Presiden Harus Lepas Jabatan Partai

Agar Kinerja Pemerintah Tak Terganggu

Minggu, 19 Juni 2011 – 06:31 WIB

JAKARTA -- Masalah internal yang menimpa DPP Partai Demokrat membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua dewan pembina ikut turun tanganJika masalah itu berlarut-larut, kinerja presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan berpotensi terganggu oleh urusan internal partai.

"Persoalan partai saat ini seolah-olah menjadi persoalan istana," kata Irman Putra Sidin, pakar hukum tata negara Universitas Indonesia, di Jakarta kemarin (18/6)

BACA JUGA: NU Harus Berubah

Kompleksnya masalah yang menimpa Partai Demokrat bukan satu-satunya problem yang harus ditangani SBY
Masalah koalisi juga acapkali mendera kesolidan pemerintahan

BACA JUGA: Nama KSAD Diumumkan Pekan Ini

SBY pun mau tak mau harus memecah konsentrasi sebagai presiden sekaligus pemimpin koalisi.

Menurut Irman, berdasar fakta yang ada, aturan konstitusi ataupun undang-undang ke depan harus mengatur hubungan presiden dengan parpol
Jika seorang calon terpilih sebagai presiden, dia harus melepas atribut parpol

BACA JUGA: PD dan PAN Ingin Busyro Langsung Lolos

Dalam hal itu, seorang presiden tidak harus melepaskan diri dari parpol, melainkan melepas jabatan pengurus di internal parpol"Bisa saja diatur di konstitusi," kata Irman.

Fenomena yang terjadi saat ini, presiden tidak hanya membawa satu warna parpol di istana, tetapi juga warna yang lainKeberadaan warna parpol itulah yang membuat situasi politik tampak menonjol di pemerintahan sekarang"Saat dia membawa satu warna ke istana, warna-warna lain selalu mempersoalkan," ujarnya mengingatkan.

Irman menilai, parpol juga harus menyusun konvensi untuk menentukan capres terbaikMemang setiap parpol memiliki ambisi untuk masuk ke kekuasaanTetapi, kekuasaan yang didapat jangan digunakan untuk merampok negara"Paradigma yang harus dibuang jauh-jauh adalah parpol mendapat apa setelah masuk ke kekuasaan," tegasnya

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie juga sependapat dengan perlunya pemisahan presiden dari kepengurusan partaiUntuk efektivitas pemerintahan, sebaiknya fraksi di DPR nanti hanya dua"Fraksi koalisi dan fraksi oposisi sebaiknya dibentukJangan sebanyak sekarang," kata Jimly.

Fraksi koalisi, kata Jimly, tidak harus selalu lebih banyak daripada fraksi oposisiTetapi, dua fraksi itu bisa saling mengisiFraksi oposisi bisa memberikan masukan, sementara fraksi koalisi mempertimbangkan masukan oposisi untuk dibahas"Posisi mereka lebih jelas sehingga fraksi koalisi ini nanti yang bekerja mendukung presiden," tegasnya(bay/c6/tof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Lambat, Kasus Nazaruddin jadi Bola Liar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler