jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Kompolnas Poengky Indarti merespons positif Polda Banten yang telah menindaklanjuti rekomendasi pihaknya terkait kasus pemerkosaan gadis difabel di Kota Serang.
Kini, kasus yang sempat dihentikan karena pelaku menikahi korban dan pelapor mencabut laporan, dilanjutkan kembali.
BACA JUGA: Polda Banten Bersikap, Semoga Gadis Difabel Korban Pemerkosaan di Serang Mendapat Keadilan
Poengky menyebut dari hasil pemeriksaan Polda Banten, diketahui ada kekurangpahaman penyidik Polres Serang Kota dalam menerapkan keadilan restoratif berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021.
“Oleh karena itu, Polres Serang Kota membuka kembali penyidikan terkait kasus pemerkosaan gadis difabel sesuai dengan rekomendasi gelar perkara khusus,” kata Poengky dalam siaran persnya, Senin (31/1).
BACA JUGA: 5 Fakta Gadis 16 Tahun Korban Perkosaan dari Pacar Ibunya
Sebelumnya, Kompolnas mengkritisi penghentian penyidikan atas dasar restorative justice tersebut karena beberapa hal.
Pertama bahwa kasus perkosaan bukan delik aduan, sehingga meski pelapor mencabut laporan, penyidikan kasus tetap harus berjalan.
BACA JUGA: Kasus Pemerkosaan Gadis Difabel Dihentikan Jadi Sorotan, Polda Banten Turun Tangan
“Kedua, restorative justice tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus kejahatan seksual terhadap perempuan, apalagi ancaman maksimal kasus perkosaan adalah 12 tahun,” kata Poengky.
Selanjutnya yang ketiga, polisi sebagai agen perubahan harus mendidik masyarakat.
Sehingga, jika ada keinginan pihak pelapor dan tersangka berdamai dengan cara mengawini perempuan korban perkosaan, apalagi jika korban adalah seorang difabel maka cara berpikir penyidik harus sensitive gender.
“Penyidik harus melindungi korban perkosaan agar tidak menjadi korban lagi di kemudian hari, serta perkawinan seperti ini rentan digunakan untuk maksud terselubung,” tegas Poengky.
Dengan dibukanya kembali penyidikan kasus pemerkosaan gadis difabel tersebut, maka penyidik Satreskrim Polres Serang Kota wajib menyelesaikan pemberkasan terhadap dua tersangka di perkara tersebut.
Penyidik juga harus melakukan koordinasi intens dengan jaksa penuntut unum untuk dapat menindaklanjuti pemberkasan perkara ini hingga ke tahap penuntutan dan persidangan.
“Kami berharap kasus ini dapat menjadi pengetahuan bagi para penyidik lainnya yang menangani perkara serupa,” kata Poengky.
Kompolnas juga mengharapkan perlunya dibuat sebuah pedoman bagi penyidik dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual dengan korban perempuan dan anak.
“Serta pelatihan-pelatihan secara berkala agar dapat membuka pola pikir penyidik untuk sensitif terhadap hak asasi manusia dan gender,” pungkas Poengky. (cuy/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Elfany Kurniawan