Polri Gunakan Gas Air Mata Kadaluwarsa di Tragedi Kanjuruhan, Begini TGIPF Menyikapinya

Selasa, 11 Oktober 2022 – 18:25 WIB
Ilustrasi - Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan Mahfud MD. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Peristiwa Stadion Kanjuruhan tidak mau buru-buru menyimpulkan soal kandungan gas air mata kedaluwarsa yang digunakan Polri pada peristiwa tragedi Kanjuruhan.

Menurut Ketua TGIPF Mahfud MD, pihaknya memilih untuk terlebih dahulu memeriksa kandungan gas air mata kedaluwarsa ke laboratorium.

BACA JUGA: Irjen Dedi Dinilai Mencari Pembenaran Atas Penembakan Gas Air Mata di Kanjuruhan

"Bukti-bukti penting yang didapatkan dari lapangan saat ini sedang dikaji dan sebagian juga sedang diperiksakan di laboratorium."

"Misalnya, menyangkut dengan kandungan gas air mata yang kedaluwarsa," ujar Mahfud MD saat jumpa pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (11/10).

BACA JUGA: Santoso Tak Terima Pernyataan Irjen Dedi Soal Penyebab Tragedi Kanjuruhan

Mahfud mengatakan pemeriksaan ke laboratorium penting untuk mengetahui tingkat bahaya gas air mata kadaluwarsa, apakah lebih berbahaya atau tidak berbahaya dibanding gas air mata tidak kedaluwarsa.

Mahfud, yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menyebut tim menemukan gas-gas yang disemprotkan itu sebagian sudah kedaluwarsa.

BACA JUGA: Sudah Dicopot Kapolri, Irjen Nico Afinta Harus Bertanggung Jawab Atas Tragedi Kanjuruhan

"Ada yang masih akan diperiksa lagi apakah kedaluwarsa atau tidak," katanya.

TGIPF Peristiwa Stadion Kanjuruhan Malang, Rabu (12/10), akan melakukan analisis sekaligus menyusun kesimpulan dan rekomendasi, sehingga laporannya bisa diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.

Anggota TGIPF Rhenald Kasali mengatakan penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa oleh polisi merupakan pelanggaran.

"Tentu itu adalah penyimpangan, itu adalah pelanggaran," ucap Rhenald Kasali di Kantor Kemenkopolhukam.

Menurut Rhenald, kepolisian sekarang ini bukan polisi yang berbasis militer atau military police, melainkan civilian police.

Oleh karena itu penggunaan senjata seharusnya untuk melumpuhkan, bukan mematikan.

"Jadi, bukan senjata untuk mematikan, melainkan senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas; yang terjadi adalah justru mematikan. Jadi, ini harus diperbaiki," kata Rhenald Kasali.

Polri membenarkan ada gas air mata sudah kedaluwarsa yang digunakan untuk mengamankan kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Namun, menurut polisi, efek yang ditimbulkan dari cairan kimia itu berkurang dibandingkan gas air mata non-kedaluwarsa.

"Ada beberapa yang ditemukan (gas air mata) pada 2021. Saya masih belum tahu jumlahnya, tetapi ada beberapa," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10).

Meski belum diketahui berapa jumlah gas air mata kedaluwarsa yang digunakan saat kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Dedi menyatakan sebagian besar gas air mata atau chlorobenzalmalononitrile (CS) saat itu adalah yang masih berlaku dengan jenis CS warna merah dan biru.

Jenderal polisi bintang dua itu menyebut ada tiga jenis gas air mata yang digunakan personel Brimob di seluruh Indonesia.

Yakni, gas air mata berwarna merah, biru dan hijau. Penggunaannya pun diatur sesuai dengan eskalasi massa dan tingkat contingency yang terjadi. (Antara/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tragedi Kanjuruhan, 19 Aremania Minta Perlindungan kepada LPSK, Ada Apa?


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler