jpnn.com - SEOUL - Korea Selatan (Korsel) harus membayar mahal aksi Kim Ki-jong Kamis pagi lalu (5/3). Tidak mau hubungannya dengan Amerika Serikat (AS) renggang, pemerintahan Presiden Park Geun-hye pun langsung minta maaf. Kemarin (6/3) proses hukum terhadap penusuk Duta Besar Mark Lippert itu pun langsung berjalan.
"Ini insiden yang sangat memalukan. Negara kami, negara dengan perekonomian terbesar ke-10 di dunia, tidak berdaya mencegah terjadinya aksi teror seperti itu," tulis harian terlaris Korsel Chosun Ilbo dalam editorialnya kemarin. Pernyataan yang sama tertulis pada halaman depan Korea Times, koran berbahasa Inggris di Negeri Ginseng tersebut.
BACA JUGA: Kisah Wanita 21 Tahun yang Sudah Meninggal 36 kali Dalam Setahun
Seiring kian tersebar luasnya gambar pipi Lippert yang berdarah ke seluruh dunia, semakin merah padamlah wajah Korsel. Apalagi, insiden semacam itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Kementerian Luar Negeri Korsel menerangkan bahwa Lippert merupakan diplomat negara sahabat pertama yang mengalami kejadian tidak mengenakkan tersebut.
Setelah berakhirnya Perang Korea, Korsel nyaris tidak pernah lagi bermasalah dengan keamanan. Tapi, insiden Jumat pagi lalu menjadi sinyal kuat bahwa negara makmur itu pun tidak luput dari ancaman teror. Maka, Korsel pun perlu berbenah. Terutama, mengubah aturan pengawalan diplomat asing. Selama ini fungsi pengawalan tidak terlalu penting dan cenderung bersifat formalitas belaka.
BACA JUGA: Massa Kepung Penjara, Pemerkosa Diseret Keluar, Dirajam hingga Tewas
Sementara itu, polisi Korsel mulai menyiapkan pasal berlapis untuk menjerat Kim. Sebab, pelaku yang juga aktivis garis keras anti-AS itu bukanlah pemain baru. Pada 2010 dia pernah mempermalukan Korsel saat menyerang diplomat Jepang. Saat itu dia melemparkan batu ke arah duta besar Negeri Sakura tersebut. Ketika itu dia diganjar hukuman percobaan saja. (AP/AFP/hep/c10/ami/jpnn)
BACA JUGA: Brutal! ISIS Remukkan Kota Peninggalan Bangsa Assyria
BACA ARTIKEL LAINNYA... Video Pamer Payudara Ini Bikin Pemerintah Mesir Marah
Redaktur : Tim Redaksi