jpnn.com, MALANG - Sekitar 212 sekolah swasta menolak rencana Wali Kota Malang Sutiaji menampung sebagian siswa yang tidak lolos Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019, dengan menambah kursi.
Sekitar 212 sekolah swasta di Kota Malang menolak jika Sutiaji bersikukuh menambah pagu SMP negeri.
BACA JUGA: PPDB 2019: Ada Sekolah Pendaftarnya Membeludak, Ada yang Kurang
Penolakan itu disampaikan para kepala SD dan SMP swasta serta ketua yayasan saat berkoordinasi dengan Sutiaji, Rabu (29/5). Dalam pertemuan yang digelar di aula Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Malang itu, para petinggi sekolah swasta meminta Sutiaji mengurungkan niatnya menambah pagu.
Salah satu alasannya, penambahan pagu SMP negeri dikhawatirkan berdampak terhadap SMP swasta. Apalagi hingga kini masih banyak SMP swasta yang kekurangan siswa.
BACA JUGA: PPDB 2019: Jarak Rumah ke Sekolah Lebih Dekat, Malah tak Lolos
”Saya beri contoh. Di kompil (gugus) 1 yang terdiri dari 15 sekolah, sekitar 11 sekolah di antaranya belum terpenuhi kuotanya. Begitu juga di kompil 2, juga belum terpenuhi,” ujar Idham Saleh, perwakilan SMP Waskita Dharma Malang, yang hadir dalam pertemuan itu.
BACA JUGA: PPDB 2019: Jarak Rumah ke Sekolah Lebih Dekat, Malah tak Lolos
BACA JUGA: PPDB 2019 SMP Sistem Zonasi, Nilai USBN Tidak Diperhitungkan
Sebelumnya, Sutiaji mengumumkan bakal menambah pagu SMP negeri. Setiap rombongan belajar (rombel) bakal ditambah dua kursi. Jika selama ini pagu maksimal setiap rombel sebanyak 32 siswa, maka akan menjadi 34 siswa.
Jika diestimasikan setiap SMP mempunyai tiga rombel, maka 6 kursi baru di setiap SMP negeri. Jika ditotal, dari 27 SMP negeri terdapat 162 kursi baru (6x27). Sekitar 162 kursi baru itulah yang diharapkan menampung siswa yang tidak lolos seleksi PPDB 2019 jalur zonasi.
Tapi, skema tersebut akan diterapkan jika sudah mendapatkan restu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.
Idham menegaskan, jika alasan penambahan pagu untuk pemerataan kualitas, dia menuntut pemerataan serupa juga diberlakukan di sekolah swasta. Bahkan, Idham menilai, ketimpangan di sekolah swasta lebih parah jika dibanding sekolah negeri. ”Kendalanya, kadang kala sistem ’kasta’ dalam kelompok sekolah swasta,” kata dia.
Di hadapan Sutiaji, Idham menyebut, sekolah kasta atas dianggap berkualitas manakala jumlah siswanya banyak. Bagi sekolah yang jumlah siswanya sedikit inilah yang masuk kasta menengah ke bawah.
”Semisal tujuan zonasi untuk meratakan, semua sama rata, baik sekolah negeri maupun swasta,” tambahnya.
Kritikan terhadap rencana penambahan pagu SMP negeri juga dilontarkan oleh Hasan, perwakilan SMP Muhammadiyah. Hasan menegaskan, sekolah swasta se-Kota Malang mampu menampung 2.800 siswa yang lolos PPDB. ”Biarkan para siswa yang ingin mendaftar pada sekolah swasta,” terang Hasan.
Menanggapi penolakan dari kepala SD-SMP swasta soal penambahan pagu SMP negeri, Sutiaji mengaku tidak keberatan mengurungkan niatnya menambah pagu di rombel SMP negeri. Tapi, sekolah swasta juga harus mengimbangi dengan meningkatkan kualitasnya. ”Oke ndak ada rombel. Tapi, jaga kualitas,” kata Sutiaji usai pertemuan.
Guna memastikan kualitas sekolah swasta, dia berencana membuat rangkaian visitasi sekolah. ”Kami akan lakukan verifikasi, visitasi di masing-masing sekolah swasta. Tujuannya untuk meratakan sekolah,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Sutiaji juga menjamin akan meningkatkan kesejahteraan guru di sekolah swasta. Caranya dengan menambah insentif guru, seperti halnya pegawai tidak tetap (PTT) dan guru tidak tetap (GTT) di sekolah negeri.
BACA JUGA: Jaksa KPK Jebloskan Satu Keluarga ke Penjara
Untuk diketahui, GTT kini mendapat insentif Rp 1.750.000. Angka ini naik dari yang sebelumnya hanya Rp 600 ribu saja.
Selain itu, pihaknya juga akan menaikkan anggaran bantuan operasional sekolah daerah (bosda) kepada siswa SD dan SMP. Bosda SD sebesar Rp 120 ribu per bulan setiap siswa, sedangkan SMP dijatah Rp 90 ribu.
”Harapan kami, kalau itu sudah dilakukan maka tidak ada alasan dia (sekolah swasta) menolak siswa. Karena guru sudah tercukupi, kebutuhan proses belajar mengajar (PBM) dengan standar minimal sudah cukup,” jelasnya.
”Kalau SD Rp 120 ribu itu sudah cukup untuk kebutuhan-kebutuhan dasar. Apalagi juga dapat dari bantuan operasional sekolah nasional (bosnas),” tambah mantan anggota DPRD Kota Malang itu.
Jika sekolah swasta tetap tidak berkembang, Sutiaji mengaku akan membuka rombel baru. ”Kalau nggak gitu, ya kami terpaksa harus membuka rombel baru,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Malang Dra Zubaidah MM menyatakan, pihaknya tetap akan melanjutkan rencana pembangunan sekolah baru. Namun, dia membantah jika penambahan sekolah baru demi menampung semua siswa.
”Tapi, kami melakukan pemetaan lulusan SD dengan kuota sekolah SMP negeri dan swasta,” kata pejabat eselon II Pemkot Malang itu.
Sekolah baru ini rencananya dibangun di kawasan Sukun. Alasannya, di Sukun ini tidak banyak sekolah yang mampu menyerap siswa lulusan SD. Tapi wacana lain, bisa juga dibangun di kawasan Baran, (Kecamatan Cemorokandang),” kata Zubaidah.
Saat ini pihaknya fokus pada pemetaan SD dan mencari wilayah yang luasnya memenuhi syarat pendirian sekolah baru. Ditanya kapan akan dilaksanakan pembangunan itu? Dia belum bisa menjawab secara pasti.
”Wah, panjang. Masih lama,” pungkas mantan Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kota Malang itu. (san/nr4/c2/dan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PPDB Sistem Zonasi: Anak tak Perlu Belajar yang Penting Rumah Dekat Sekolah
Redaktur & Reporter : Soetomo