Potensi Terbuang Kota Malang

Kamis, 15 Mei 2014 – 00:35 WIB

ANDA mungkin mengira saat ini sedang ada tren baru Walikota dan Bupati yang berprestasi melanda di seluruh Indonesia bukan?

Anda salah.  Ridwan Kamil, Tri Rismaharini dan Joko Widodo tidak dengan sendirinya menjadi tren nasional. Ketiganya – sama halnya dengan rekan mereka seperti Bima Arya dan Bupati Banyuwangi Azwar Anas – adalah pemimpin yang keluar dari pakem.

BACA JUGA: Jangan Menafikan SBY

Mereka ini adalah pengecualian.

Saya teringat ini karena kunjungan saya ke Malang, Jawa Timur yang merupakan kota terbesar kedua yang diapit oleh gunung berapi, Semeru dan Butak.

BACA JUGA: Kangen Jamanku? Nostalgia Indonesia Era Suharto

Terletak di ketinggian 250-500 meter di atas permukaan laut, Malang terlihat hijau dan masih menjadi bukti menarik peninggalan arsitektur era kolonial.

Sebagai "East Java's garden city", Malang merupakan destinasi yang indahnya sangat mengejutkan, ditambah dengan duduk bersantai di café Toko Oen, Hotel Tugu, sembari menyerutup kopi kawi dan mengunyah strudel apel.

BACA JUGA: Pelajaran Bagi PDIP

Tetapi, jika anda membuat kesalahan seperti yang saya lakukan, yaitu mengemudi pada malam hari libur nasional, Anda akan segara menemukan betapa buruknya infrastruktur kota yang sebenarnya.

Menghabiskan empat jam di malam hari berkendara dari bandara Internasional Juanda ke Malang itu tidak menyenangkan.

Perjalanan darat, yang biasanya memakan waktu tidak lebih dari dua jam semakin menjadi-jadi macetnya ketika kami mendekati Malang, saat keluar dari Pandaan dan memasuki Lawang dan Singosari.

Semua ini menunjukkan bahwa kepemimpinan di Malang sangat kurang. Hal yang sangat disayangkan, kota ini memiliki potensi besar!

Pertama, Malang (dengan kabupaten di sekitarnya) memiliki populasi lebih dari 2,4 juta jiwa. Cuaca yang nyaman dan arsitektur yang dimiliki adalah potensi pariwisata yang juga didukung oleh situs bersejarah. Diantaranya adalah Candi Singosari, Candi Kidal dan Candi Jago yang masih terawat baik hingga kini.

Memang benar, sekitar 2,1 juta wisatawan domestik berkunjung ke Malang di tahun 2012.

Malang tidak hanya destinasi yang cantik namun juga pusat industri. Meskipun saya masih bertanya-tanya apakah jasa 'just-in-time-delivery' bisa terlaksana melihat buruknya infratruktur disini.

Ada banyak pusat pembuatan keramik disini seperti Dinoyo Keramik, juga ada Bentoel Group (yang menjadi bagian dari konglomerat British American Tobacco) – salah satu produsen rokok besar di Indonesia.

Kontribusi berasal dari sektor lain adalah pertanian dan pertambangan – Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Malang pada tahun 2011 adalah IDR 14,6 triliun.

Selain itu, Malang juga dikenal sebagai pusat pendidikan, dengan empat perguruan tinggi negeri dan lebih dari 30 universitas swasta – seperti universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah. Saat itu, karena banyak hotel okupansinya sudah penuh, saya bermalam di Hotel Brawijaya yang terpelihara dengan baik, rapi dan bersih.

Tapi lemahnya infrastruktur mengingatkan saya akan Achilles Heel-nya Malang. Kemacetan lalu lintas, terutama di pusat kota adalah dampak langsung dari buruknya kondisi jalan. Banyak ruas jalan yang tidak menunjukkan adanya perubahan selama lebih dari dua dekade.

Perencanaan kota yang buruk adalah batu sandungan bagi kota ini. Pengembangan pusat perbelanjaan dan ruko-ruko dalam kota belum diimbangi oleh perkembangan paralel infrastruktur yang dibutuhkan.

Juga, mengingat tidak adanya sistem transportasi umum yang layak, semakin banyak orang memutuskan untuk menggunakan kendaraan pribadi.

Pada tingkat ini dan tanpa intervensi langsung, Malang dengan sendirinya terjebak dalam kemacetan lalu lintas yang abadi dalam waktu dekat.

Jadi, Malang tidak seperti Surabaya yang masih memunculkan contoh 'kota tua' Indonesia. Seharusnya Malang menjadi hub industri dan jasa regional yang penting, namun potensinya terhambat oleh kurangnya visi dan kepemimpinan.[***]

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Golput


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler