POLISI yang satu ini memiliki banyak talenta. Tidak hanya serius menegakkan hukum, dia juga piawai melakukan banyak aktivitas. Mulai seni tari, akademisi, peneliti, sampai penulis. Keahlian itu saling bersinergi hingga bisa membentuknya menjadi pribadi yang bijak.
---------
Laporan Antin Irsanti, Surabaya
---------
SELENDANG merah dan udeng berwarna senada menghiasi penampilannya. Dengan dandanan itu, sang seniman siap memperagakan tari remo. Tahap-tahap gerakan ditarikan dengan luwes. Jika bukan karena seragam cokelat yang dikenakannya, pasti tidak ada yang mengira bahwa pria ini adalah seorang polisi.
BACA JUGA: Mengikuti B.J. Habibie Menapaktilasi Sukses Masa Muda di Jerman
Sang penari tersebut adalah AKBP Dody Eko Wijayanto, Kasatbinmas Polrestabes Surabaya. Selain berprofesi sebagai penegak hukum, Dody memiliki ketertarikan pada dunia seni. Sejak duduk di bangku SMP, dia aktif mengikuti kegiatan tari dan karawitan di Sanggar Kembang Sore.
Karena kegiatan itu, Dody kecil semakin mencintai kebudayaan daerahnya, Tulungagung. ”Padahal, orang tua saya tidak punya darah seni,” tutur polisi yang baru ditetapkan sebagai AKBP tersebut.
BACA JUGA: Nesha Kannama Ichida dan Kevin Hendrawan, Perwakilan Indonesia untuk Ekspedisi ke Kutub Utara
Ketika masuk SMA, Dody terus menekuni kegiatan seni. Dia mengikuti ekstrakurikuler teater, seni tari kreasi baru, dan dalang. Karena kesukaannya terhadap bidang seni itu, Dody sempat ingin melanjutkan kuliah untuk menjadi sutradara. Namun, keinginan tersebut tidak mendapat restu dari sang ibu. Kala itu, ibunda Dody menginginkannya menjadi guru.
Tidak jadi mendaftar kuliah sutradara, Dody mengambil pendidikan S-1 jurusan hukum di Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang. Tiga bulan mengikuti perkuliahan, dia diajak salah seorang teman untuk mendaftar calon bintara (caba) Polda Jatim. ”Saya lolos jadi polisi, tapi teman saya malah tidak,” kata pria kelahiran 8 Oktober 1964 itu.
BACA JUGA: Meski Diburu Petugas, Keuntungan Mencapai 200 Persen
Tahun 1985 hingga 1986 diisi Dody dengan kegiatan pendidikan polisi. Kuliahnya di Unibraw terpaksa ditinggalkan. Selesai menjalani pendidikan polisi, pria berkulit putih tersebut melanjutkan S-1 jurusan hukum di Universitas Sunan Bonang Tuban. Perkuliahan dijalaninya selama empat tahun bersamaan dengan tugasnya sebagai seorang polisi.
Kemudian, pada 1991 hingga 1992 Dody mengikuti sekolah perwira. Setelah itu, dia ditugaskan ke Polres Lamongan. Mulai Kasat Op Puskodal Lamongan hingga menjadi Kasatreserse Polres Lamongan. Ketika menjabat sebagai Kasatreserse itulah, Dody mendapat tawaran menjadi dosen hukum pidana di Universitas Islam Lamongan (Unisla).
Tidak hanya aktif sebagai polisi dan dosen, Dody juga sering diminta untuk mengisi ceramah-ceramah keagamaan. Pengetahuannya di bidang religi dianggap cukup luas. Padahal, Dia merasa belum pantas melakukannya. Waktu itu, Dody dijebak salah seorang teman yang memintanya menjadi narasumber salah satu sekolah di Lamongan.
”Katanya disuruh mengisi acara biasa, sampai di panggung baru saya tahu acaranya Maulid Nabi,” kenangnya.
Menjalani berbagai kegiatan sekaligus tidak membuat suami Aprilia Bekti Chusnul Halimah itu kerepotan. Bahkan, Dody masih bisa menjalani kuliah S-2 hukum di Unibraw. Kuliah tersebut diambilnya demi memenuhi syarat menjadi dosen Unisla yang harus S-2. Kuliahnya dibiayai Unisla.
Saat itu Fakultas Hukum Unisla masih awal berdiri sehingga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Rektor universitas tersebut melihat kinerja Dody bagus. Kemudian, menjadikan pria yang sempat mengenyam bangku kuliah teknik industri di Canberra Institute, Australia, selama enam bulan itu sebagai dekan tunjukan selama lima tahun.
Perjalanan sebagai dekan tidak berhenti sampai di situ. Setelah menyelesaikan studi S-3 di Unibraw, Dody menjadi dosen pilihan di Unisla selama dua periode. Bahkan, sampai saat ini dia masih tercatat sebagai dosen Unisla. ”Tapi, sekarang saya sudah tidak aktif mengajar di sana,” tutur pria yang sering didapuk sebagai motivator pendidikan tersebut.
Meski demikian, sampai saat ini Dody masih mengikuti perkembangan dunia pendidikan. Tak heran, dia sering mendapat undangan sebagai seorang akademisi. Setiap mendapat undangan, Dody tidak mau hanya menjadi penonton. Dia selalu mengajukan pertanyaan dan saran untuk kemajuan pendidikan. ”Yang mengundang saya sampai heran, kok bisa polisi bicara akademis,” bebernya, lantas tersenyum.
Meski karir sebagai pengajar dan polisi terus menanjak, Dody rupanya tidak meninggalkan kecintaannya terhadap dunia seni. Sejak 1994, Dody dipercaya menjabat ketua Dewan Kesenian Lamongan. Jabatan itu dijalaninya selama dua periode. Dia dipercaya memegang jabatan tersebut karena serius membangkitkan berbagai kesenian daerah yang hampir punah.
Salah satu kenangan yang tidak akan terlupa bagi Dody adalah ketika dia dan tim berusaha menghidupkan kembali tari kiprah balun. Yaitu, tarian khas Lamongan yang sudah lama punah. Saat itu dia mengajukan proposal ke pemerintah setempat, namun tidak ditanggapi. Akhirnya, dia melakukan penelitian sendiri.
Untuk studi tersebut, Dody mengunjungi Ngimbang yang terkenal sebagai pusat tari kiprah balun pada zaman dahulu. Sesampainya di sana, dia tidak mendapati seorang pun penari karena sudah meninggal dunia. Hanya ada Mbah Kromo, penabuh gendang kiprah balun. Mbah Kromo tidak bisa menari, namun mengerti setiap gerakannya.
Penelitian pun dilakukan dengan bantuan Mbah Kromo. Untuk urusan aransemen musik, Dody meminta bantuan seorang sarjana karawitan. Untuk gerakan tari, dia dibantu mahasiswa seni tari ISI. Setelah tarian jadi, Dody mementaskannya di depan pejabat-pejabat Lamongan. Hal tersebut membuat Mbah Kromo terharu. ”Namun, beberapa waktu setelah itu, Mbah Kromo meninggal dunia,” ucapnya.
Keberhasilan membangkitkan kesenian daerah yang sudah punah itu membuat kiprah Dody sebagai pelestari budaya daerah terus bersinar. Setelah masa jabatan sebagai ketua Dewan Kesenian Lamongan berakhir, bapak dua anak itu diangkat sebagai anggotaPleno Dewan Kesenian Jawa Timur hingga saat ini.
Menjadianggota Pleno Dewan Kesenian Jatim tidak membuat Dody berdiam diri. Dia malah semakin getol melakukan penelitian kesenian. Profesi sebagai polisi mengharuskannya berpindah-pindah tempat tugas. Kegiatan itu dimanfaatkannya untuk melakukan penelitian kesenian di tempat-tempat dinasnya.
Salah satunya dilakukan Dody saat masih menjabat Kabag Sumda Di Polres Madiun Kota. Meski hanya enam bulan mengampu jabatan tersebut, Dody sudah melakukan penelitian tentang tari dongkrek. Rencananya, tarian itu dipentaskan di Madiun setelah Lebaran.
Demikian juga saat bertugas sebagai Kasatbinmas di Polrestabes Surabaya sejak Mei lalu. Meski baru sekitar dua bulan menjabat di Surabaya, Dody sudah terlibat dalam tim penelusuran dokumen sejarah bangunan polrestabes dalam perspektif sejarah Surabaya. ”Bangunan polrestabes akan direnovasi sesuai dengan bentuknya pada zaman dahulu,” kata pria yang pernah menjadi dosen Pancasila di Akademi Kereta Api Madiun itu.
Masih ada lagi kegiatan yang patut dicontoh dari Dody. Baru-baru ini, dia meluncurkan buku berisi kumpulan 15 cerita rakyat yang ditulisnya. Buku tersebut memuat cerita-cerita rakyat yang pernah diteliti Dody seperti dari Kediri dan Madiun.
Tidak hanya meluncurkan buku berisi cerita rakyat, Dody juga menerbitkan buku yang berkaitan dengan profesinya sebagai polisi. Judul buku itu diambil dari disertasinya saat menyelesaikan S-3 di Unibraw. Yaitu, Kebijakan Strategi Polmas dalam Penyelesaian Perkara Pidana.
”Teori yang diinginkan polisi saat ini untuk menyelesaikan perkara pidana rupanya sudah pernah saya tulis di disertasi. Jadi, ini membantu tugas saya sebagai Kasatbinmas juga,” paparnya.
Meski menjalani banyak profesi, Dody tidak mau setengah-setengah. Untuk bisa melakukannya, dia terus belajar memperdalam ilmu. Salah satunya dengan banyak membaca. Tidak ada bacaan khusus. Setiap masuk ke toko buku, dia akan mengambil buku apa saja yang menarik perhatiannya. ”Saya berharap ilmu yang saya miliki bisa berguna bagi masyarakat,” jelasnya. (*/c7/nda)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rizman Putra, Astronot Pertama Asal Indonesia akan Segera Take Off, Ini Persiapannya
Redaktur : Tim Redaksi