Praktek KKN Bukan Hanya Dilakukan Partai Berkuasa

Rabu, 25 Mei 2011 – 20:55 WIB
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit mengatakan, praktek pencarian sumber dana partai politik (parpol) dengan cara korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), bukan menjadi dominasi satu parpol sajaSemua partai menurut Arbi, melakukan cara-cara yang sama

BACA JUGA: AMQ Klaim Dukungan Indonesia Timur

Perbedaannya terletak pada bagaimana partai terkait mengatasi permasalahan jika KKN-nya terungkap.

"Semua partai pasti pernah menghimpun dana dengan pendekatan kekuasaan, dan memperjualbelikan proyek-proyek pemerintahan," ujar Arbi, ketika dihubungi wartawan, Rabu (25/5).

Cara-cara memperjualbelikan proyek tersebut, lanjut Arbi, berkorelasi dengan cara-cara kader partai untuk mendapatkan posisi elit di partainya
"Untuk mendapatkan posisi elit di partai, kata kuncinya bukan pada visi, tetapi lebih pada kemampuan uang untuk mempengaruhi pihak lain

BACA JUGA: Incar Pemilih Pemula, Golkar Gelar Try Out SNM-PTN

Ketika posisi elit sudah diperoleh, maka langkah berikutnya untuk membesarkan partai, dengan sendirinya harus mendapatkan dana dengan cara memperjualbelikan proyek," ungkapnya.

"Kalau memang bangsa dan negara ini punya komitmen untuk memutus korelasi KKN parpol dengan proyek-proyek, maka jalan keluarnya, negara harus menanggung biaya politik yang dibutuhkan partai, termasuk biaya kampanye
Semuanya (harus) ditanggung negara," sarannya lagi.

Khusus untuk Partai Demokrat, Arbi melihat bahwa berkembangnya kasus belakangan ini tidak terlepas dari peran internal Partai Demokrat sendiri yang tidak solid

BACA JUGA: Petisi 28 Desak Anggota DPR Nakal Disanksi

Sehingga menurutnya, masing-masing kader parpol tersebut dapat bertindak sendiri tanpa memandang hirarki kepemimpinan partai.

"Demokrat ini memang agak berbeda dengan partai lainPartai lain tidak mengeroyok kadernya yang terlibat masalahTengok saja PKS maupun GolkarSemuanya samaTapi begitu kadernya terlibat masalah, mereka kompak dan tidak ribut seperti di Partai Demokrat," paparnya.

Elit Partai Demokrat, menurut Arbi lagi lebih jauh, bisa disebut centang-perenangDalam arti, kadang mendukung, kadang menghajar ramai-ramaiKadang melawan, kadang (bisa) patuh.

"Orang seperti Nazaruddin yang begitu muda dan mentah pengalaman, mencoba untuk berperan sebagai mesin duitTapi dia lupa bahwa lingkarannya mayoritas kutu loncatPagi membela Nazaruddin, menjelang siang bisa saja menghajar NazaruddinBeda dengan partai senior lainnyaKapanpun harus membela teman, paling tidak dengan cara gerakan tutup mulut," ungkap Arbi(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Saan: Ancaman Nazaruddin Tidak Serius


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler