkuliahan, Heri mengatakan, tetap akan berlangsung seperti biasa. Ia berharap, bagi mahasiswa yang melakukan unjuk rasa tetap mematuhi aturan-aturan, tidak anarki dan merugikan hak orang lain seperti pengguna jalan.
"Berkali-kali kami sampaikan sebenarnya unjuk rasa dijamin undang-undang tapi jangan sampai mendesak hak-hak orang lain. Ya, semoga mahasiswa juga belajar dari peristiwa ini, karena selama ini tidak pernah mau mendengar kami sebagai orang tuanya," kuncinya.
Kabid Humas Polda Sulselbar, Kombes Pol Endi Sutendi menyampaikan permohonan maafnya atas nama kepolisian atas tindakan yang dialami insan pers. Endi mengatakan, hal tersebut di luar dari yang diharapkan semua pihak. Meski begitu, Endi mengatakan, pihaknya akan melakukan penyelidikan terhadap kasus ini dan akan menindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku.
BACA JUGA: Komplotan Penadah Curanmor Ditangkap
“Terkait adanya korban dari insan pers juga akan kita tindak lanjuti. Laporannya sudah ada. Kita akan tangani sesuai aturan yang berlaku,” tutup Endi.
Sementara itu, Kapolda Sulselbar, Irjen Pol Anton Setiadji yang ditemui FAJAR di RS Bhayangkara usai menjenguk Wakapolrestabes Makassar menolak memberi keterangan di RS Bhayangakara. Ia yang didampingi Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Fery Abraham dan Kabid Humas Polda Sulselbar, Kombes Pol Endi Sutendi berlalu pergi menaiki mobil dinasnya.
“Sebentar. Sekalian di Jl AP Pettarani,” ucap Anton sembari melangkah pergi.
Namun, saat tiba di Jalan AP Pettarani, sekira pukul 20.00 Wita, ratusan wartawan Makassar yang berunjuk rasa terkait kecaman insan pers terhadap jatuhnya korban dari pihak jurnalis akibat penganiayaan yang dilakukan oknum polisi menolak permintaan maaf Kapolda dan jajarannya. Saat tiba, para jurnalis tersebut meninggalkan rombongan Kapolda Sulselbar di Jalan AP Pettarani tepat depan gedung Pinisi UNM.
Kapolda Sulselbar, Irjen Polisi Anton Setiadji dalam wawancara salah satu televisi malam tadi, meminta maaf atas aksi kekerasan yang melibatkan anggotanya. Khususnya terhadap jurnalis yang terkena dampak demo. "Saya minta maaf dan akan mengusut oknum anggota kami yang terlibat. Saya bertanggung jawab penuh terhadap anggota saya," katanya. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus KDRT Paling Tertinggi di Papua
Redaktur : Tim Redaksi