Presiden Belum Bisa Menerbitkan Perppu MD3

Rabu, 07 Maret 2018 – 19:28 WIB
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agats. Foto: Humas DPR

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Atgas mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

Sebab, UU MD3 yang sudah disetujui rapat paripurna DPR pertengah Februari 2018 itu belum ditandatangani presiden. UU tersebut belum diberi nomor dan belum diundangkan sehingga tidak mungkin presiden bisa langsung mengeluarkan Perppu begitu saja.

BACA JUGA: DPD RI dan DPRD Bersinergi Membangun Sistem Pengawasan

“Jadi, tidak mungkin berharap ada Perppu sebelum lewat batas waktu 30 hari,” kata Supratman di gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/3).

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan sangat dilematis perdebatannya jika presiden sampai harus mengeluarkan Perppu. Sebab, ujar Supratman, menteri yang ditunjuk saat membahas undang-undang bersama DPR, itu sudah mewakili presiden.

BACA JUGA: Jokowi: Perizinan untuk Pekerja Asing Jangan Berbelit-belit

“Artinya kalau itu yang terjadi maka presiden dalam hal ini tentu dari sisi leadership kami ragukan ya. Karena kenapa, ini kan masa ada pembangkangan oleh pembantunya (menteri). Itu tidak boleh dilakukan,” ujarnya.

Menurut Supratman, yang paling penting dan bagus dilakukan adalah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia mengingatkan, jangan membebani presiden dengan hal yang tidak bijak.

BACA JUGA: Jokowi Pertimbangkan Opsi Perppu

Menurut dia, memang mengeluarkan Perppu merupakan hak konstitusional presiden. Namun, Perppu harus dikeluarkan dalam keadaan yang sangat genting.

“Tapi (sekarang) keadaan memaksanya apa? Alasannya? Kan tidka ada yang memaksa,” katanya.

Sebelumnya, Jokowi enggan menandatangani UU MD3 karena kaget dengan sejumlah pasal yang ada dalam aturan tersebut. Misalnya, pasal 73 yang mengatur menghadirkan seseorang dalam rapat di DPR atas bantuan aparat kepolisian.

Pasal 245 yang mengatur anggota DPR tidak bisa dipanggil aparat hukum jika belum mendapat izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan izin tertulis dari presiden. Kemudian pasal 122 huruf k yang mengatur kewenangan MKD menyeret siapa saja ke ranah hukum jika melakukan perbuatan yang patut diduga merendahkan martabat DPR dan anggota DPR.

Supratman mengatakan 122 huruf K itu adalah pasal yang tidak punya sanksi, dan bukan delik pidana. “Apanya yang mau dipersoalkan, ancaman apa? Kan itu hanya tugas MKD saja,” katanya.

Kemudian, kata dia, soal pasal 245 dan 73 sebenarnya di UU sebelumnya juga sudah ada. “Hanya mempertegas proses acara,” ungkap anak buah Prabowo Subianto di Partai Gerindra itu.

Namun demikian, Supratman mengatakan apa pun yang dilakukan presiden misalnya menandatangani atau tidak, atau mengeluarkan Perppu itu merupakan hak konstitusional yang harus dihargai.

“Cuma kalau boleh saya saran, lebih bagus kalau UU itu diberlakukan. Kalau ada yang keberatan silakan ajukan judicial review ke MK,” saran Supratman.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Putra Aidit Sebut Hoaks Kebangkitan PKI untuk Serang Jokowi


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler