jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong kepolisian segera menangkap pelaku kekerasan seksual berinisial HCP (26) yang hingga kini masih buron.
Konon korban predator seksual di Kabupaten ?T?apanuli Tengah, Sumatera Utara itu mencapai 30 anak laki-laki.
BACA JUGA: Eks Kadis PPPA Maluku Diduga Melakukan Pelecehan Seksual pada Bawahan, Modusnya Begini
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar mendukung kerja keras polisi yang masih memburu pelaku.
"Pelaku saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka meski masih buron dan kami berharap pelaku bisa ditangkap," ujar Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (1/12).
BACA JUGA: Blak-blakan Eks Ketua KPK: Jokowi Pernah Berteriak Agar Kasus Setnov Dihentikan
Dia menjelaskan bahwa HCP diduga melakukan perbuatan kejinya sejak 2022.
Dalam menjalankan aksinya, pelaku awalnya mengajak korban bermain gim dan saat korban lengah, predator seksual itu mencabuli anak-anak tersebut.
BACA JUGA: Terapis Spa Pemerkosa Bule Australia di Bali Divonis Penjara Selama Ini
Kasus pencabulan anak ini terungkap ketika salah satu korban yang berusia 10 tahun melaporkan kejadian tersebut kepada orang tuanya.
Orang tua korban kemudian melaporkan tindak pidana kekerasan seksual tersebut ke Polres Tapanuli Tengah.
KemenPPPA melalui tim Layanan SAPA 129 berkoordinasi dengan Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sumatera Utara telah melakukan penjangkauan, asesmen awal.
Lalu, melakukan pendampingan hukum maupun psikologis terhadap para korban yang merupakan Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK).
"Selain korban, pelaku juga perlu melakukan pemeriksaan psikologi untuk melihat apakah ada kemungkinan kelainan seksual yang dimilikinya," tutur Nahar.
Dia menyebut penanganan kasus kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan sebagaimana amanat Pasal 23 UU TPKS.
Kementerian PPPA pun mendorong agar penegak hukum menjatuhkan hukuman maksimal kepada pelaku atas tindakannya yang tidak hanya merugikan korban.
"Namun, juga menimbulkan akibat yang luar biasa seperti gangguan psikologis berupa trauma berkepanjangan dan juga gangguan seksual," ucap Nahar.(ant/jpnn.com)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam