jpnn.com, KUPANG - Banyak sekolah swasta di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami kekurangan guru lantaran tenaga pengajar mereka lebih memilih jadi PPPK.
Menurut Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) NTT, ada sekolah yang kehilangan sampai sepuluh guru gara-gara PPPK.
BACA JUGA: Guru Lulus PG Seleksi PPPK 2021 Risau dengan Aturan Linieritas Ijazah 2022, Makin Rumit
Menguliti aneka masalah yang mendera sekolah swasta di NTT, BMPS telah beraudiensi dengan Senator Paul Liyanto. Paul berjanji 'berteriak' dalam paripurna DPD di Jakarta.
BMPS NTT juga beraudiensi dan berdialog dengan anggota Komisi X DPR RI Anita Jacoba Gah pada Sabtu, 15 Oktober.
BACA JUGA: BKH PGRI Beri 5 Solusi Pengangkatan PPPK, MenPAN-RB Azwar Anas & Mas Nadiem Tolong DidengarÂ
Anita Gah berjanji siap memperjuangkan aspirasi BMPS NTT dalam rapat kerja dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbudristek).
Wakil Ketua BMPS NTT, yang juga Ketua Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Agung Kupang (KAK), Romo Kornelis Usboko menyebut empat masalah serius yang saat ini membelenggu sekolah-sekolah swasta di NTT.
BACA JUGA: Gaji PPPK, Pemkab Mukomuko Menganggarkan Rp 18 Miliar
Pertama, peserta didik yang membeludak di sekolah negeri. Dampaknya, ada sekolah swasta gigit jari ketiadaan siswa baru.
Romo Kornelis mencontohkan di SMAK Ki Hajar Dewantara Kupang hanya memiliki 7 siswa baru tahun ajaran 2022. Pemicunya, sekolah negeri melanggar Juknis Penerimaan Peserta Ddidik Baru (PPDB) tahun 2022.
"Sekolah negeri hanya mau mengejar banyaknya dana BOS, mengabaikan pendidikan karakter," tegasnya.
Kedua, program PPPK merugikan sekolah swasta. Sampai saat ini belum ada regulasi, baik pusat maupun daerah untuk melindungi sekolah swasta dengan menempatkan kembali guru PPPK yang lulus ke sekolah asal mereka.
"Sekolah kami juga terkena dampaknya. Dua guru harus pergi karena imbas seleksi PPPK dan tak ada penggantinya," ujar Fredus Kolo, kepala SMK Sint Carolus Kupang.
SMA Kristen Kupang juga harus kehilangan 8 guru karena ikut PPPK. "Kami yang menanam orang lain yang memanen," tambah Winston Rondo, ketua BMPS NTT.
Ketiga, perpindahan guru PNS/ASN dari sekolah swasta sangat tinggi dengan alasan kecukupan jam mengajar/sertifikasi, maupun yang terutama alasan kebijakan UU ASN.
Keempat, gaji guru sekolah swasta sangat rendah, di bawah Rp 500 ribu/bulan. Apesnya, pembayarannya masih dicicil. Juga banyak guru sekolah swasta tidak mendapat insentif transportasi Pemda NTT sebesar Rp 400 ribu/bulan. (esy/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Mesyia Muhammad