jpnn.com - SURABAYA – Dokumen perjanjian Tim Pengelola Sementara (TPS) Kebun Binatang Surabaya (KBS) dengan enam lembaga konservasi sebetulnya bisa jadi pintu utama untuk menetapkan tersangka dalam kasus ”hilangnya” ratusan satwa KBS. Sebab, dalam dokumen itu, bau tak sedap dugaan jual beli satwa sangatlah kuat.
Hal tersebut disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane dalam siaran pers setelah menggali data kasus KBS. ”Mereka yang terlibat berpeluang kena dugaan penggelapan aset negara. Sebab, satwa-satwa KBS itu adalah aset milik negara. Tidak bisa begitu saja dipindahkan atau ditukarkan. Apalagi berstatus apendiks I yang hanya bisa ditukar dengan izin presiden,” katanya, Jumat (31/10).
BACA JUGA: Setelah Bupati Enthus Ngamuk, Hari Ini RS Kumpulkan Dokter
Sebagaimana diketahui, setelah ada konflik kepengurusan, Kementerian Kehutanan memberikan rekomendasi kepada TPS untuk mengelola KBS. Ketua TPS dijabat Tony Sumampau yang juga pemilik salah satu di antara enam lembaga konservasi yang terlibat dalam pertukaran satwa tersebut. Setelah masa TPS berakhir, pengelolaan KBS akhirnya berpindah kepada pemkot dengan membentuk Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS).
”Kasus ini sebetulnya sudah begitu gamblang. Jadi, mestinya polisi fokus ke delapan orang itu agar tidak berputar-putar lagi,” ungkap Neta.
BACA JUGA: Galau Istri Minta Cerai, Napi Cari Sensasi
Dalam siarannya, IPW juga mengalkulasi potensi kerugian dalam kasus itu. Neta memperkirakan jumlahnya bisa mencapai Rp 840 miliar. Angka itu setidaknya bisa terbaca dari salah satu poin dari enam perjanjian TPS dengan enam lembaga konservasi. Yakni, ada setoran uang muka Rp 200 juta untuk mendatangkan jerapah. Uang itu berasal dari CV Mirah Fantasia, Banyuwangi.
Neta mengungkapkan, Rp 200 juta itu hanya uang muka satu satwa. Padahal, biasanya uang muka cuma 10–25 persen dari total uang yang diperlukan. Nah, jika ada 420 satwa yang ditukarkan, pihaknya menduga total kerugian Rp 840 miliar. ”Tentu saja ini hanya angka perkiraan. Boleh jadi nilainya malah lebih dari itu,” ucap dia.
BACA JUGA: Calo CPNS Bilang, Sekarang Tarifnya Naik
Aliran uang itulah, lanjut Neta, yang menjadi sinyal adanya praktik jual beli satwa. Karena itu, pihaknya berharap mabes dan polda benar-benar memberikan atensi khusus dalam perkara yang menjadi perhatian publik tersebut. ”Polri harus segera menyita semua satwa langka KBS yang diduga kuat telah diperjualbelikan dan mengembalikannya ke KBS,” ucap dia. Ditambahkan, IPW juga mungkin membawa kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Upaya memboyong perkara pertukaran ratusan satwa KBS ke KPK sebenarnya pernah dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Namun, karena data dan bukti saat itu kurang kuat, KPK telah mengeluarkan surat rekomendasi bahwa tidak ditemukan pelanggaran korupsi dalam kasus tersebut.
Sementara itu, Risma saat ditemui seusai sidang paripurna di gedung DPRD Surabaya menyatakan siap saja bila dimintai data-data soal pertukaran satwa KBS. Dia mengatakan, saat lapor ke KPK dulu, dirinya memang belum mempunyai banyak data. Termasuk bukti enam surat perjanjian. ”Kalau sekarang, (surat perjanjian) ada di Bu Ratna (Direktur Utama PDTS KBS Ratna Achjuningrum, Red),” ungkapnya.
Risma menjelaskan, laporan yang disampaikan ke KPK dulu itu juga sebenarnya berkaitan dengan prasangka orang-orang yang menuduh dirinya ikut ”bermain” dalam pertukaran satwa. Nah, untuk menepis rumor itu, dia melapor ke KPK. ”Makanya, saya minta (KPK), kalau memang saya main ya (diusut) gitu,” imbuh alumnus ITS itu.
Dalam perkara tersebut, lanjut Risma, pihaknya menyerahkan kewenangan kepada jajaran direksi PDTS. Termasuk kemungkinan mengembalikan satwa-satwa yang sudah berpindah. Menurut dia, merekalah yang akan menghitung kemampuan KBS untuk mengelola seberapa banyak satwa. Yang jelas, dengan luas lahan KBS 15 hektare, ada 3.400 satwa dari 119 spesies.
Anggota DPRD Surabaya M. Machmud pun ikut bersuara. Mantan ketua dewan itu menyatakan, semestinya satwa-satwa yang telah dipindahkan tersebut segera dikembalikan ke KBS. Sebab, dalam surat perjanjian itu juga disebut dipindahkan. Artinya, status satwa itu masih milik KBS. ”Semestinya segera diambil lagi,” ujar Machmud, yang pernah menjadi ketua pansus pembuatan peraturan daerah (perda) tentang PDTS KBS.
Di pihak lain, aparat Polrestabes Surabaya lagi-lagi menegaskan keseriusannya untuk menangani kasus tersebut. Polisi tidak memungkiri bahwa pihaknya harus melakukan pekerjaan dari awal. Tapi, hal tersebut dilakukan sesuai dengan petunjuk dari gelar perkara di Mabes Polri. ”Kami akan memperdalam lagi. Yang jelas, kami akan berusaha maksimal menuntaskan,” kata Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sumaryono.
Dalam pemeriksaan sebelumnya, polisi sebetulnya menemukan beberapa kejanggalan dari proses pertukaran satwa tersebut. Bahkan, kejanggalan itu terjadi dalam semua perjanjian antara TPS KBS dan enam lembaga konservasi. Antara lain, satwa diganti dengan uang atau hewan yang seharusnya diberikan kepada KBS ternyata tidak diberikan. Salah satunya satwa dari Jatim Park yang malah masuk ke Taman Safari Indonesia II.
”Keterangan yang sebelumnya sudah kami dapatkan akan coba kami pertajam lagi dalam pemeriksaan ulang pihak dari enam lembaga konservasi. Kami tetap dan akan selalu serius,” tegas Sumaryono.(jun/fim/c11/hud)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengapa Ajudan Walikota tak Dicambuk?
Redaktur : Tim Redaksi