Polisi Pelaku Mutilasi Mantan Anggota Dewan Tetap Bersyukur

Kamis, 06 April 2017 – 03:30 WIB
HARU: Terdakwa pembunuh mantan anggota DPRD Bandarlampung M. Pansor, Brigadir Medi Andika, memeluk ibunya yang dihadirkan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang kemarin (20/3). FOTO M. TEGAR MUJAHID/RADAR LAMPUNG

jpnn.com, BANDAR LAMPUNG - Brigadir Medi Andika terdakwa pelaku mutilasi mantan anggota DPRD Bandar Lampung M. Pansor masih bersyukur karena ada orang yang percaya bahwa dia bukanlah pembunuh.

Hal ini disampaikan Medi dalam pleidoi pada sidang lanjutan kasus pembunuhan di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang kemarin (5/4).

BACA JUGA: Korban Begal hingga Usus Terburai Itu sudah Dimakamkan

“Saya mohon maaf pada ibu, istri, dan keluarga besar. Sebab selama ini telah menjadi beban,” sebut Medi seperti diberitakan Radar Lampung hari ini.

Dalam pembelaan yang ditulis pada selembar kertas itu, Medi juga meyakini keluarganya percaya bahwa dirinya bukan pembunuh M. Pansor. ”Karena memang saya tidak sanggup melakukannya,” kata dia.

BACA JUGA: Lima Terduga Begal Ditembak Mati di Lampung

Tidak hanya itu. Lelaki yang kemarin mengenakan kemeja biru muda ini bersumpah dirinya bukan pembunuh. Ia mengaku masih berdiri tegar karena kekuasaan tuhan.

Pembelaan juga disampaikan pengacara Medi, Sopian Sitepu. Ada enam pokok yang ditujukan pada dakwaan dan tuntutan jaksa.

BACA JUGA: OMG, Pelajar Ini Bikin Pengakuan Mengejutkan ke Polisi

Menurut Sopian, tuntutan hukuman mati itu melanggar hak asasi manusia (HAM). Ini sesuai dengan pasal 27 UUD 1945. Di mana, hukuman mati masih menjadi polemik.

Sopian menyatakan, pembuktian jaksa imajiner yang hanya berdasar bukti dalam tuntutan, tapi tidak dijadikan bukti dipersidangan.

”Bukti dasar pengajuan call data record dan tracking nomor handphone yang ditunjukkan jaksa adalah bukti yang dimanipulasi. Selain itu, tidak ada yang dapat benar-benar membuktikan keberadaan korban dengan terdakwa secara bersama,” papar Sopian.

Dilanjutkan, tracking nomor harus didukung raw data atau CDR dari provider. Begitu juga dengan foto plooting google earth yang ditunjukkan jaksa, seharusnya didukung dengan raw data yang menunjukan titik koordinat. Plooting bisa saja hasil editan.

Sopian juga keberatan dengan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa. Dimana, kliennya dituduh sebagai pembunuh, tapi sebelumnya tidak pernah dilakukan uji balistik senjata Medi terhadap peluru yang ditemukan di tubuh M. Pansor.

”Tidak ada satupun alat bukti yang menunjukkan Medi bersalah. Harusnya Medi terbebas dari pasal 340, 338 dan 365 ayat 3 KUHP. Medi hanya melakukan pembuangan mayat, namun tidak melakukan pembunuhan,” tegasnya.

Dalam sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) Agus Priambodo menuntut Medi menjalani hukuman mati. Jaksa menilai Medi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP pada dakwaan kesatu primer.

Agus menjelaskan, tidak ada satupun hal yang meringankan terdakwa. Sebaliknya, ada sejumlah hal yang memberatkan tuntutan itu.

Di antaranya, meninggalnya Pansor menyisakan kesedihan yang mendalam terhadap pihak keluarga; terdakwa tercatat sebagai anggota polisi berpangkat brigadir yang bertugas di Satintelkam Polresta Bandar Lampung; dan terdakwa berbelit saat memberikan keterangan.

Dalam sidang tersebut, JPU menegaskan, semua bantahan yang disampaikan Medi terpatahkan. Dalam tuntutan setebal 260 lembar itu, JPU mengungkapkan beberapa unsur yang telah dibuktikan selama persidangan berlangsung. Salah satunya adalah unsur perencanaan. (cw22/c1/ais)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembantai Ibu dan Anaknya di Sawah Itu Tetangga Sendiri


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler