jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, sangat rawan jika akhirnya Pansus RUU Pemilu menerima usulan pemerintah untuk tetap menerapkan aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional hasil pemilu.
"Dalam perkiraan saya, kalau ada yang mengajukan uji materil ke MK tentang ambang batas pencalonan presiden, maka kemungkinan besar MK akan membatalkan ambang batas itu," ujar Yusril di Jakarta, Jumat (16/6).
BACA JUGA: Pemilu 2019 Serentak, kok Ngotot Harus Ada PT?
Alasannya, karena MK yang sebelumnya memutuskan pemilu harus dilaksanakan secara serentak. Sementara logika pemilu serentak, tidak adanya ambang batas sebagaimana substansi Pasal 22 E UUD 45 yang mengatur Pemilu.
"Jadi kalau ambang batas pencalonan presiden masih ada dalam pemilu serentak, maka undang-undang yang mengaturnya jika melihat putusan MK tentang pemilu serentak adalah inkonstitusional," ucapnya.
BACA JUGA: Bukan Demi Muluskan Jokowi di Pilpres 2019
Menurut Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini, jika undang-undang yang inkonstitusional menjadi dasar pelaksanaan pilpres, tentunya akan melahirkan presiden yang inkonstitusional juga.
"Jadi sangat rawan, bisa berakibat krisis legitimasi bagi presiden yang memerintah nantinya," pungkas Yusril. (gir/jpnn)
BACA JUGA: Mendagri Bantah Penerapan Presidential Threshold Inkonstitusional
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Ancam Terbitkan Perppu, Lukman Edy: DPR Bisa Menolaknya
Redaktur & Reporter : Ken Girsang