jpnn.com, JAKARTA - Mabes Polri meminta Revisi Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Terorisme dibedakan dengan kewenangan antara kepolisian dengan TNI. Hal ini untuk menghindari kesalahan teknis dalam pelaksanaan dan penanganan terorisme.
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, perlu ada payung hukum yang jelas untuk mengatur TNI dalam menangani masalah terorisme. Sebab, tanpa aturan itu, maka koordinasi dan penindakan terhadap terorisme justru bisa melemah.
BACA JUGA: Romo Syafii Heran Pansus RUU Terorisme Dituduh Lamban
"Tinggal diatur supaya lebih baik. Di dalam UU itu diatur, agar lebih sinkron saja," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (31/5).
Mengenai RUU ini, Setyo mengaku Polri tidak mempermasalahkannya. Dia menilai, pelibatan TNI bisa meningkatkan pemberantasan terhadap terorisme. "Kami tidak ada masalah," imbuhnya.
BACA JUGA: TNI Sudah Punya Wewenang Berantas Terorisme
Kerja sama antara Polri dan TNI dalam penanganan terorisme, kata Setyo, sudah terjalin lama. Seperti Satgas Tinombala yang misinya mengejar kelompok terorisme Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso di Poso.
"Kan selama ini sudah. Di Poso juga sudah. Kemudian juga pada waktu pembajakan kapal itu, TNI AL," kata Setyo.
BACA JUGA: DPR tak Ingin Didikte Tuntaskan RUU Terorisme
Seperti diketahui, Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme terus dibahas di DPR. Salah satu poin yang rencananya akan ditambah yaitu melibatkan TNI dalam penanganan kasus terorisme. (mg4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasca-Bom Kampung Melayu, DPR Tuntaskan RUU Terorisme
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga