Politikus Gerindra Ali Zamroni Soroti Legalitas Netflix di Indonesia

Selasa, 23 Juni 2020 – 10:35 WIB
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Ali Zamroni (kiri). Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Demi memperkuat program Belajar dari Rumah (BDR) selama masa pandemi COVID-19 ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) resmi menggandeng penyedia layanan streaming Netflix.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Ali Zamroni memiliki beberapa catatan kritis terkait kerja sama tersebut.

BACA JUGA: DPR RI Minta Kemenkes Persiapkan New Normal dengan Matang

Pertama, Netflix sendiri diketahui belum membayar pajak sehingga mendapat sorotan dari Menteri Keuangan.

Dari data Kemenkeu, khususnya PMK No.48 tahun 2020 yang mengatur tentang penarikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% bagi subjek pajak luar negeri, Netflix belum memenuhi kewajibannya kepada negara.

BACA JUGA: Laode Ida: Tiba-tiba Muncul Isu Agama Dalam Proses Calon Kapolri, Ini Berbahaya!

Kedua, Ali juga menyoroti legalitas Netflix di Indonesia yang masih dipertanyakan. Status karyawan yang bekerja di Netflix juga dikritisi legislator dapil Banten 1 ini.

Apalagi, tambah Ali, kerja sama Kemendikbud Bersama Netflix diduga bermotif kepentingan bisnis yang berujung pada komersialisasi pendidikan.

BACA JUGA: Kemendikbud Gandeng Netflix Terkait Program BDR, Begini Respons Ali Gerindra

“Legalitas Netflix inikan masih bermasalah. Selama mereka beroperasi, izin perusahaan ini apa sudah terdaftar? Kita juga harus mempertanyakan bagaimana status para karyawan yang bekerja di Netflix karena status perusahaanya kan yang belum jelas,” terang Ali

Politikus asal Partai Gerindra ini pun menuding bahwa upaya komersialisasi pendidikan yang dilakukan oleh Kemendikbud makin terasa dengan adanya kerja sama ini.

Ali menilai yang dilakukan Kemendikbud dan Netflix diduga sarat kepentingan bisnis yang menjadi latarberlakangnya.

“Kita tahu bahwa latar belakang Mas Menteri kan pebisnis. Saya khawatir ada conflict of interest antara kementerian ini dengan netflix. Jangan sampai dunia pendidikan ini terus menerus dikomersilkan karena memanfaatkan bencana Covid-19 ini,” jelas Ali.

Terkait konten, Ali juga menilai bahwa konten-konten Netflix tidak layak dikonsumsi oleh para pelajar yang masih dibawah umur.

Pengawasan terhadap isi konten Netflix saat ini disoroti tidak hanya oleh kalangan legislator, tetapi Kemkominfo, Komisi penyiaran Indonesia (KPI), Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan akademisi.

“Saya memastikan Kemendikbud belum mengajak bicara instansi seperti Kominfo, KPI, BRTI dan kalangan akademisi dalam hal konten Netflix. Konten Netflix perlu dikaji lebih jauh karena banyak yang tidak layak dikonsumsi pelajar. Jangan sampai kerja sama ini malah muncul masalah baru,” tambah Ali.

Kemendikbud sendiri dinilainya belum melakukan kajian secara komperhensif.

Ali mengingatkan agar Kemendikbud dalam mengambil semua kebijakan harus punya kerangka berfikir secara utuh.

Sebab, tambah Ali, Jangankan untuk bisa membuka dan menikmati netflix, faktanya masih banyak daerah yang belum bisa mendapat sinyal internet, terutama di daerah-daerah 3T. Kemendikbud dalam mengambil kebijakan jangan Jakarta sentris, tetapi harus Indonesia sentris.

“Sudah dikaji belum secara utuh kerjasama ini. Jangankan menikmati tayangan Netflix, untuk mengakses internet saja kan masih banyak yang kesulitan. Terutama di daerah-daerah 3T. Pemerataan akses internet masih belum optimal,” tegas Ali.

Ali pun menyayangkan kerja sama Netflix dan Kemendikbud di tengah potensi TV Edukasi yang belum dioptimalkan.

Padahal, terang Ali, di Kemendikbud ada Pustekkom atau TV Edukasi sebagai televisi pendidikan yang berada di bawah kementerian pendidikan secara langsung.

Ali sendiri mengakui pernah datang langsung ke Studio TV Edukasi Pusdatin/ Pustekkom Kemendikbud.

Menurutnya peralatan dan jaringan lengkap, SDM juga mumpuni itu saja di kuatkan tidak perlu bekerja sama dengan Netflix.

“Di Kemendikbud itu ada TV Edukasi, justru menjadi pertanyaan kenapa Kemendikbud malah bekerja sama dengan Netflix. Ini kan perlu kita kritisi ada apa sebenarnya dengan kerja sama Netflix dan Kemendikbud. Seharusnya Kemendikbud kuatkan TV Edukasi dengan menambah anggarannya. Bukan sebaliknya,” tutup Ali.(ikl/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler