PPh Migas Tunggal Rp3,85 Triliun

Senin, 15 Agustus 2011 – 09:59 WIB
JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai, pelaksanaan monitoring serta penagihan pajak penghasilan minyak dan gas (PPh migas) belum optimalAkibatnya, terjadi selisih kewajiban PPh migas sebesar Rp 1,25 triliun yang tak terpantau serta kekurangan pembayaran hingga Rp 2,60 triliun

BACA JUGA: Perusahaan Tambang Dituding Penyebab Kelangkaan BBM

Dengan begitu, total tunggakan Rp 3,85 triliun.

Temuan BPK itu lebih tinggi daripada laporan serupa buatan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang sebesar Rp 1,6 triliun
”Pemerintah belum memiliki mekanisme penetapan dan penagihan PPh migas serta tidak jelas dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPKP soal kurang bayar PPh migas,” kata Ketua BPK, Hadi Purnomo di Jakarta.
 
BPK mendesak pemerintah meningkatkan koordinasi antarinstansi dalam menyempurnakan sistem administrasi pengelolaan pembayaran pajak dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS)

BACA JUGA: Bursa Saham Optimistis ke Jalur Positif

Di Kementerian Keuangan, saat ini pemungutan PPh migas diadministrasikan oleh Ditjen Anggaran
Namun, yang memiliki kewenangan menagih tunggakan adalah Ditjen Pajak.

Hadi mengatakan, pihaknya sudah mengingatkan pemerintah untuk menyelaraskan prosedur pemungutan PPh migas

BACA JUGA: April 2012, PLTU Holtekamp Beroperasi

”Namun, pemerintah belum sepenuhnya melakukan tindak lanjut atas rekomendasi tersebut,” ucap bekas direktur jenderal pajak ituPemerintah juga diminta memperbaiki mekanisme monitoring dan penagihan kewajiban PPh migasVerifikasi terhadap selisih kewajiban PPh migas dan penagihan juga harus tetap dilakukan.

Sebagaimana diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyebutkan bahwa ada 14 perusahaan migas yang menunggak pajak sebesar Rp 1,6 triliun berdasar perhitungan BPKPMenkeu Agus Martowardojo mengatakan, tunggakan tersebut terjadi karena ada selisih antara perhitungan KKKS dan pemerintah soal tax treaty.

Menkeu mengatakan, PPh migas harus dikeluarkan dari perjanjian penghindaran pajak berganda atau tax treatyPemerintah tidak ingin kontraktor migas melakukan treaty shopping atau menumpang manfaat keringanan perpajakan tax treaty melalui rekayasa.

Sebelumnya, Kepala BP Migas RPriyono mengatakan, untuk perhitungan pajak, perusahaan migas biasanya menggunakan tarif branch profit tax (PBDR) yang diatur dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara domisili KKKS”Nah, soal tarif tersebut, ada yang lebih rendah daripada pajak kita yang sebesar 20 persen,” ujarnya.

Priyono menyebutkan, negara dengan perhitungan tax treaty lebih rendah daripada tarif pajak Indonesia adalah Inggris (10 persen) dan Malaysia (12,5 persen)”Tapi, untuk Amerika (Serikat), itu sudah sama dengan kita, 20 persen,” katanya.

Priyono juga memberikan klarifikasi soal pernyataan KPK tentang 14 perusahaan migas tersebutMenurut dia, saat ini hanya ada tiga perusahaan migas yang terbelit dispute tax treaty”Itu yang menggunakan British law (hukum Inggris), ada BP (British petroleum) dan premier (oil),” sebutnya.

Adapun satu KKKS lagi tidak disebutNamun, jika mengacu negara dengan tax treaty di bawah 20 persen adalah Inggris dan Malaysia, bisa jadi satu KKKS lain adalah perusahaan migas dari Malaysia, yakni Petronas. (sof/c11/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... RAPBN 2012 Diharapkan Sensitif Terhadap Krisis Global


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler