PP Kehutanan Hambat Investasi Perkebunan

Jumat, 05 Maret 2010 – 18:09 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Djasarmen Purba, menegaskan bahwa Peraturan Pemerintahan (PP) Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan menjadi hambatan bagi proses masuknya investasi sektor perkebunanAlasannya, PP tersebut justru membuka peluang kriminalisasi atas pengusaha perkebunan.

"PP itu tidak mengakomodasi kepentingan investor dan masyarakat sebagai pengelola usaha di bidang perkebunan," kata Djaserman, di gedung DPD, Senayan Jakarta, Jumat (5/3)

BACA JUGA: Tujuh BUMN Selamatkan Aset Rp1,3 T

Pemberlakuan PP itu, lanjutnya, mengakibatkan lahan perkebunan yang telah dikelola tidak lagi bisa diusahakan karena diklaim sebagai kawasan hutan lindung
Padahal, izin usahanya dikeluarkan instansi berwenang bersama pemda setempat

BACA JUGA: Aset Bermasalah BUMN Bernilai Triliunan



"Akibatnya muncul beberapa persoalan, yaitu kriminalisasi pelaku usaha di bidang perkebunan, sedangkan sumber kesalahan di masa lalu seolah dilupakan seperti penyebab tata guna lahan tidak defenitif," ulas Djasarmen.

Dia menyebut beberapa provinsi seperti Kalimantan Tengah, Riau, dan Kepulauan Riau tidak memiliki Peta Padu Serasi yang menyebabkan tata guna hutan tidak definitif
Sedangkan Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, serta Lampung, memiliki Peta Padu Serasi tetapi tata guna lahan defenitif tidak terselesaikan.

"Dampaknya adalah ketidakpastian berusaha di bidang perkebunan

BACA JUGA: Komisaris di Freeport Belum Ditentukan

Padahal, peluang penambahan lahan justru serasi dengan tujuan peningkatan ekspor non-minyak dan gas serta penambahan devisa negara serta membuka lapangan kerja," jelasnya sembari menambahkan, para pelaku usaha menjadi korban ketidakjelasan aturan dan justru menjadi pihak yang disalahkan.

“Pemberlakuan PP 10/2010 dikhawatirkan mempengaruhi kelangsungan industri perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit," tegasnya lagi.

Dijelaskannya, keberadaan perkebunan kelapa sawit beserta industrinya berhasil membuka keterasingan daerahGabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat, total ekspor kelapa sawit bernilai US12 miliar merupakan penyumbang terbesar di luar minyak dan gasIndustri kepala sawit mempekerjakan 9-10 juta orang.

Dilatari berbagai persoalan tersebut, Komite II DPD mengusulkan agar pemerintah memperbaiki PP 10/2010, termasuk ketentuan peralihan PP tidak memberi keleluasan kepada perusahaan perkebunan agar mempertahankan kelangsungannya agar berkembang dan menyumbang bagi perekonomian Indonesia.

Kemudian, PP yang bermaksud mengoreksi aturan sebelumnya harus menghargai dan menghormati kelangsungan usaha dan izin usaha di bidang perkebunan yang dikeluarkan periode tahun 1999-2006"Sesungguhnya, kesalahan kebijakan berada di Kementerian Kehutanan," ungkapnya(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Segera Sikapi Kenaikan Harga Minyak


Redaktur : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler