jpnn.com, PONOROGO - Sejumlah wilayah Ponorogo, Jatim, diterjang kekeringan. BPBD Ponorogo mulai kewalahan mengatasi permintaan air bersih untuk warga.
Pengiriman hingga larut malam setiap harinya mulai sepekan terakhir. Minimal tiga desa di tiga kecamatan yang harus dikirim.
BACA JUGA: Kekeringan Parah, Air 200 Liter Rp 100 Ribu, Minum Diirit
‘’Titik kekeringan semakin banyak. Ini sudah mulai kerepotan,’’ kata Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo, Setyo Budiono.
Titik kekeringan sudah mencapai 13 dusun, di sepuluh desa dan tujuh kecamatan berbeda saat ini. Padahal, hanya ada tujuh desa sepekan sebelumnya.
BACA JUGA: Angel Pieters Berubah Setelah Ikut Misi Sosial ke Sumba
Banyak dusun baru yang terdampak kekeringan. Di antaranya Dusun Tlogo, Krajan, Tulakan, dan Dusun Panggang (Kecamatan Slahung), Dusun Puhgading dan Kates (Balong).
Pengiriman semakin padat setelah beberapa desa meminta tambah. Salah satunya di Desa Suren (Mlarak) yang meminta tambahan satu tandon air setiap pengiriman.
BACA JUGA: Kekeringan, Warga Cari Air Bersih di Kubangan
‘’Rata-rata ada tiga desa di tiga kecamatan berbeda setiap harinya. Padahal, dalam satu desa ada tiga sampai empat titik karena jumlah ada dusun baru yang turut terdampak,’’ terangnya sembari menyebut jumlah kendaraan droping dan petugas tetap.
Belum lagi masalah minimnya tandon. Pengiriman terpaksa diecer ke bak penampungan warga. Artinya, kendaraan harus berhenti dari satu rumah ke rumah lain. Kondisi ini jelas membutuhkan waktu.
Belum lagi jauhnya jarak. Durasi sekali pengiriman bisa membutuhkan waktu hingga tiga jam. Lokasi berjarak antara 30 kilometer sampai 40 kilometer. Artinya, butuh waktu dua jam hanya untuk perjalanan pulang-pergi.
Belum lagi saat pengisian di kantor BPBD. Budi menyebut setidaknya butuh 30 menit pengisian satu armada tangki.
‘’Ada jadwal pengiriman setiap harinya. Ini saja masih kewalahan,’’ ujarnya sembari menyebut rata-rata selesai pengiriman pukul 23.00 setiap harinya.
Budi tak dapat membayangkan jika petugas libur atau armada ada yang rusak. Sebab, belum ada penggantinya. Pihanya hanya memiliki tiga armada saat ini. Satu di antaranya pinjaman provinsi.
Upaya penambahan dengan menggandeng instansi lain belum banyak membuahkan hasil. Padahal, titik kekeringan cukup mungkin bertambah ke depan.
Selain baru memasuki puncak kemarau, musim kemarau 2015 lalu menjadi acuannya. Setidaknya ada sembilan kecamatan kala musim kemarau kali terakhir itu.
‘’Musim kemarau tahun ini diprediksi lebih panjang seperti musim hujan yang terjadi sepanjang 2016 lalu,’’ tuturnya. (agi/irw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Proyek SPAM Umbulan Akhirnya Masuk Tahap Konstruksi
Redaktur & Reporter : Soetomo