Presiden CBC: OJK di Bawah Mahendra Siregar Hadapi Ancaman Serius

Selasa, 23 Agustus 2022 – 16:13 WIB
Presiden Direktur Centre For Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri. Ilustrasi. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri menyebut adanya ancaman serius terhadap stabilitas sektor keuangan dalam negeri.

Ancaman serius itu adalah dampak dari stagflasi, Covid-19, dan cacar monyet.

BACA JUGA: Ini Cara OJK Perkuat Ketahanan Sektor Jasa Keuangan

Untuk itu, kata Deni, struktur dan perilaku Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di bawah kendali Mahendra Siregar harus bisa menyesuaikan dengan tantangan tersebut.

Deni mengtakana pimpinan baru OJK perlu segera melakukan wawancara terhadap karyawan level tinggi.

BACA JUGA: Anggota DPR: Judi Online Merusak Reputasi Industri Keuangan, OJK Jangan Diam

"Hal ini menimbulkan keresahan yang luar biasa karena visi dan misi OJK akan digantikan oleh visi dan misi pimpinan OJK yang baru. Jika dilakukan secara objektif, seharusnya karyawan OJK yang melakukan interview terhadap pimpinan baru untuk mengukur loyalitas dan kemampuan memimpin mereka,” ungkap Deni, Jakarta, Selasa (23/8).

Deni menjelaskan Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi pada 17 Agustus 2022, layak diparesiasi. Terbetik rencana untuk merombak UU Bank Indonesia (BI).

BACA JUGA: Kunci Sukses Danamon Berkiprah di Industri Perbankan di Indonesia

Tugas BI bukan hanya mengelola inflasi dan nilai tukar rupiah, namun juga pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan stabilitas sektor keuangan (pengawasan bank).

“Saya kira, DPR harus menyukseskan rencana ini," ujar Deni.

Selanjutnya Deni mengatakan pergantian pimpinan OJK memang memberikan harapan di satu pihak, bahwa OJK akan melakukan perubahan yang tepat menyongsong tantangan tersebut.

Namun, di sisi lain, perubahan yang terjadi justru keliru dalam mengantisipasi tantangan tersebut.

“Kelemahan OJK, selama ini adalah tidak adanya koordinasi antara pimpinan OJK. Peran ketua OJK ibarat bermain bola, beliau lebih banyak bergerak tanpa bola. Sementara pimpinan lainnya lebih banyak men-dribling bola, ketimbang melakukan umpan-umpan cantik untuk menciptakan peluang gol," terangnya.

Deni menilai Ketua OJK sebelumnya yakni Wimboh Santoso, bukan termasuk playmaker yang andal dalam menakhodai lembaga ini. Alhasil, muncul isitlah “tembok Cina” di internal OJK yang justru mematikan sinergi antardepartemen.

“Nah, Ketua OJK yang baru harus mampu bermain sebagai playmaker dengan tugas utama melakukan koordinasi. Integrasi kepentingan individu dan tujuan organisasi adalah tujuan utama dari koordinasi. Ini memberikan kepuasan kerja dan meningkatkan moral karyawan dan juga membangun hubungan manusia yang baik di perusahaan,” ungkap Deni.

Selanjutnya, dia mengingatkan akan pentingnya koordinasi untuk meminimalkan konflik, persaingan berakhir, pemborosan, penundaan, ketidakpedulian, dan masalah organisasi lainnya. Ini memastikan kelancaran fungsi organisasi.

Oleh karena itu, dengan bantuan koordinasi organisasi dapat memenuhi tujuannya dengan segera.

Menurut Deni, individu yang berkoordinasi satu sama lain menjadi lebih mengenal satu sama lain, mengurangi kemungkinan konflik yang tidak perlu di antara mereka.

Selain itu, setiap individu mencoba level terbaiknya untuk mendukung rekan satu timnya. Hasilnya meningkatkan tingkat ikatan di antara mereka.

“Ketua OJK jangan seperti yang lalu yang hanya berkecimpung pada taksonomi-taksonomi green saja dan juga melindungi bank tertentu seperti Bank Mandiri saja. Maklum, sebelumnya beliau adalah komisaris Bank Mandiri,” ujar Deni.

“Ketua OJK harus keluar dari perangkap sektoral dan terpaku pada kontrol semata. Kontrol adalah kekuatan menahan dan mengatur dengan mana sesuatu dapat dimulai, diperlambat atau dihentikan," ungkap Deni lagi.

Di balik kelemahan itu, Deni mengapresiasi keberhasilan OJK era Wimboh Santoso yang berhasil merestrukturisasi Bank Bukopin hingga Bank Muamalat berhasil menyelamatkan dana haji.

“Sayangnya, prestasi tersebut hanya dilakukan oleh bidang perbankan semata yang pada kenyataannya tidak didukung Ketua OJK yang lalu. Pimpinan bidang perbankan melakukan kerja keras dan nyata dalam melakukan restrukturisasi perbankan,” ucap Deni.

Sementara bidang OJK yang lainnya, kata Deni, tidak terlalu menonjol prestasinya, bahkan di bidang pasar modal ada kasus Jiwasraya.

“Walaupun demikian, restrukturisasi ini akan tergantung kepada sejauh mana pandemi Covid-19, cacar monyet, dan stagflasi mampu diatasi secara makro ekonomi,” terangnya.

Per Mei 2022, OJK mencatat total outstanding restrukturisasi perbankan mencapai Rp596,25 triliun. Angka tersebut turun Rp10,14 triliun ketimbang bulan sebelumnya. Sementara akhir 2021, angka tersebut turun 67,24 persen.

Adapun NPL perbankan di saat yang sama, masih cukup terjaga. Berdasarkan data OJK, NPL gross per Mei 2022 mencapai 3,04 persen, dan NPL nett sebesar 0,85 persen.

Secara gross, NPL tersebut memang mengalami kenaikan tipis dari akhir 2021 yang tercatat 3 persen. Namun turun secara net dari 0,88 persen.

“Pimpinan OJK baru jangan mengulangi kesalahan pimpinan lama, khususnya koordinasi dan kegagalan dalam meningkatkan skala ekonomi sektor keuangan di Indonesia. Atau memang ada kelemahan dari proses rekrutmen OJK yang digelar pansel. Tidak menjalankan metodologi yang objektif, namun kental perkoncoan," tegas Deni.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler