jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara menilai hasil survei elektabilitas calon presiden (capres) yang dilakukan beberapa lembaga survei kurang proposional.
Menurutnya, hal ini karena penelitian survei jarang menggunakan sampel acak berjenjang atau multistage random sampling.
BACA JUGA: Tersangka Pemerkosaan Buronan Interpol Ajukan Uji Materi ke MK
Akibatnya, sambung Igor, tokoh capres tertentu jadi kurang terwakili. Menurutnya, apabila penelitian memakai metodologi multistage random sampling, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto yang lebih sering menunjukkan program-program dibanding capres lain, bisa berada di posisi teratas.
"Dari pengamatan dan penelitian yang pernah saya lakukan, dukungan Prabowo justru meluas akibat program satu desa satu milyar, pembelaan Prabowo untuk TKI Wilfrida Soik, serta rencana pendirian Lembaga Tabungan Haji, dan lain-lain," kata Igor dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (9/1).
BACA JUGA: Yang Puas dengan Kinerja SBY Hanya 48,6 Persen
Selain metodologi multistage random sampling, instrumen pertanyaan juga sangat berpengaruh. Igor menegaskan, sangat mungkin jawaban yang disediakan oleh peneliti di beberapa lembaga survei sangat terbatas. Hal ini bisa membuat respon hanya menyesuaikan katagori jawaban yang disediakan.
"Tapi coba, misalnya, jelaskan dan tanya kepada responden yang jadi sampel survei terkait manfaat desanya kalo mendapat bantuan satu milyar. Pasti elektabilitas Prabowo justru meroket," tandasnya.
BACA JUGA: Dana Kurang, Polisi Ngaku tak Bisa Maksimal Kawal Pemilu
Seperti diberitakan, Prabowo gencar mensosialisasikan program-program unggulan sebagai capres. Namun, berbagai hasil survei hanya menempatkan Prabowo di posisi kedua setelah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Tidak Nyapres, Prabowo Berkuasa
Redaktur : Tim Redaksi