Australia dan Indonesia sudah selesai membahas upaya meningkatkan perjanjian pertahanan.
Perjanjian ini nantinya bahkan disebut pemerintah Australia sebagai "yang paling signifikan" yang pernah ditandatangani kedua negara.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Presiden Jokowi Rombak Kabinet, Prabowo Akan Kunjungi Australia
Hal ini diumumkan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese setelah bertemu dengan Prabowo Subianto di Canberra, hari Selasa (20/08).
Perjanjian ini diharapkan bisa memfasilitasi latihan militer gabungan yang lebih ambisius antara kedua negara.Setelah kesepakatan tercapai hari ini, perjanjian baru rencananya akan ditandatangani Prabowo dan Menteri Pertahanan Australia Richard Marles di Jakarta akhir bulan ini.
BACA JUGA: Banyak yang Kesepian di Indonesia, Jasa Sewa Pacar Semakin Diminati
PM Albanese mengatakan perjanjian ini akan "meningkatkan kerja sama pertahanan yang kuat dengan memperdalam dialog, memperkuat interoperabilitas dan meningkatkan dalam praktiknya".
"Ini akan menjadi landasan penting bagi kedua negara untuk saling mendukung keamanan satu sama lain, yang penting bagi kedua negara, namun juga bagi stabilitas kawasan yang kita miliki bersama," ujarnya.
BACA JUGA: Bamsoet Ungkap Skenario Munas Golkar, Jokowi Jadi Kader?
Menteri Pertahanan Australia menyebut perjanjian tersebut "sangat bersejarah" dan menjadi yang "paling signifikan yang pernah dibuat oleh kedua negara".
“Apa yang akan dicapai oleh perjanjian ini adalah memberikan interoperabilitas yang jauh lebih besar antara kekuatan pertahanan kita,” katanya.
“Ini akan memberikan lebih banyak latihan antara kekuatan pertahanan kita, akan membuat kita bekerja sama dalam kepentingan global untuk mendukung tatanan berbasis aturan dan, yang penting, akan memungkinkan kita untuk beroperasi dari negara masing-masing.”Tanggapan Prabowo
Namun dalam pidatonya Prabowo hanya sedikit menyinggung perjanjian baru tersebut.
Ia hanya mengatakan jika kedua negara sudah membuat "kemajuan besar" dalam "menyelesaikan rincian legalistik" dalam perjanjian tersebut, yang disebutnya sebagai "hasil yang luar biasa".
Saat bertemu dengan PM Albanese, Prabowo menekankan jika ia "bertekad" untuk melanjutkan prioritas kebijakan luar negeri yang tidak memihak, seperti yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo sebelumnya.
"Seperti yang Anda ketahui, berdasarkan tradisi, kami adalah negara non-blok. Berdasarkan tradisi, masyarakat kami tidak ingin kami terlibat dalam aliansi atau pengelompokan geopolitik atau militer apa pun," katanya.
“Saya sendiri bertekad melanjutkan kebijakan ini."
"Saya berulang kali mengatakan jika kami menginginkan hubungan terbaik dengan semua negara besar, terutama dengan tetangga kami."
Prabowo mengatakan hubungan bilateral dengan Australia adalah prioritas yang "sangat tinggi" baginya.
"Saya sangat paham dan sadar sekali akan pentingnya hubungan Australia-Indonesia, sebagai negara bertetangga," ujarnya.
“Saya ingin melanjutkan kolaborasi dan kerja sama ini.”
Prabowo menyatakan investasi Australia di Asia Tenggara dan Indonesia masih tertinggal, karenanya ia ingin melihat hubungan yang lebih kuat antara kedua negara.
"Kami ingin melihat lebih banyak partisipasi Australia dalam perekonomian kami," katanya.
"Kami juga ingin melihat kolaborasi dan konsultasi yang lebih erat di berbagai bidang ... sehingga kami dapat mencapai hasil sama-sama menghormati kepentingan ekonomi dan kepentingan nasional kami.”Pakar: kesepakatan bukan perubahan mendasar
Susannah Paton, dari Lowy Institute, mengatakan meski pemerintah Australia ingin membicarakan pentingnya perjanjian tersebut, tidak akan mengubah hubungan antara Australia dan Indonesia secara mendasar.
“Hubungan pertahanan Australia-Indonesia berada pada jalur yang sangat positif selama lima tahun terakhir, dengan latihan militer gabungan yang lebih sering dan ambisius,” katanya kepada ABC.
“Perjanjian kerja sama pertahanan yang baru sudah mengakuinya dan akan membantu memfasilitasi kegiatan gabungan, namun tidak menandakan transformasi hubungan strategis kedua negara yang masih akan dibatasi oleh perbedaan dalam memandang dunia, termasuk mengenai Tiongkok dan Amerika Serikat.”
David Andrews, dari National Security College, mengatakan perjanjian baru ini "secara signifikan bisa meningkatkan kerja sama dan interoperabilitas bilateral", tapi secara fundamental, perjanjian ini tidak sehebat Perjanjian Keamanan tahun 1995 dan Perjanjian Lombok tahun 2006 di antara Australia dan Indonesia.
Dia mengatakan Perjanjian Keamanan tahun 1995 yang dibuat oleh Perdana Menteri Paul Keating, yang kemudian dibubarkan oleh Indonesia, lebih luas dibandingkan perjanjian baru, karena mencakup kewajiban bagi kedua belah pihak; jika mereka akan berkonsultasi bersama untuk menentukan tindakan yang akan mereka ambil untuk menanggapi ancaman eksternal.
"Menyederhanakan kerja sama pertahanan bilateral sangatlah penting, dan patut dirayakan sebagai pencapaian signifikan yang dicapai dalam waktu singkat," katanya.
"Tetapi ini tidak mengubah struktur fundamental hubungan dan kewajiban bersama kedua belah pihak, sehingga dapat dianggap sebagai 'perjanjian paling signifikan yang pernah dibuat oleh negara kita'."Masalah hak asasi manusia
Indonesia membatalkan Perjanjian Kemanan tahun 1995.
Ketika itu sedang terjadi Krisis Timor, di mana Australia memimpin pasukan multinasional untuk memulihkan ketertiban di Timor Timur setelah milisi yang didukung pemerintah Indonesia melancarkan serangan pembunuhan dan teror yang menyebabkan ratusan orang tewas dan banyak orang terpaksa mengungsi.
Kelompok hak asasi manusia menuntut agar Australia meningkatkan tekanan terhadap Indonesia atas pembunuhan di luar proses hukum dan upaya penghilangan paksa di Papua Barat.
Mereka mengatakan Australia harus memastikan peralatan dan dukungan militer yang akan diberikan nantinya tidak memperburuk pelanggaran hak asasi manusia di provinsi Indonesia.
Direktur Human Rights Watch Australia Daniela Gavshon mengatakan pemerintah federal juga harus menekan Indonesia untuk mengizinkan kunjungan Dewan Hak Asasi Manusia di PBB ke Papua Barat yang sudah lama tertunda.
"Para pemimpin Australia tidak boleh membiarkan rekam jejak buruk yang dimiliki oleh Prabowo di bidang hak asasi menghalangi mereka, untuk bisa tegas mengangkat masalah hak asasi manusia yang ada saat ini," kata Daniela.
"Mereka harus menekankan presiden baru memiliki peluang penting untuk memulihkan posisi Indonesia dalam isu Papua Barat dan isu hak asasi manusia lainnya."
Simak laporannya dalam bahasa Inggris
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Mahulu Berharap Prabowo Subianto Dukung Owena Mayang Shari di Pilkada