Prediksi Neta IPW tentang Jumlah Massa Reuni 212

Sabtu, 01 Desember 2018 – 09:08 WIB
Salat Jumat berjamaah di Monas yang merupakan bagian dari aksi 212, Jumat (2/12) lalu. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengapresiasi sikap Polda Metro Jaya yang mengizinkan kegiatan Reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (2/12).

Pemberian izin tersebut menunjukkan bahwa Polri melihat situasi Jakarta sangat kondusif, dan tidak ada yang harus dikhawatirkan serta dicemaskan menjelang maupun saat Reuni 212 berlangsung.

BACA JUGA: Polisi Tak Perlu Berlebihan Kawal Reuni 212

Berdasar pantauan Indonesia Police Watch (IPW) hingga Sabtu (1/12) pagi, Jakarta sangat kondusif. Pergerakan massa tidak semasif seperti Aksi 212 lalu.

Artinya, kata Neta, sikap antusias untuk mengikuti Reuni 212 ini memudar total. Namun elite-elite tertentu tetap bersikap bombastis dengan mengatakan reuni akan diikuti satu juta orang.

BACA JUGA: Tak Ada Untungnya Jokowi - Maruf Datang ke Reuni 212

"Padahal dari pantauan IPW diperkirakan massa yang akan hadir tidak sampai 20.000," kata Neta dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/12).

Melihat memudarnya antusias masyarakat ini IPW menilai ada empat kerugian besar jika Prabowo Subianto - Sandiaga Uno hadir dalam reuni tersebut.

BACA JUGA: Berita Terkini soal Ikut Reuni 212 Dapat Nilai A di UTS

Pertama, Neta menjelaskan, dengan minimnya jumlah peserta reuni maka kredibilitas Prabowo - Sandi akan melorot karena dianggap tidak mampu mengumpulkan massa dan tak punya pendukung maksimal.

Kedua, lanjut dia, jika unsur elite partai pendukung tidak hadir dalam reuni akan muncul kesan bahwa Prabowo - Sandi sudah ditinggal elite partai pendukungnya.

Ketiga, tambah Neta, jika Reuni 212 itu didominasi kalangan radikal, Prabowo akan dicap sebagai figur pemimpin radikal dan bukan mustahil para pendukungnya akan meninggalkannya atau takut memilihnya di Pilpres 2019.

"Keempat, jika terjadi kericuhan dalam acara Reuni 212, publik akan menuding bagaimana Prabowo bisa memimpin negeri ini wong memimpin reuni saja ricuh," paparnya.

Karena itu IPW berharap, Prabowo - Sandi tidak perlu hadir dalam acara Reuni 212. Kasus Ratna Sarumpaet harus jadi pelajaran penting bagi Prabowo. "Kasus Ratna menunjukkan betapa lemahnya tim sukses dan tim intelijen Prabowo dalam menyikapi sebuah keadaan," jelasnya.

Menurut dia, kasus Ratna juga menunjukkan betapa emosionalnya Prabowo dalam menanggapi sebuah isu dan situasi. "Semua itu membuat pasangan Prabowo-Sandi menjadi blunder, kedodoran dan terlihat tidak profesional," ungkapnya.

Terlepas dari semua itu, Neta mengatakan bahwa sebagai pasangan capres-cawapres di Pilpres 2019, Prabowo - Sandi harus bisa menjadi pionir dalam menjaga keamanan dan situasi Jakarta yang kondusif.

Figur jenderalnya harus identik sebagai figur pencipta keamanan. Jika Prabowo-Sandi kembali bersikap blunder, salah perhitungan dan larut dalam belenggu elite-elite yang radikal, masyarakat akan takut memilihnya di Pilpres 2019.

"Apalagi cap sebagai figur "yang kalah" dan orba masih menancap dalam figurnya. Prabowo-Sandi memang harus cermat jika tidak mau kembali keok di Pilpres 2019," pungkas Neta. (boy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Reuni 212 Positif Untuk Mengukuhkan Keindonesiaan


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler