PPP Minta Mendagri Tidak Apriori Soal FPI dan NKRI Syariat

Jumat, 29 November 2019 – 15:41 WIB
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi menyoroti perbedaan sikap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Agama (Kemenag) terkait surat keterangan terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI).

Menteri Agama Fachrul Razi mendorong memberikan rekomendasi, tetapi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian masih melakukan kajian terutama terkait anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) FPI. 

BACA JUGA: DPR Ogah Intervensi Tito Karnavian Soal SKT FPI 

"Jadi, sebaiknya Mendagri jangan apriori terlebih dahulu, apalagi Menag sudah memberi legacy bahwa FPI itu sangat pancasilais," kata Baidowi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (29/11). 

Anggota DPR yang karib disapa Awiek itu mengingatkan Kemendagri maupun Kemenag harus bersinergi dan berkoordinasi satu sama lain supaya tidak terjadi perdebatan di publik. Dari awal, kata Baidowi, pihaknya sudah mengingatkan anggota kabinet harus berdebat di dalam, jangan berbeda pendapat di luar.

BACA JUGA: Puan Maharani: Pemerintah Tidak Takut FPI

"Ini kan sudah mulai nih, Mendagri begini, Menag begitu. Walaupun soal teknis saja, tetapi sebaiknya diselesaikan di dalam pemerintahan sehingga ketika keluar menanggapi satu per satu persoalan itu satu kata," paparnya.

Lebih lanjut Awiek mengatakan yang harus dilihat apakah FPI mengakui Pancasila atau tidak. "Soal NKRI bersyariah (syariat-red) itu sebenarnya konsepsi, bukan ideologi. Kalau konsepsi ini kan semacam diskursus," ujarnya. 

BACA JUGA: Pernyataan Menag Fachrul Razi Ini Mungkin Menyejukkan FPI

Dia mencontohkan seperti PPP misalnya, dalam beberapa kesempatan pernah juga mencetuskan konsep NKRI bersyariah. Nah, Awiek menegaskan bahwa yang dimaksudkan NKRI bersyariah itu tentu bukan ingin mengganti bentuk NKRI. Melainkan, lanjut dia, bagaimana mewarnai jalannya kehidupan bernegara ini dengan memasukan nilai-nilai keislaman bagi seperangkat regulasi yang memang dikhususkan untuk umat Islam. 

"Nah, seperti apa? Contoh adanya Undang-Undang Perbankan Syariah. Itulah yang dimaksud implementasi dari NKRI bersyariah," paparnya. 

Kemudian, lanjut Awiek, ada UU Jaminan Produk Halal. "Itu untuk siapa, untuk umat muslim yang ada di Indonesia," tegasnya. 

Dia menegaskan, kalau konsepsi seperti itu sebagai implementasi dalam kehidupan dalam bernegara di NKRI, tidak ada masalah. "Cuma Pak Tito harus meminta penjelasan lebih detail mungkin maksud NKRI bersyariah yang diinginkan FPI seperti apa," katanya.

Awiek mengaku sepanjang yang dipahaminya soal NKRI bersyariah hanya ditanamkan nilai-nilai keislaman dalam seperangkat regulasi maupun tata kehidupan negara yang memang hanya dikhususkan untuk masyarakat Islam. 

"Seperti perbankan syariah, kan penggunanya umat muslim, kalau non-muslim kan tidak mungkin atau tidak perlu menggunakan sistem perbankan tersebut," jelasnya.

Selain itu, ujar dia, jaminan produk halal itu hanya berlaku bagi jaminan umat Islam di Indonesia maupun umat Islam yang datang ke Indonesia. "Umat non-muslim tidak menggunakan kan tidak ada masalah," tegasnya. 

Ia mengatakan seharusnya ada peluang FPI untuk mendapatkan SKT. Terlebih lagi, tegas Awiek, FPI secara AD/ART mengakui Pancasila. Menurut dia, persoalan NKRI bersyariah tinggal dijabarkan saja sebenarnya apa maksudnya.

"Bukan sebuah ideologi tetapi kami memahami sebagai sebuah konsepsi dalam hidup bernegara, menjalankan tata aturan kenegaraan dan keislaman seperti yang terimpelimentasikan dalam UU tersebut," katanya. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler