Pram…Datuk Punk!

Senin, 06 Februari 2017 – 18:41 WIB
Pramoedya Ananta Toer di laman Google, Senin, 6 Februari 2017.

jpnn.com - BAHWA Pramoedya Ananta Toer seorang penulis berkaliber, banyak yang tahu. Bahkan, merayakan ulang tahun Pram hari ini, 6 Februari, laman Google pun memajang potretnya. Yang jarang orang tahu, Pram adalah seorang Datuk. Datuk Punk!

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: The Last Reporter

Peristiwa ini terjadi dua belas tahun silam. Minggu, 6 Februari 2005.

Malam itu ada acara di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat; ulang tahun Pramoedya Ananta Toer ke-80.

BACA JUGA: Sejarah Radio Masuk Indonesia

Pada puncak acara, Pram terkekeh-kekeh ketika dianugerahi gelar Datuk Punk oleh Marjinal, band punk berpengaruh di negeri ini.

Mengenang peristiwa itu, JPNN.com mewawancari Mike Marjinal, Senin, 6 Februari 2017.

BACA JUGA: Ini Episode yang Hilang dari Buku Sejarah Indonesia?

Masih ingat bahwa Marjinal pernah menganugerahi Pram gelar Datuk Punk, saat ultahnya ke-80 di TIM?

"Ya, ingat," jawabnya.

Boleh ketua ceritakan kenapa Pram dianugerahi gelar itu?

"Karena Pram adalah Pram. Beliau memiliki kedaulatan atas pikirannya dan konsisten atas suara hatinya. Maka ia kita sematkan sebagai datuk kami, Datuk Punk," tandasnya.

Bagi Marjinal, sastrawan yang pernah mendekam dalam penjara Orde Baru tanpa pernah diadili itu seperti, "sang pencerah bagi generasi muda negeri ini yang selama ini dijejelin pandangan-pandangan Barat dan Timur Tengah."

Pandangan-pandangan dari luar itu, sambung dia, menumbuhkan mental menghamba kepada mereka (Barat dan Timur Tengah--red).

Dan lalu, jadi tak percaya diri sebagai anak negeri, anak bangsa atau pun pelaku hidup sebagai manusia. "Hingga kami jadi generasi yang tak memiliki keyakinan untuk melihat maupun menantang masa depan."

Di sela wawancara, sambil menulis naskah ini, saya menyetel lagu Marjinal yang berjudul Negeri Ngeri.

…lihatlah negeri kita/yang subur dan kaya raya/sawah ladang terhampar luas/samudera biru/tapi rataplah negeri kita/yang tinggal hanyalah cerita/cerita dan cerita terus cerita/cerita terus

pengangguran merebak luas/kemiskinan merajalela/pedagang kaki lima tergusur teraniaya/bocah-bocah kecil merintih/melangsungkan mimpi di jalanan/buruh kerap dihadapi penderitaan

inilah negeri kita/alamnya kelam tiada berbintang/dari derita dan derita/menderita…derita terus

sampai kapankah derita ini?/au ah!/yang kaya darah dan air mata/yang senantiasa mewarnai bumi pertiwi/dinodai, digagahi, dikuasai
dikangkakangi, dihabisi para penguasa rakus...

Mike langsung berkomentar, "ya, dia (Pram--red) suka lagu itu. Bahkan, lagu itu yang menjadi alasan ia menyarankan kita untuk mempengaruhi cucunya."

Dulu, ketika Pram masih ada, anak-anak Marjinal kerap berkumpul dan bermuka-muka dengannya. Meski usia berpaut jauh, hubungan mereka hangat.

"Sosok Pram yang sangat bersahaja, teman bercanda yang segar. Ia lucu dan apa adanya. Kita generasi muda, bersamanya bebas dari rasa takut."

Di ujung obrolan, Mike mengaku banyak mengenal substansi dan esensi hidup serta persoalannya lebih dalam, mengakar dan melapangkan hati dari Pram.

"Saat-saat bersama, kita bangga untuk memangil beliau Datuk Punk. Dia adalah opah, ayah, paman, sobat, guru, Datuk Punk bagi kami di negeri ini…"

Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, 6 Februari 1925. Berpulang di Jakarta, 30 April 2006. Satu di antara kutipannya yang membumi, "duniaku bukan harta dan jabatan. Tapi, bumi manusia dan segala macam persoalannya." (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tukang Cukur & Perang Salib, Lho Apa Hubungannya?


Redaktur & Reporter : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler