Polisi Bisa Tuntut TII

Terkait Hasil Survey yang Menempatkan Polisi Terkorup

Jumat, 23 Januari 2009 – 20:31 WIB
JAKARTA - Sosiolog Universitas Indonesia (UI) ProfPaulus Wirutomo menyarankan pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bisa saja menuntut LSM  transparency International Indonesia  (TI) bila hasil survei yang disampaikan lembaga tersebut dianggap tidak benar."Jangan terima saja data mereka (survei TII)

BACA JUGA: Utusan Hamas Temui Ketua MPR

Kalau data mereka salah, ya silahkan tuntut," katanya di Jakarta, Jumat (23/1),menanggapi hasil survei LSM TII yang menempatkan Polri sebagai instansi yang paling banyak menerima suap dalam memberikan pelayanan publik.

Menurut dia, saat ini yang paling baik adalah jangan bertengkar tapi melihat data dan telusuri pula metodelogi surveinya."Kaji data tersebut dan dicari kebenarannya
Bila datanya tidak akurat, ya, bisa dituntut

BACA JUGA: Perempuan Minta Akses Politik

Tapi jika itu betul, ya harus diterima dengan lapang dada," sarannya.Ia berpendapat bahwa Polri saat ini juga tidak tinggal diam dan terus melakukan pembenahan serta dengan tegas menindak anggotanya yang melakukan kesalahan.Namun ia mengingatkan bila ada polisi yang melakukan kesalahan seperti menerima suap memang pantas ditindak, tapi bagi penyuapnya juga harus ditindak.

Sebelumnya, Pakar Kriminologi Adrianus Meliala menilai, Polri telah menjadi lembaga yang paling keras dalam menindak anggotanya yang melanggar aturan dibandingkan dengan lembaga manapun di Indonesia
"Tidak ada lembaga yang paling berani menindak anggota tanpa memandang pangkat selain Polri

BACA JUGA: Meminta Jatah ke Parpol

Jenderal bintang tiga ditindakAda ratusan perwira ditindak dan tidak terhitung berapa bintara yang ditindak," kata Kriminolog dari UI itu di Jakarta, Kamis (22/1).

Ia mengatakan, tindakan keras secara internal itu dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran termasuk menerima suap dan pungli dari masyarakat"Kalau tidak ada tindakan keras, makin banyak saja polisi yang melanggarMakin banyak polisi yang menerima suap dan pungli," katanyaMenurut dia, jika Polri sedikit saja mengendorkan pengenaan sanksi keras, maka sudah tidak terhitung lagi berapa banyak polisi yang menerima suap dan pungli"Propam (Profesi dan Pengamanan) Polri sudah bekerja luar biasa dalam menyikat polisi yang menyimpang," ujarnya.

Jika kemudian ada lembaga lain seperti LSM  Transparency International (TI)  menyatakan bahwa Polri sangat rentan suap maka hal itu sangat wajar"Polri sangat sadar bahwa institusinya sangat rentan suap sehingga bertindak sangat keras terhadap anggotanyaSudah ditindak keras saja masih ada yang mau terima suap apalagi kalau bertindak lembek kayak instansi lain," ujarnya.

Menurut dia, rentannya Polri menjadi lembaga penerima suap karena Polri yang paling banyak berhubungan dengan masyarakat dibandingkan dengan lembaga lain"Jumlah polisi itu 400 ribu dan 85 persen adalah bintaraBintara inilah yang paling sering berhubungan dan berhadapan dengan masyarakat," ujarnyaMakin banyaknya polisi di masyarakat ini merupakan jawaban atas tuntutan akan kebutuhan rasa aman di masyarakat"Banyak polisi berarti dibutuhkan masyarakatBanyak polisi berarti banyak anggaran juga dari negara karena patroli butuh dana juga," katanya.

Namun di sisi lain, bintara polisi ini tidak diimbangi dengan pemberian penghasilan yang memadai  sehingga mereka sangat rentan terhadap suap dan pungli.
"Kalau TI menyebut polisi rentan suap maka itu wajar dan memang harus demikianKalau tidak rentan suap berarti tidak ada polisi di masyarakat," ujarnyaAdrianus melihat saat ini masih ada polisi yang menerima suap maka itu tidak bisa dilihat secara keseluruhan"Yang menerima suap itu kan hanya satu atau dua ribu polisiPadahal jumlahnya kan 400 ribuIbaratnya, hanya residu saja." (Fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Chandra Tahu Rp5 M untuk TAA


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler