jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah melakukan mengevaluasi sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) lantaran ditemukannya banyak kecurangan pada sistem zonasi.
Puan menyebut evaluasi perlu dilakukan lantaran ditemukannya manipulasi data kependudukan untuk memanfaatkan jalur afirmasi maupun sistem zonasi.
BACA JUGA: Mbak Rerie: Masalah PPDB Harus Menjadi Perhatian Serius
"Jika dilihat dari satu sisi, kejadian manipulasi data kependudukan ini terjadi akibat jumlah sekolah tidak berbanding lurus dengan jumlah calon peserta didik," ujar Puan melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (14/70.
Dia menyebut data kependudukan yang didaftarkan dalam PPDB sistem zonasi tidak sesuai kondisi di lapangan, alias ada dugaan dilakukannya manipulasi data kependudukan.
BACA JUGA: Begini Pidato Perdana Anas Urbaningrum sebagai Ketum PKN, Ada Kata Berat
Diduga, upaya itu dilakukan sebagian masyarakat agar anaknya bisa diterima di sekolah pilihan dengan memanfaatkan kuota jalur afirmasi.
Jalur afirmasi sendiri merupakan model penerimaan siswa untuk anak yang berasal dari kalangan keluarga ekonomi kurang mampu dan anak penyandang disabilitas.
BACA JUGA: Korupsi Pengadaan Sapi Bunting di Sumbar, Nih Tersangkanya
Mbak Puan meminta pemerintah melalui Kemendikbudristek mengevaluasi sistem zonasi. Sementara terkait jalur afirmasi harus diawasi ketat.
Dorongan itu disampaikan Puan setelah adanya berbagai dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi di Garut terkait PPDB 2023, bahkan di Kota Bogor, Jawa Barat, ditemukan sekitar 300 aduan indikasi manipulasi data, termasuk terkait zonasi dan jalur afirmasi.
Konon Disdik Bogor telah mencoret 208 nama siswa yang disinyalir berbuat curang dalam proses pendaftaran peserta didik baru jalur zonasi untuk jenjang sekolah menengah pertama (SMP).
Puan memahami sistem zonasi bertujuan baik untuk mengatasi ketimpangan, terutama kastanisasi di dunia pendidikan, yakni pengkategorian sekolah unggulan atau favorit dengan sekolah nonunggulan.
Sekolah unggulan biasanya berisikan siswa-siswa berprestasi. Sementara sekolah nonunggulan lebih banyak diisi siswa yang memiliki kemampuan rata-rata.
Walakin, kendala yang terjadi mengenai sistem zonasi itu adalah kurangnya kuota siswa yang diterima karena sekolah negeri di tiap kecamatan tidak sebanding dengan jumlah peminat.
Akibatnya, banyak orang tua yang 'menghalalkan' segala cara supaya anaknya bisa masuk ke sekolah negeri. Baik dengan pungli, mencurangi sistem, dan melakukan manipulasi.
Puan mendukung penghapusan kastanisasi sekolah, namun pemerintah diminta menemukan formula yang tepat agar sistem zonasi yang sebenarnya dimaksudkan baik, tidak justru dijadikan peluang untuk main curang.
"Sekolah harus memiliki standar pendidikan yang sama, jadi, tidak ada lagi namanya sekolah unggulan atau tidak. Ini merupakan tanggung jawab pemerintah dalam menjalankan amanat sesuai undang-undang," ujar mantan Menko PMK itu.(antara/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam